•video call, lalu langit

994 162 16
                                    

papa

dobby, haruto udah bangun
mau vc kamu

Seakan ini mimpi, Doyoung melebarkan senyumnya. Dia bersiap-siap menuju ke rumah sakit padahal kelasnya belum selesai.

"halo?"

Itu suara Haruto.

"HARUTO!!!" Pekik Doyoung senang, dia berlari menuju ke jalan besar.

"jangan lari-lari. jatuh nanti," tegur Haruto.

"tunggu bentar ya!! aku udah deket."

"pelan-pelan, sayang!"

Jarak kampus ke rumah sakit itu 300 meter. Jika Doyoung berlari, tidak akan memakan waktu lama. Berkali-kali dari kamera, Haruto melihat Doyoung nyaris menabrak banyak orang.

"pelan-pelan, Bby. aku gak kemana-mana kok," cibir Haruto lagi.

"aku mau lihat kamu!" balas Doyoung, wajahnya panik karena tidak sengaja menabrak orang. Lalu membungkuk minta maaf.

Setelah itu kembali berlari. Dapat dilihat pula Haruto menggelengkan kepalanya di sana.

"ini matiin aja, kan kamu udah deket," ucap Haruto.

"JANGAN!! iya jangan dimatiin kalo aku belum sampe!" Seru Doyoung kesal.

"jalan aja dong, kalo ga aku matiin nih."

Mendengar ancaman itu, Doyoung menggerutu dalam hati dan menurut. Berjalan sambil menatap layar ponselnya. Padahal itu berbahaya.

"lihat jalan jangan lihat aku," tegur Haruto.

"jalan jelek. kamu ganteng."

Dari seberang, senyum Haruto muncul. Geli mendengar kalimat dari pacarnya barusan. "kamu diem aja di sana ga perlu ke sini juga gapapa kok. emang udah selesai kelasnya?" Tanyanya heran.

"udah," dusta Doyoung.

"langitnya biru banget, Bby."

Doyoung mendongak, seketika menutup matanya akibat silau. Membenarkan ucapan Haruto, "tau gak? padahal dari kemaren tuh mendung tauu. sekarang cerah, soalnya langit lagi bahagia. kamu bangun dari tidur lama," balas Doyoung dengan tawa kecil.

"kemaren tuh langit sedih. nyari Haruto kok ga ada di sekolah, kok ga main di taman, ga muncul keluar." Doyoung kembali berucap kala Haruto diam saja masih memandangnya dari kamera.

"sekarang kan aku juga ga keluar??" Celetuk Haruto bingung.

"iya sih, tapi kan..." Doyoung terdiam, berpikir memikirkan apa yang harus dia katakan lagi.

"tapi kan aku bangun?"

"nah iya!"

Tawa renyah dari Haruto terdengar. Doyoung ikut tertawa senang. Tangannya kanannya membentuk hati dan diarahkan pada kamera. Tidak peduli tatapan orang-orang yang dilewatinya, mungkin mengira Doyoung aneh. Yang dia tau sekarang, Haruto bangun membuatnya bahagia.

Haruto membalas bentuk hati yang sama. Kemudian menaikan ibu jari, jari telunjuk, serta kelingking membentuk 🤟🏻.

"apa itu? narsis?" Tanya Doyoung bingung.

"itu artinya, i love you. kamu ga tau?" Jawab dan balik tanya Haruto.

"oh kalo gitu..." Doyoung melirik sekilas pada langit, "denger gak?" Bertanya pelan, mendekatkan wajah ke kamera.

"denger kok. kenapa?"

"denger apa emang?"

"suara kamu kan?"

Wajah Doyoung masam, lalu menggeleng menandakan bukan itu maksudnya. "itu denger gaak? langitnya ngomong..." Entah apa idenya.

"oh denger. Doyoung lucu banget, jangan main hp sambil jalan katanya," balas Haruto santai.

"sebel deh! bukan, langitnya tuh ngomong kalo Doyoung bilang love you too katanya."

"kenapa harus lewat langit?"

"ya gapapa, soalnya kamu lewat tangan."

"kan tanganku. langitnya bukan punyamu."

"suka-suka aku dong—"

BRAK

Doyoung yang keras kepala. Akhirnya menabrak orang lagi dan mungkin lebih sial karena ponselnya terlempar. Setelah mengucapkan permintaan maaf lagi, Doyoung mengambil ponselnya.

Kesal karena telepon mati, dia mencoba menelpon nomor Papanya lagi. Tapi tidak bisa, beralih menelpon nomor Bunda Jennie dan Ayah Hanbin walau tidak diangkat semua. Memilih berlari lagi agar cepat sampai, lagipula dia sudah tidak teleponan.

Perjalanan terasa jauh, sekarang Doyoung berhenti di depan lift. Mengatur napasnya yang tidak beraturan. Karena lama, dia memilih menggunakan tangga.

Rasa lelahnya terganti perasaan sangat bahagia saat hendak memasuki ruangan Haruto. Namun tepat setelah memasuki, kakinya lemas, bukan karena berlari. Netranya memperhatikan Papanya, menutupi seseorang dengan kain putih di ranjang.

Tempat Haruto tidur.

"ah..."

Tidak kah dia terlalu berharap untuk menghadapi kenyataan hidup yang pahit?

-

cerita kita • harubby ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang