Orang yang mengalami mati rasa tak akan tahu dia mati rasa. Pikirnya, mereka baik-baik saja. Bahagia, dan menjalani hidup sama seperti yang lain. Nyatanya, ada banyak kotak kosong yang tak pernah terisi.
---•••---
Sita menunduk dalam-dalam, menetralkan segala hal yang berkecamuk entah kapan lenyap. Ucapan Eric mengusik jiwanya, bagaimana tidak, semua bisa saja terjadi terlebih jika dilihat dari keadaan Agnia yang semakin sulit di artikan. Sejenak senyap.
"Sita."
Panggilan itu membuat Sita mengangkat wajah dari tunduk. Menatap Agnia yang mulai membuka mata, pelan-pelan tapi pasti kedua netra cantik Agnia terbuka sempurna.
"Ke mana Eric?" pertanyaan pertama yang keluar dari mulutnya, adalah Eric. Agnia juga tampak memandangi keseluruh ruangan. Namun ia tak menemukan siapa pun selain Sita.
"Dia udah pulang Nia. Beberapa jam yang lalu."
"Kamu tak menahannya. Kamu membiarkan Eric pergi begitu saja?"
"Aku gak bisa menahan Eric. Dia punya kesibukkan yang lain," jawab Sita. Agnia terdiam, ia melirik Sita yang enggan menatapnya.
"Ada apa? Wajahmu seperti ingin menerkamku. Kenapa?"
Helaan napas panjang Sita keluarkan. Sebenarnya, ia tak ingin membahas apa pun dengan Agnia, ia ingin membiarkan Agnia istirahat, tetapi, Sita tak bisa membohongi raut wajahnya sendiri.
"Boleh aku bertanya?" Agnia mengangguk.
"Apa kamu benar mencintai Eric?"
Pertanyaan yang menggelitik jiwa seolah membuat Agnia ingin memukuli Sita babak belur. Bukankah terdengar aneh kalimat itu terlontar dari bibir orang yang tahu segala hal tentang dirinya.
"Pertanyaan macam apa itu? Apa kamu bercanda?"
"Selama sepuluh tahun kamu bilang hubunganmu baik-baik saja. Selalu bahagia hingga dalam beberapa detik semuanya usai, bahkan hanya dengan satu kata. Nia, jika dipikirkan secara logika, tak ada hubungan yang selalu lurus."
"Aku yang menjalaninya Sita. Jadi aku tahu bahwa kami baik-baik saja sebelum dia meminta berakhir," jawab Agnia.
"Begitu baik sehingga kamu membiarkan dia berselingkuh. Mengabaikan kesalahannya dan kamu anggap itu baik-baik saja?"
Agnia bangkit dari tidur. Meneliti wajah Sita sekali lagi, sekarang dengan pernapasan yang mulai sesak.
"Eric membicarakan sesuatu denganmu. Apa yang Eric katakan?"
Sita menangkup kedua bahu Agnia begitu erat. "Itu gak cinta Nia. Kebebasan yang kamu berikan untuk Eric tak selalu membuat dia bahagia."
"Kenapa tidak," singkat Agnia. Jemari Sita terlepas. "Jika aku melarang Eric dengan semua kesukaannya. Dia akan semakin menjauh dan pergi. Aku membiarkan dia melakukan segala hal yang memang menyenangkan baginya, karena setelah dia melakukan itu, Eric akan tahu jalan pulang dan kembali ke tempat yang dia anggap rumah. Seperti yang aku rasakan selama sepuluh tahun ini."
"Eric selalu kembali saat dia bertemu wanita tak sebaik diriku, Sita."
"Itu salah Nia!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Luka [END]
RomanceAgnia tak menyangka, hubungan yang terjalin lebih dari 10 tahun kandas dalam waktu beberapa detik bahkan dengan satu kata. *** Agnia Pras Rysa, wanita cantik berusia 25 tahun itu seolah menyia-nyiakan waktunya untuk lelaki bernama Eric Mahesa. Perja...