Skenario Tuhan (Ending)

13 1 0
                                    

[Len POV]

"Huaaaammm...."

Aku membuka mata perlahan, cahaya matahari telah mengganggu tidur lelapku. Aku bangun, terduduk, dan melihat ke arah sekitar. Aku mengacak rambutku sesaat dan beranjak menuju tepian sungai.

Aku menangkupkan air di dalam kedua tanganku, membasuh wajahku yang masih terselimuti aura mengantuk. Aku menepuk wajahku dengan kedua tanganku beberapa kali, memaksa diriku agar sadar sepenuhnya.

'Sudah kembali ke hari-hari biasa ya' pikirku.

'Apakah dia akan datang?'

"...ck, mungkin tidak" gumamku.

Sepanjang jalan kembali dari sungai, kulihat beberapa hewan sudah mulai beraktivitas untuk mencari makan. Ini pagi yang cerah untuk mengumpulkan makanan. Namun, aku tidak berpikir seperti itu.

'Aku menunggu seseorang. Seseorang yang kudambakan sejak pertama kali kami bertemu'

Aku berjalan menuju tempat yang dijanjikan. Sebuah pohon yang teduh, tidak cukup tinggi, namun menenangkan. Aku duduk di bawah pohon tersebut dan memejamkan mata.

'Aitakatta...'

[Rin POV]

"Ayolah ibu, aku sudah tidak apa-apa. Sungguh!" seruku.

"Kau baru saja kembali ke rumah, Rin! Dan sekarang kau mau keluar lagi dan menemui serigala itu?!" seru ibu tidak mau kalah.

"Dia manusia ibu! Aku akan baik-baik saja selama bersamanya!" ujarku sambil mengambil keranjang yang baru aku beli. Aku membuka tungku pemanggang roti dan mengambil roti buatanku yang masih hangat keluar dari tungku. Dengan hati-hati ku masukkan ke keranjang, tak lupa aku mengambil toples selai apel yang baru saja dingin.

"Rin...kau tidak mau mendengarkan ibu lagi?" ujar ibu sedih.

Aku berdiri dan berjalan ke arah ibu. Aku menggenggam kedua tangan ibu dengan lembut. Kurasakan kedua tangan itu bergetar ketakutan.

"Ibu, ibu tidak percaya dengan Rin?" tanyaku.

"B-bukan, bukan ibu tidak percaya. Ibu hanya takut kamu kenapa-kenapa lagi sayang. Ibu khawatir" ujar ibu menahan suaranya yang terisak.

Aku sangat paham perasaan ibu. Ia tidak mungkin membiarkan anak gadisnya keluar rumah sekali lagi setelah baru saja bebas dari perampok. Semua orang tua akan merasakan hal tersebut saat anak mereka menghilang. Tapi janji tetaplah janji. Aku berjanji kepada Len untuk datang setiap hari dan mengajaknya bermain bersama.

"Maafkan aku ibu, tapi aku sudah berjanji kepadanya. Aku akan pulang sebelum petang datang" ujarku sambil menunjukan kedua jariku.

Raut wajah ibu masih menunjukkan keengganan untuk memberiku izin. Ibu berjalan menjauh dan duduk di meja makan. Ibu terdiam.

"Ibu..." rajukku mengikutinya.

"Rin, apa kau tau dongeng berjudul 'Serigala dan Gadis Bertudung Merah'?" tanya ibu.

Seluruh badanku terfokus kepada ibu ketika ibu menyebutkan judul tersebut. "Nenek pernah menceritakannya, tetapi tidak sampai habis, karena hari sudah petang pada saat itu, dan nenek menyuruhku untuk cepat pulang. Memangnya kenapa bu?" tanyaku.

"Kau tidak boleh bertemu dengan manusia serigala itu!" seru ibu tiba-tiba.

"Ibu...ibu, kalau ibu tidak menjelaskan padaku kenapa, aku akan tetap pergi, bu" ujarku gigih.

"Sejak kapan kau memiliki perasaan khusus kepada manusia serigala itu Rin?" tanya ibu lagi.

Mataku membulat. Aku cukup terkejut dengan pertanyaan ibu.

The Wolf that fell in love with Little Red Riding HoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang