Gadis bulat itu berjalan agak cepat menuju tempat pendaftaran. Tas ransel donatnya terlempar ke sana ke mari menabrak punggung berdaging yang lembut.
"Paman, aku ingin mendaftar," ujarnya di sela nafasnya yang tak beraturan.
Seorang pria berambut gondrong keemasan menurunkan kacamata bulatnya. "Isi formulir ini." Dengan nada tak begitu ramah memberikan selembar kertas dan juga pena.
Gadis itu menerimanya dengan riang, tak terlalu memusingkan dengan pria dewasa itu. Langkah membawanya ke arah kursi payung tak jauh dari sana. Ujung pena itu menari di atas kertas putih mengisi nama peserta dan juga usia.
"Paman, berapa biaya pendaftarannya?" Tangannya hendak merogoh tas ranselnya untuk mengambil uang yang diberikan Ibunya.
"Cukup 10 koin perak saja untuk anak-anak. Kau serius ingin ikut lomba?" jawaban sekaligus pertanyaan dengan nada tak yakin.
"Aku serius. Aku ingin makan donat sepuasku, tentu juga dengan hadiahnya, hehe." Dia tertawa kecil seraya menggaruk kepalanya.
"Baiklah, semangat ya."
"Terima kasih, Paman. Ini uangnya, kalau begitu aku pamit ya. Dadah, Paman," pamit gadis itu uangnya diterima dengan senang hati oleh pria di depannya.
Selepas itu ia melangkah pergi meninggalkan area pendaftaran menuju tempat lomba dilaksanakan. Netranya berbinar cerah melihat pemandangan nyata dari bukit donat. Berwarna-warni juga dengan toping berbeda. Terdapat dua meja di sana yang sedang disusun oleh panitia.
Satu meja yang berukuran besar diisi dengan sepuluh tumpukan donat yang menjulang tinggi. Begitu pula dengan meja di sebelahnya yang berisi sepuluh tumpukan donat, hanya saja tidak sebanyak porsi dewasa.
Mata gadis itu terpaku dengan kertas yang menempel di meja tersebut. "Untuk anak-anak sedikit sekali donatnya," gumamnya.
Tatanan donatnya sudah hampir selesai, begitu pula dengan sesi perlombaan yang akan dimulai. Sudah banyak juga peserta yang datang juga para penonton yang turut memeriahkan. Termasuk teman laki-laki gadis itu yang sering mengatainya jika di kelas.
"Kamu ikut juga?"
Anak laki-laki itu balas menatap. "Iya, emang kenapa?!" jawabnya sedikit meninggikan suara.
Si gadis menggelengkan kepalanya santai. "Ah, tidak. Aku juga ikut lomba loh," ujarnya sedikit sombong.
"Pasti aku yang akan menang. Mana mungkin. kamu bisa menghabiskan semua donat itu dalam waktu 15 menit.
"Kamu terlalu meremehkanku. Bahkan jika aku mau akan mengikuti lomba dengan orang dewasa itu. Aku mampu menghabiskan 100 donat dalam satu kedipan mata."
"Cih, aku tak percaya. Lihat saja aku yang akan menjadj juaranya. Sedangkan kamu akan jadi juara terakhir yang tidak memenangkan apa-apa."
"Ya, lihat saja nanti."
"Perhatian semuanya, lomba akan dimulai dalam 5 menit lagi. Di mohon untuk para peserta dan dewan juri untuk menempati posisi masing-masing."
Ketua panitia bersuara nyaring mengisi lapangan menggunakan megafon.
Para peserta mulai duduk di kursinya masing-masing, lain dengan si gadis yang duduk di kursi orang dewasa bersebelahan dengan pria paruh baya berhidung besar.
Pria itu menatapnya heran. "Kenapa kau duduk di sini? Ini tempat orang dewasa, sedangkan tempatmu ada di sana," tunjuknya ke arah samping kiri. Kedua meja besar itu memang bersebelahan dengan peraturan yang sama. Jadi, mereka bisa melakukan lomba bersamaan.
Gadis kecil itu melirik pria dewasa di sampingnya. "Aku ingin di sini. Aku tak ingin satu meja dengan anak itu." Menunjuk anak laki-laki tadi.
"Paman tahu? Dia begitu menyebalkan, dia selalu mengataiku gendut dan bulat seperti donat. Aku sangat kesal." Bercerita tanpa diminta.
"Tapi, juri tak akan mengizinkanmu di sini. Cepatlah pergi, sebentar lagi lomba akan dimulai, kau masih memiliki waktu untuk berjalan ke sana."
"Tidak. Aku tidak mau. Aku ingin di sini saja, aju bisa menghabiskan puluhan donat ini sendirian. Sungguh aku hanya ingin membuktikan kepadanya bahwa aku bisa menang," ucapnya dengan tatapan memelas berharap diizinkan.
"Terserah kau saja."
Seorang juri berjalan ke depan kedua meja itu. Namun, saat ujung matanya melihat ada yang aneh, ia mencabut peluitnya yang hendak dia tiup.
"Hei, kenapa duduk di sini? Tempatmu di sebelah kiri, khusus untuk anak-anak," jelasnya.
Gadis itu menjawab dengan gelengan, tanda menolak. "Aku ingin lomba di sini. Tolong izinkan aku, aku bisa menghabiskan semua donat ini."
"Kau serius?"
Si gadis menganguk semangat. "Aku serius. Tolong izinkan aku Paman juri."
"Baiklah, kau kuizinkan," jawabnya diselingi napas pasrah.
"Yeayy, terima kasih, Paman."
"Ya ya ya, teruslah bersemangat." Juri tersebut beralih menatap peserta lomba satu persatu, siap mengeluarkan teriakannya.
"Siap semuanya?!"
"Siapp!!" sahut mereka kompak dengan wajah tak sabar.
PRITTTTT!!
~•●•~
To Be Continue
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutukan Donat [END]
ContoGadis gendut yang selalu makan dan memakan. Kesukaannya adalah donat glaze matcha bertoping choco chips. Hingga sebuah mimpi membawanya terbang dengan sihirnya. Mengubahnya menjadi benda lembut itu yang mengalami kesialan. ~•••~ Publish & revisi ula...