"Assalamualaikum, Kak."
Keluarga Alvan baru saja sampai di makam Azam. Terpampang jelas nama Azam Esfand Ghifari bin Hasbi Ghifari di nisan. Sangat menyakitkan untuk diingat. Mereka berjongkok dengan berjejer di samping kanan dan kiri makam.
"Kak, kangen." Lirihan si kecil Alvan berhasil membuat semua mata berkaca-kaca.
"Peluk saja sayang kalau mau!" titah Mira.
Karena posisinya di pangkuan Mira, Alvan turun lebih dulu. Perlahan tangan kecilnya meraih papan nisan sang kakak dan memeluk dengan erat. Tangis pilu tak tertahankan.
"Kak ... hiks ... Kak..." Alvan meracau terus memanggil kakaknya. Seakan dia tengah bersama kakaknya.
"Sayang, sudah ya." Mira tak tega melihat putranya terus menangis. Tak bisa dipungkiri jika Alvan dan Azam sangatlah dekat.
"Nda ...." Alvan beralih memeluk ibundanya dan menangis lebih kencang.
"Cup ... Cup ... Sayang, Dek, tenang, Nak." Mira berusaha menenangkan anaknya.
"Hiks ... Kakak...!" racau Alvan.
"Adek, jangan gini, Nak. Kasihan kakak di sana." ucap Mira.
Hiks ... Hiks ... Hiks ....
Suara tangis Alvan terdengar sangat menyakitkan untuk yang lain. Isakan mendominasi suara sekarang.
"Sayang, pulang ya, Nak. Istirahat!" ucap Hasbi mendekati Alvan yang masih menangis di gendongan Mira.
"Sebentar hiks ... Ayah," jawab Alvan sesenggukan.
"Kalau masih mau di sini, jangan nangis, sayang. Kasihan Kakak, nanti di atas sana Kakak ikut sedih kalau Adek nangis," ujar Hasbi.
Alvan memejamkan matanya untuk menghentikan tangisannya. Setelah sedikit berkurang anak itu kembali membuka matanya. "Iya, Ayah."
"Sini sama ayah!" Hasbi mengambil alih Alvan dan kembali mendekatkan anak bungsunya ke makam Azam.
"Di elus sayang!" ujar Hasbi membuat Alvan mengulurkan tangannya mengelus papan nisan sang kakak.
Kak, ayo main lagi! Adek kangen. Kakak sudah lupa sama adek ya? Katanya kita bisa main di mimpi. Tapi, sampai sekarang Kakak ngga main. batin Alvan.
"Ayah, pulang. Pusing lagi," pinta Alvan.
"Pusing lagi? Ya sudah ayo pulang!" balas Hasbi.
"Kak, adek pulang ya " lirih Alvan mengusap papan nisan sekali lagi sebelum tangannya beralih memeluk ayahnya bermaksud meminta digendong.
"Kak, kita pulang dulu " ucap Hilmi.
"Yang tenang disana, Dek. Kakak pulang," sambung Hana.
"Pangerannya bunda, bahagia di sana ya. Yang tenang. Bunda pulang dulu, Assalamualaikum." pungkas Mira.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alvan||In Syaa Allah Jannah[On Going]
Teen FictionAlvan Firas Ghifari. Laki-laki yang ditakdirkan menjadi anak bungsu. Menjadi bungsu bukan berarti hidupnya bahagia ataupun dimanja. Ia justru kekurangan kasih sayang sedari usia lima tahun. Tepatnya saat salah satu kakaknya meninggal disaat bermain...