[Rin POV]
Suara tawa meledak di ruangan itu. Ia membuka kedua tangannya dengan lebar sambil salah satunya menggenggam sebilah pisau. Sebagian dari mata bilah pisau itu berwarna merah, basah, dan mengeluarkan bau anyir yang khas.
"Menyakiti mereka? Tentu tidak nona. Mereka akan mengurangi harganya jika serigala itu terluka atau lecet. Aku tidak akan menyakitinya." ujar perampok itu sambil menyeringai.
[Len POV]
Aku mengerjapkan mataku. Tubuhku serasa hancur dan remuk. Tangan, kaki, dan sekujur tubuhku lemas. Benar-benar tidak berdaya.
Samar-samar aku melihat garis abu-abu di hadapanku. Garis-garis itu ada yang berbentuk vertikal dan horizontal. Ku mencoba mendekatkan tanganku ke garis-garis tersebut. Dingin.
Aku memaksa mataku untuk membuka lebih lebar. Dengan sisa kekuatan yang ada, aku berusaha memahami situasi yang ada di sekitarku saat ini.
'Ini besi? Aku dikurung?'
Aku melihat ke arah tanganku. Tanganku masih berbentuk kaki serigala.
'Ah, aku belum kembali ke wujud manusia'
Aku menatap sayu secercah cahaya yang masuk di dalam ruangan itu. Kepalaku sangat sakit. Sekilas aku menangkap samar suara langkah kaki berjalan ke arah ruangan ini.
"Apa serigala itu sudah sadar?" ujar seorang pria.
"Belum Tuan. Serigala itu masih belum sadar" ujar seorang pria lagi.
"Hmm, biarkan serigala itu tidur lebih lama. Kita harus melelangnya besok." ujar pria yang dipanggil 'Tuan' itu tadi.
"Baik Tuan" ujar beberapa pria.
Aku memejamkan mataku. Memfokuskan diriku untuk mengembalikan wujudku ke wujud manusia. Dengan sisa-sisa kekuatan yang ada, aku berusaha untuk menarik insting manusia ku untuk keluar. Dengan napas berat, aku membuka mataku. Aku belum kembali.
'Apakah aku akan menjadi serigala seutuhnya?'
'Apakah cakar dan taringku ini akan menetap di diriku selamanya?'
'Apakah aku tidak bisa menggenggam tangannya lagi? Kaki serigala ini terlalu kotor untuk gadis bersih sepertinya'
'Aku ingin memeluknya, mengelus lembut kepalanya, mencubit pipinya, dan melihat senyumnya lagi'
'Aku ingin melihat tawanya. Aku ingin memakan apel yang sama seperti apel saat pertama kita bertemu'
Tanpa sadar, aku memikirkan Rin. Aku tidak biasa menangis untuk orang lain, bahkan ketika aku melihat teman-temanku mati, aku tidak menangis. Tapi air mataku meleleh ketika aku mengingat gadis itu.
Aku memejamkan mataku. Memori-memori senang ketika diriku menjahilihi Rin muncul di bayanganku. Wajahnya ketika marah, sedih, senang, tertawa, semuanya muncul membentuk sebuah klip singkat di dalam ingatanku. Aku menghembuskan napasku kasar dan membuka mataku.
Aku melihat seseorang berbaju putih berdiri di depan kurunganku. Aku berusaha menggerakkan kepalaku untuk melihat ke atas, sayangnya aku sudah tidak kuat lagi.
Lelaki itu berlutut, bertumpu pada satu kakinya. Wajahnya samar. Cahaya lembut muncul dari wajahnya. Dengan satu sentuhan, gembok dan rantai yang mengunci kurungan yang mengurungku berhamburan seperti debu. Menghasilkan cahaya-cahaya kecil yang terbang ke udara dan hilang tanpa jejak.
"Gawr..."
'Aku mendengarmu'
Suara pria itu mengetuk pintu batinku. Ia meletakkan satu telunjuknya di depan mulutnya.
'Kau tidak perlu berbicara. Untuk sekarang, kondisimu sedang lemah. Jangan membuang tenagamu. Dia sedang menunggumu di ruangan seberang sana. Kau harus menyelamatkannya. Kau ingat janjimu kan?'
