6. Cium aku

9.7K 692 55
                                    

Mengakhiri segalanya tak semudah kata berakhir. Dan mengikhlaskan semuanya, juga tak semudah kata ikhlas.

---•••---


"Agnia," Eric bergumam ketika kakinya membeku tak bergerak. Ia tahu Agnia tak bisa berenang, ia tahu Agnia takut tenggelam, tapi kenapa ia malah membeku di sana.

Dua detik saja napas Eric memburu sangat dahsyat, terlebih ketika Agnia tak juga kunjung keluar dari kolam renang.

Ia rasa cukup, kakinya melangkah dan berlari sekuat tenaga. Membelah keramaian lalu menceburkan diri ke dalam air, menemukan wanita yang memeluk lutut seraya menatap dirinya, senyum teramat getir Agnia perlihatkan untuk Eric dengan gurat ketakutan yang melingkar di wajahnya.

Eric meraih lengan Agnia, ia tarik untuk membawanya naik, meski memberontak, tubuh lemah dengan napas seakan terhenti membuat Agnia tak sanggup menyaingi tenaga Eric.

"Tolong," pinta Eric agar mereka sigap membantu Agnia yang telah melemah.

"Nia, bangun!"

Agnia terbatuk. Ia menghirup oksigen di tempat itu, mencari celah agar sesaknya berkurang.

"E-eric," panggil Agnia, dua kali matanya terpejam lalu memeluk tubuh lelaki yang juga tengah basah kuyup. Mendekap erat, menyandarkan wajahnya di dada bidang Eric.

"Lepas!" sentaknya, ia mencengkram kuat lengan Agnia, namun, wanita itu enggan beranjak.

"Sebentar saja, peluk aku sebentar saja Ric."

Eric termangu, menunduk dengan segala rasa yang tak terbendung lagi di dalam sana. Ada beberapa kengiluan yang membuat Eric termenung.

"Mbak! Lepasin dia!" teriakkan bersamaan tarikan di tangan Agnia membuat wanita itu menyerah, lingkaran di pinggang Eric terlepas dan terjatuh ke tanah.

"Saya membiarkan Eric membantu kamu Mbak. Bukan berarti saya membiarkan kamu memeluk calon suami saya," tegas Nadya yang terdengar marah. Kegeraman sangat terlihat dari cara ia menatap, terlebih ketika ia meraih jemari Eric untuk bangkit dari duduknya.

Agnia mengangkat wajah, meneliti sekeliling. Orang-orang yang melingkar dan berbisik, sesekali tawa meremehkan tergambar jelas dari sudut bibir mereka.

"Kamu datang untuk menghancurkan pertunangan saya kan Mbak? Kamu bahkan membuat Papa saya malu hari ini," tambahnya.

"Malu?" tanya Agnia dalam senyum tertahan. Ia bangkit tanpa bantuan siapa pun, long dress mewah itu telah basah. Make up cantiknya telah luntur, begitupun pedih yang tergambar sangat jelas dari raut sendu Agnia.

"Kamu hanya malu Nadya. Berbeda denganku, hatiku sakit. Sangat sakit!"

"Kamu yang membuat dirimu sendiri sakit Mbak, jadi tolong jangan menyalahkan orang lain dalam masalahmu," tekan Nadya, telunjuknya terulur untuk Agnia yang terdiam di tempat. Marah, apa haknya untuk marah, sedangkan lelaki yang ia cintai ini, sudah mencampakkannya jauh hari.

"Pergi sekarang juga, atau saya panggil satpam untuk mengusirmu!"

Agnia berdecih. "Kalian akan tetap melanjutkan pertunangan ini kalau aku pergi?" Nadya bungkam enggan menjawab, ia juga tak tahu bagaimana nasib acara yang ia buat cukup lama dan berkesan sangat mewah, keindahan hancur beberapa detik, ia juga tak menyangka, kehancuran datang justru dari mantan lelaki yang ia cintai.

Tak mendapatkan jawaban. Agnia memutar liar netra coklatnya, mencari sesuatu yang mungkin terselip di antara mereka. Benar, hal lain membuat senyum itu hadir.

"Kamu mau mengusirku, maling?"

"Maling? Apa maksud kamu?"

Agnia melangkah, mendekati Nadya yang justru memilih mundur. "Berapa lama kamu menjalani hubungan bersama Eric. Satu tahun? Dua tahun? Tiga tahun? Atau beberapa hari setelah dia memutuskanku?" Nadya tak menjawab. Begitu pun Eric.

Titik Luka [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang