Pergi

10 2 0
                                    

[Rin POV]

Aku melihat seorang laki-laki dengan telinga serigala mendobrak pintu ruangan tempatku berada. Itu Len.

"Len..." panggilku lemah.

Len, secara membabi buta menyerang perampok-perampok yang tersisa di ruanganku. Ya, hanya di ruanganku. Perampok-perampok penjaga di luar ruangan ini sudah terlebih dahulu dibereskan oleh Len. Bagaimana tidak, bebeberapa orang terkapar di balik pintu ruanganku setelah dibuka paksa oleh Len.

"Kau bedebah sialan!" umpat ketua perampok itu.

Satu persatu penjaganya tumbang membuat ketua perampok itu panik. Ia perlahan mendekat ke arahku. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku, tanda tidak mau. Perlahan dia membawaku berdiri membelakangiku, meletakkan mata pisaunya tepat di leherku.

"Jangan bergerak!" seru ketua perampok itu.

Len menoleh ke arah perampok tersebut. Seluruh penjaga di ruangan ini sudah dihabisinya. Tinggal satu orang. Satu orang yang ada di belakangku ini.

"Jatuhkan pisau itu! Sekarang!" seru perampok itu.

Len menjatuhkan kedua pisau yang sudah berlumuran darah dari tangannya. Menghasilkan bunyi gemericing yang menggema ke seluruh ruangan. Aku menggelengkan kepalaku, agar dia tidak mendekat.

"Aku tidak apa Len...sungguh. Kau pergilah, cari kawanmu yang lain. Kau butuh bantuan. Tinggalkan aku"

Aku sadar ketika aku mengucapkan kalimat tersebut, Len tidak akan menyukainya. Tapi aku harus mengatakannya. Aku tidak ingin menjadi beban yang terlalu lama hinggap di pundaknya.

"Rin..." panggilnya.

Ia melangkah maju perlahan. Sedangkan aku, dalam genggaman perampok itu, berjalan mundur menjauh. Tatapaku terkunci tatkala Len menatapku. Iris abu-abu itu nampak lelah. Wajahnya sayu. Nafasnya tersengal. Dia kelelahan.

"Jika kau berani mendekat, kau akan tahu apa yang akan terjadi" ujar perampok itu dengan  nada panik.

"Berlutut!" ujar perampok itu.

Len langsung menurutinya. Ia berlutut di hadapanku.

'Stop!' pikiranku berkecamuk.

"Tundukkan kepalamu!" ujar perampok itu lagi.

Len menundukkan kepalanya dalam-dalam.

'Stop! Jangan turuti kemauannya Len!'

Perlahan-lahan, perampok itu berjalan menyamping, menyeretku keluar dari ruangan itu. Tapi sebelum itu, dia menjauhkan pisau tersebut dari leherku dan mengarahkannya pada leher Len dari belakang. Aku terkejut dan langsung menggigit lengan perampok itu. Sontak, perampok itu menjatuhkan pisaunya dan menamparku.

"Dasar kau gadis jalang! Beraninya kau menggigitku!" seru perampok itu sambil mengelus tangannya yang mulai memar karena gigitan.

Len mengambil kesempatan mengambil pisau tersebut dan menghunuskan pisau tersebut dari belakang. Aku menutup kedua mataku ketika melihat ujung pisau itu menembus dada si perampok.

"Siapa yang kau sebut gadis jalang huh? Kau menyebut dia jalang, lalu kau apa? Kau lebih busuk dari itu, dasar laki-laki tua sialan!" umpat Len.

Dengan pisau yang sama, Len memutus tali yang mengikat kaki-tanganku. Terdapat bekas merah keunguan nampak jelas di tangan dan kaki ku. Len memegang tanganku dengan lembut.

"Tanganku kotor, maaf. Tapi, apa kamu tidak apa?" tanyanya khawatir.

Aku menatapnya. Memberikan senyuman selebar yang aku bisa. Namun apadaya, kepalaku berat, dan pandanganku membuyar tidak jelas.

The Wolf that fell in love with Little Red Riding HoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang