Selama hampir dua jam dia menyusuri lorong yang begitu panjang hingga sebuah cahaya terang menarik tubuhnya dari kegelapan. Begitu membuka mata, netranya berbinar melihat gulungan ombak dan pasir putih bagai lukisan. Dia sampai di pesisir pantai.
"Wow, aku ada di pantai," ucapnya antusias.
Dia mengesampingkan rasa sakit dari tubuh dan tangannya. Ia melangkah menginjak butiran pasir yang terasa panas. Semakin dekat dia dengan bibir laut.
Donat itu terbarng berbantalkan batu karang. Matanya terpejam dengan bibir melengkuh penuh senyum.
Air laut mulai naik ke permukaan hingga berhasil mengenai kaki donat. Tetapi, benda bulat itu tidak mempermasalahkan, semakin asyik dengan dunianya. Karena ketidak pedulian itu lah ombak laut semakin naik menghantam tubuhnya. Sekali lagi, dia membiarkan.
Tubuhnya mulai melembek dengan glaze yang meleleh hampir hilang. Badannya melemas karena menyerap air.
Sedang asyik-asyiknya berbaring dia tak sadar bahwa di atasnya ada benda besar menghalanginya dari sinar matahari. Donat itu membuka matanya merasa terganggu dan dikejutkan dengan penampakan burung camar raksasa sedang menatapnya intens.
"B-burung?!" Manik pink itu melotot sempurna.
"Kenapa kau di sini? Kau tersesat?" tanya burung camar dengan nada berat.
"T-tidak, aku sedang berjemur," jawab donat takut-takut.
"Sepertinya kau tersesat. Dilihat kau yang berada jauh dari manusia. Akan aku antar kau ke sana," ucap burung menunjuk ke arah timur pantai, di mana terdapat gerombolan manusia yang sedang berjemur dan berenang.
"Tidak! Jangan antarkan aku ke sana!" Donat panik saat tubuhnya diletakan di antara paruhnya. Burung itu mengepakan sayapnya bersiap untuk terbang.
"Jangan khawatir. Aku akan mengantarmu ke tempat asalmu." Perkataan burung itu bersamaan dengan kepakan sayapnya yang perlahan meninggi menuju ke arah kumpulan manusia.
Wajah donat memucat. "Jangan, kumohon aku tak ingin mati," ujarnya mengiba.
"Sudahlah kawan. Takdirmu memang berada di tangan manusia."
"Selamat tinggal." Ucapan terakhir burung camar yang didengar jelas oleh telinga mungilnya. Bersamaan dengan terjatuhnya ke hadapan bayi gempal manusia yang sedang menggigiti pasir pantai.
Bug!
"Awshh, tubuhku," ringisnya penuh pilu.
Dia telungkup dengan wajah menempel pada pasir. Bisa dia lihat makhluk-makhluk bercangkang yang berlarian menjauhi tubuhnya.
"Nyanyanya ..." Bayi laki-laki itu mengoceh kesenangan dengan mainan bebeknya.
Tes
Sesuatu yang lengkep terjatuh tepat di kepala donat. Bibir merah muda itu terbuka hendak meruntuhkan cairan lainnya.
Mata bayi itu menatap donat polos seakan dia adalah benda menarik. Tanpa diduga, bayi itu menarik tubuhnya dan membawanya ke depan mulutnya yang penuh cairan.
"Apa yang kau lakukan?! Lepaskan aku!" teriak donat ketakutan.
"Nyanyanya ..."
Bayi itu melemparkan tubuh donat ke pasir dengan keras lantas memukulnya membabi-buta menggunakan mainan bebeknya. Raut wajahnya sangat bahagia tanpa dosa.
Berbanding terbalik dengan makhluk yang sedang dipukul oleh bayi itu. Donat melolong pedih saat tubuhnya terpotong menjadi bagian-bagian kecil.
Mainan itu berhenti memukulnya, diganti dengan tangan sang bayi yang membawakannya ke depan mulut yang terbuka. Ia mati rasa bersiap menemui ajalnya.
Secara perlahan tubuhnya didorong untuk masuk ke dalam. Semakin dalam dan dalam. Terakhir yang dia lihat adalah dua benda putih yang ia yakini adalah gigi. Sesaat kemudian tubuhnya meluncur begitu saja melewati lorong sempit dan lembab.
"Tolong aku." Nadanya melirih pilu.
Sayangnya tak ada yang bisa menolongnya. Sudah terlambat. Semua terjadi begitu cepat menjadikannya potongan lebih kecil dan halus. Ia telah gugur bersama kegelapan yang menelan tubuhnya.
~•●•~
TAMAT
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutukan Donat [END]
Short StoryGadis gendut yang selalu makan dan memakan. Kesukaannya adalah donat glaze matcha bertoping choco chips. Hingga sebuah mimpi membawanya terbang dengan sihirnya. Mengubahnya menjadi benda lembut itu yang mengalami kesialan. ~•••~ Publish & revisi ula...