Aku mengerjapkan mataku beberapa kali. Mataku berbinar ketika pria itu menyebut kata 'Dia'. Kedua tangannya diletakkan di atas kedua kaki depanku. Dengan seketika, secara paksa, dia berhasil menarik insting manusiaku keluar. Wujudku kembali menjadi manusia.
"Bagaimana bisa...Kau...Siapa kau?" ujarku dengan suara parau.
"Aku? Aku Bulan" ujarnya.
Belum pernah aku mendengar suara setenang dan selembut ini. Pria itu kembali mengeluarkan cahaya dari tangannya. Cahaya itu berbentuk seperti benang-benang halus yang mengelilingi badanku yang penuh luka. Dengan sekejap mata, cahaya itu menghilang dan menyembuhkan seluruh luka di badanku.
"Kau sudah aman sekarang. Kau tidak punya waktu banyak. Selamatkan dia." ujar 'Bulan'.
"Terima kasih, terima kasih" ujarku sambil bersujud.
Ia mengangkat badanku. Ia menggeleng, "Berterima kasihlah pada Tuhan. Aku hanya Bulan"
"Terima kasih Tuhan. Terima kasih Bulan" ujarku.
Seluruh tenagaku telah kembali secara ajaib karena cahaya itu. Tanpa pikir panjang, aku langsung bangkit dan beranjak ke ruangan dimana Rin berada.
'Ingat Len. Tuhan memberimu kesempatan untuk menyelamatkannya. Kau harus bisa menebus hal-hal yang sudah pernah dilakukan oleh pendahulumu. Ingat itu Len'
Suara pria itu kembali bergema di dalam kepalaku. Peringatan itu aku ingat dengan baik di dalam pikiranku.
[Author POV]
"Bagaimana tugasmu?" sabda Tuhan.
"Sudah Yang Mulia. Aku juga sudah menyampaikan pesan Anda" ucap 'Bulan'.
"Baiklah. Kali ini ending seperti apa ya yang harus aku buat? Apakah mereka memiliki ending yang sama?" sabda Tuhan.
---
Len keluar dari kurungan dan berlari menuju ruangan Rin. Len mendobrak pintu yang menghalangi, membuat dua perampok yang menjaga ruangan Len terkejut. Dua penjaga itu dengan sigap mengeluarkan pisau yang mereka simpan di pinggang mereka. Secara bersamaan, mereka menyerang Len dari dua arah. Len menghindari gerakan mereka secara lihai. Kakinya dengan gesit berlari kesana kesini. Dengan cepat, kedua pisau perampok tersebut sudah berpindah tangan di tangan Len. Ketika dia melihat celah di kedua perampok tersebut, ia menusuk tepat di dada perampok itu, dan mencabut kembali pisau tersebut. Kedua perampok penjaga itu langsung terkulai lemas dengan darah dimana-mana.
"Jika aku berkata akan membunuh, maka aku akan lakukan" gumam Len.
---
Di sisi lain, Rin terlihat sangat buruk. Bibirnya kering berwarna ungu, di wajahnya masih terdapat noda darah kelinci kering yang tadi ia dapatkan. Matanya memerah, perih, dan air matanya kering. Nafasnya tersengal-sengal. Suaranya parau dan masih terdengar suara isakan sesenggukan.
"Sudah puas menangis nona? Lihatlah dirimu. Kau buruk sekali" ujar ketua perampok itu.
Rin sudah enggan menanggapi perampok itu. Dia sudah lebih dari lelah. Tenaganya sudah habis untuk menangis. Ia berusaha keras untuk menguatkan dirinya. Dia meyankinkan dirinya bahwa seseorang akan menyelamatkannya. Ia tanpa henti berharap kepada Tuhan untuk memberikan dia kesempatan.
'Tuhan, aku lelah'
'Tuhan, aku ingin bertemu ibu'
'Ayah, tolong aku'
'Len'
'Len'
'Len'
"RIN!"
A/N : Yihaaaa. Sampe sini dulu keknya. Sabar yak. Habis ini kelar kok.
Thank you for reading this part. I hope you all enjoy it.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Wolf that fell in love with Little Red Riding Hood
FanficFiksi. Ini memang bisa di sebut cerita fiksi. Tapi, kejadian sebenarnya sudah dimulai. Skenario yang tak terduga telah terungkap. Based on song : Ookami wa Akazukin Ni Koi wo Shita Kagamine Rin and Len