Waktu tak terasa berjalan begitu cepat. Tanaman hias yang selalu disirami Miyu semakin tumbuh dengan subur. Semangka yang ditanamnya bersama Jung di halaman belakang rumah sudah berbuah dan siap dipanen.Ya. Sudah sebulan berlalu dan Miyu merasa sudah sangat mampu beradaptasi dengan rumah besar itu. Dia berpikir awalnya akan sangat sulit. Tapi ternyata tidak. Justru, Miyu menikmatinya.
Semua juga berkat Jung. Pria itu selalu menemaninya mengobrol. Hal yang dulu begitu mustahil Miyu lakukan.
Hari ini dia seperti biasa menjalankan rutinitas membersihkan setiap sudut rumah dan menjaganya sepanjang waktu agar tak kotor. Dimulai dari halaman depan, halaman belakang. Miyu juga sudah terbiasa melakukan pekerjaan sulit seperti mencuci selimut dan sprei;memasakkan sarapan, makan siang, makan malam dan mengobrol berjam-jam dengan Jung di teras. Bicarakan apa saja. Bercanda apa saja hingga waktu tidak terasa sudah berlalu.
Jung tak sepenuhnya pengangguran. Pria itu juga sepertinya tiap hari memantau Macbook-nya dan Miyu kadang melihat Jung mengerjakan entah apa di sana. Jung juga sering bertelepon dengan seseorang. Membicarakan sesuatu yang Miyu tak mengerti walau dia tau bahwa itu adalah sesuatu yang penting. Jadi teringat ucapan Jung tentang 'mengubah keadaan kembali seperti semula'. Ini cukup masuk di akal.
Jam setengah delapan malam Mayleen sudah pulang. Ya, lebih awal dari biasanya. Miyu mendengar suara mobilnya saat dia sibuk menyetrika baju di ruangan khusus di rumah itu. Untungnya Miyu sudah masak makan malam untuk pasangan itu jadi dia tak perlu khawatirkan apapun lagi. Seusai menyetrika dia akan langsung tidur.
Mayleen selesai mandi saat dia turun menghampiri Jung yang sedang ada di meja makan. Wanita itu menarik kursinya dan menerima piring yang disodorkan Jung untuknya. Pria itu juga mengambilkannya nasi juga lauk untuk sang istri. Begitu perhatian sampai Jung pun mendaratkan elusan demi elusan di kepala Mayleen.
"Terima kasih," ucap Mayleen.
Jung membalasnya dengan senyum. Berharap mereka kali ini aman tanpa pertikaian.
"Mana Miyu?" tanya Mayleen saat dia mulai menyantap makanannya.
"Ada di ruang pakaian," katanya. Jung bertopang dagu.
Mayleen mengangguk. "Setelah sebulan lebih bekerja di sini, menurutmu pekerjaannya memuaskan?" tanya wanita itu.
"Eum, dia rajin sekali. Aku suka. Tapi," Jung menghela. "Aku masih tidak tega melihat kau memperlakukan temanmu seperti ini. Aku berniat mencarikannya pekerjaan lain."
"Memangnya pria bermasalah sepertimu punya relasi untuk memasukkannya ke perusahaan? Dia hanya lulusan SMA. Ya cocoknya jadi buruh pabrik, atau asisten rumah tangga, atau pegawai part time. Apa lagi?"
Jung tak bisa menjawab. Ucapan pedas Mayleen sangat menyebalkan untuk didengar. Seolah lulusan SMA itu tak bisa lakukan apa-apa. Padahal kemampuan seseorang kadang tak diukur dari strata pendidikan semata. Ya walau itu yang terpenting, tapi tetap saja menyebalkan mendengar Mayleen meremehkan orang begitu.