Dia sang pemberi luka selalu datang tanpa diminta, bahkan seseorang yang mengakui penyembuh, akan berubah seiring waktu.
---•••---
"Agnia, Sean dan Sita menunggumu di luar."
Agnia tak bergerak, semalaman ia duduk di bawah keramik yang teramat dingin, duduk sembari menyandarkan punggung lalu memeluk lutut.
Ini sungguh menyakitkan, bahkan keinginannya untuk mati pun rasanya sekarang tak lagi sempat ia pikirkan, seolah lebih sakit dari kematian itu sendiri.
"Agnia, kamu dengarkan dulu penjelasanku, ada banyak hal yang harus kamu tahu, salah satunya kenapa aku nekat mengambil keputusan ini."
Agnia menulikan pendengarannya, tanpa kedipan di kedua netra yang semakin menyendu, hancur berkeping hati Agnia saat ia tahu lelaki yang ia taruh sebagian harapan justru kekasih Sita, sahabatnya.
"Agnia tolong buka pintunya. Kamu masih di dalam, kan? Apa yang kamu lakukan, kamu tidak nekat kan Agnia?" Sita mengetuk terus menerus pintu yang tertutup rapat, bahkan gelengan pilu dari Rysa bahkan beberapa pembantu yang berada di luar membuat Sita mengembuskan napasnya dengan kasar.
"Agnia," panggil Sean yang mencoba mendekatkan wajahnya di samping pintu. "Kamu mau memukulku? Atau menyumpahiku? Lakukan sekarang, aku siap menerima segalanya darimu, tapi tolong keluar sebentar."
Sita memandangi wajah Sean kekasihnya, tampak penyesalan yang tak bisa Sita artikan. Masih tak ada jawaban, Sean kembali berucap.
"Aku akan pergi jauh dari sini," Sita membulatkan kedua bola matanya kala menatap, sedangkan Sean masih memandangi pintu yang tertutup rapat. "Aku akan mengakhiri hubungan ini dengan Sita, aku akan menjauh dari kalian berdua. Maaf, persahabatan ini hancur karena ulahku."
"Sean," Sita menggenggam lengan Sean sehingga lelaki itu menoleh, dalam geleng kesenduan, Sean melepas cengkraman Sita cukup pelan.
"Aku sungguh-sungguh Agnia," teriaknya saat tatapan itu masih terarah kepada Sita.
Drrtt..
Penglihatan Agnia teralih, ponsel yang semula hening tanpa deringan mulai bergetar, saat jemari itu mencengkram dan meraihnya, mampu membuat degupan jantung Agnia seolah mencelos.
Eric
"Agnia, bisakah kita bertemu sebentar?"Berlalu cukup lama waktu di antara ketiga orang yang berada di luar, panik membungkus diri mereka masing-masing, apalagi tak ada hal yang terdengar setelah beberapa menit. Cukup lama mereka terdiam di meja makan pintu kamar Agnia mulai tersingkap, sontak membuat Sean, Sita dan Rysa berlari mengejar Agnia yang telah rapi dengan dress kesukaannya.
Gaun, yang teramat Sita kenal.
Mendekat Sita, ia rentangkan tangannya ingin mendekap, tetapi Agnia menggeleng menolak.
"Agnia."
"Hari ini aku membencimu Sita. Atau mungkin, sedikit lebih lama."
"Agnia, tolong maafkan aku, ini tak seburuk yang kamu kira," ucapnya. Agnia tersenyum.
"Menurutmu, apa yang aku pikirkan tentang kalian?"
Sita mendongak menatap Sean yang terdiam, sesaat setelahnya ia memutar arah kepada Rysa-Mama Agnia yang justru dibalas gelengan tak mengerti.
"Kamu_"
"Lain kali kita bicara, aku mau bertemu dengan seseorang, ini sudah sangat telat."
"Mau bertemu siapa?" Sita mencekal lengan Agnia sehingga wanita itu menoleh ke belakang, satu sentakan dari Agnia, genggaman Sita terlepas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Luka [END]
Любовные романыAgnia tak menyangka, hubungan yang terjalin lebih dari 10 tahun kandas dalam waktu beberapa detik bahkan dengan satu kata. *** Agnia Pras Rysa, wanita cantik berusia 25 tahun itu seolah menyia-nyiakan waktunya untuk lelaki bernama Eric Mahesa. Perja...