KD 2 [Sarapan]

53 9 1
                                    

Pada Minggu pagi yang cerah di kota Rawlez. Angin pagi berembus dingin nan menyegarkan. Awan perkotaan yang membiru, belum terpapar polusi kendaraan dan asap pabrik.

Di atas kursi meja makan yang berukuran sedang, dua orang berbeda usia tampak menikmati makanan mereka dengan suka cita. Dua potong daging sapi yang diberi bumbu dan saus tomat, sangat menggiurkan. Ditemani dengan segelas susu hangat juga teh yang masih mengepul panas menunggu dingin.

"Ibu, nanti mau lihat aku lomba 'kan?" tanya si gadis kecil menatap Ibunya berharap.

"Sorry, sayang. Ibu akan menghadiri jamuan dengan para tetangga dekat rumah."

Bahunya si kecil lunglai, merosot menyender kursi. "Yahh, padahal aku ingin Ibu melihatku."

"Ibu lupa kalau hari ini ada urusan." Wajah sedikit keriput itu melemah, tak tega dengan putrinya.

"Tidak bisa diundur saja?" tanyanya masih berharap.

Ibunya menggeleng. "Tidak bisa, Ibu sudah berjanji sejak tiga hari yang lalu untuk datang."

Gadis itu menampilkan wajah murung, tanpa gairah dia memakan sarapannya dalam diam hingga tandas tak bersisa. "Ya sudah, aku sendiri yang akan ke sana."

"Sorry, bear."

"Tidak masalah, Ibu."

"Uhm, lombanya dimulai pukul berapa?"

Kepala itu miring, seolah berfikir. "Sekitar pukul delapan."

Sang Ibu mengangguk. "Mau bawa bekal? Biar Ibu siapkan."

"Tidak usah, Bu. Soalnya di sana aku juga makan donat, pasti kenyang. Tapi, kalau uang jajan bawa ya, hihi," ucapnya memamerkan gigi kecilnya yang bolong.

"Iya nanti Ibu beri. Sekarang kamu siap-siap ya. 'Kan harus daftar dulu, jadi berangkat lebih pagi."

Gadis itu mengangguk semangat kemudian turun dari kursinya. "Aku ke atas dulu ya, Iby. Mau mandi, dadah." Setelah mengatakan itu ia berlari dengan tubuh pendek bulatnya yang terlihat imut.

"Anak itu terlalu bersemangat," gumam Ibu menggelengkan kepalanya.

Di dalam kamar, gadis itu membuka lemari dan mengambil satu set pakaian untuk ia pakai dan menaruhnya di atas kasur. Sedangkan dirinya masuk ke kamar mandi dengan membawa handuk yang tersampir di bahunya.

"Lalala ... tidak sabar untuk ikut lomba. Semoga aku menang," gumamnya bernyanyi-nyanyi kecil.

Di bawah guyuran shower yang memancur, gadis itu membersihkan tubuhnya hingga bersih dan harum, tak lupa juga menggosok giginya agar sehat.

Lima menit kemudian, pintu kamar mandi terbuka. Gesit dia memakai pakaian yang sudah ia sediakan sebelumnya. Baju kodok selutut berwarna hitam yang sedikit kekecilan di tubuh gempalnya. Dipadukan dengan kaos grey berpoles putih.

Rambutnya dia sisir rapi dan diikat menjadi dua bagian. Ditambah dengan jepit rambut berbentuk cookies sebagai hiasan kepalanya. Terlihat begitu lucu,
terlihat pantas untuk anak kecil sepertinya.

"Yeay, ayo berangkat." Semangat berkobar dalam raganya, sangat siap untuk membawa hadiah yang digadangkan.

Kakinya melangkah menuruni anakan tangga sambil beesiul senang menyuarakan burung kutilang.

"Tidak ada yang tertinggal 'kan?" tanya sang Ibu memastikan.

Gadis itu menggeleng. "Tidak ada, Ibu."

"Ini uang untuk jajan di sana." Memberikan 20 koin perak yang membuat mata sang anak berbinar.

"Untuk biaya daftar juga kalau ada. Habiskan ya."

"Siap, Ibu."

"Baiklah, sayang. Sana berangkat, matahari sudah mulai meninggi."

"Doa'kan aku, Ibu."

"Pasti. Doa Ibu selalu menyertaimu. Tapi, ingat kalau tidak sanggup jangan dipaksakan. Menang dan kalah itu pasti ada di setiap perlombaan.

"Terima kasih, Ibu. Kalau begitu aku pamit, sudah pukul setengah delapan."

"Baiklah, hati-hati, Bear."

~•●•~

To Be Continue

Kutukan Donat [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang