Ada hal yang lebih membuat Miyu panik ketimbang dia kebelet mau buang air kecil saat ini. Yakni memasakkan makan malam. Dia panik karena kan itu sudah tugasnya.
Biasanya, hanya Jung yang memakan masakannya. Tapi kalau Mayleen pulang lebih awal, mereka akan makan bersama.
Tapi Miyu ingat kalau Mayleen tadi pulang bahkan lebih awal lagi.
Maka dari itu Miyu memaksa tubuhnya yang tak siap untuk bangkit dan beranjak hendak keluar kamar.
Namun sebelum mencapai pintu dia menoleh ke jam berbentuk kepala kucing menempel di dinding---benda yang pertama kali menarik perhatiannya sejak pertama kemari sekitar sebulan lalu.
Jam itu ternyata sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam. Dan dia pikir sudah percuma. Mereka pasti sudah makan. Mungkin Jung yang memasak, atau pesan lewat delivery.
Miyu pun baru sadar ada nampan yang terdapat gelas berisi air, semangkuk nasi dan semangkuk sup beserta catatan kecil di nakas. Miyu menghampirinya dan meraih catatan kecil itu yang bertuliskan,
"Semoga lekas sembuh, Miyaw :) by J"
Manis sekali. Senyumnya terulas sempurna. Dia pun keluar dari kamar walau saat hendak masuk ke dapur, Miyu terkejut dan spontan menghentikan langkah karena ada Mayleen bersama Jung di sana. Entah apa yang dipikirkan Miyu saat dia malah menyingkir ke balik dinding.
Jung barusan menutup pintu lemari pendingin saat Mayleen memeluknya dari belakang. seolah membujuk pria itu yang tengah marah karena dari samping Miyu bisa melihat ekspresi cemberut Jung.
Tetapi saat Mayleen menarik tangannya lalu berjinjit untuk mencium bibirnya, Jung membalas ciuman itu setelah beberapa saat. Tangan Mayleen masuk ke piyama tidur yang dikenakan Jung---meraba-raba sesuatu di dalamnya dan dengan segera keduanya terlibat ciuman panas.
"Bodoh! Aku sedang apa sih?!" jerit Miyu dalam hati. Dia lekas balik ke kamar pelan-pelan supaya tidak ketahuan manakala mendengar rintihan Mayleen dan peringatan dari Jung agar tidak berisik. Lalu mereka pindah ke kamar.
Miyu tidak tau harus apa. Bahkan, dia menahan keinginannya ingin buang air dan memusutkan untuk tidur saja lagi.
Dan semalaman, mati-matian Miyu mengenyahkan pikirannya akan apa yang dia lihat. Sudah dua kali dia melihat adegan vulgar di depan matanya.
Wajar Miyu, mereka suami istri. Bukankah itu bagus bagi Jung? Dia bisa menyentuh Mayleen setelah kemarin dia dikecewakan. Jung pasti merasa senang. Ya. pasti.
"Hai Miyu."
Miyu terlonjak. Mayleen muncul dari belakangnya saat dia sedang mencecap rasa tumis yang dia buat.
"Ups. Aku mengejutkanmu?"
Miyu menggeleng. "Hey. Mau sarapan?"
"Eum tidak."
"Kenapa kebiasaanmu masih belum berubah sih? Sarapan di pagi hari itu perlu agar tenagamu terisi penuh seharian."
"Tapi perutku sudah terbiasa untuk tidak menerima asupan sarapan."
"Oke. kalau begitu apa aku buatkan kopi saja?"
"Ya aku ingin. Tapi pagi ini aku ada meeting di luar. Jadi," Mayleen mengendikkan bahu. "Tidak perlu. Terima kasih."
"Hai sayang," sapa Mayleen ceria. Sosok Jung muncul. Miyu berbalik sekilas untuk melihat wajah baru bangun itu. Rambut berantakan Jung selalu tampak lucu.
"Aku terkejut kau tidak ada di sampingku," kata Jung. Dia menghampiri Mayleen.
Miyu pura-pura tidak lihat padahal dia tau keduanya sedang bemesraan di belakang. Dia masih serius memasak.
"Morning Miyaw."
"Morning."
"Aku harus bersiap ke kantor." ujar Mayleen. Dia mengecup pipi Jung dan bergegas naik ke kamarnya.
Tak lama Miyu berbalik dan terkejut dahinya tiba-tiba menubruk sesuatu yang keras. Dia mendongak dan ternyata benda keras itu adalah dada milik Jung yang menatapnya jahil.
"Dasar pendek."
"Kenapa tiba-tiba ada di belakangku, Tuan."
"Mau mengejutkanmu."
Miyu mengerutkan dahi. "Dasar kekanakan." Lalu dengan sekuat tenaga, Miyu menyingkirkan tubuh raksasa Jung.
Pria itu mengekorinya yang sedang mengambil stok persediaan garam dari lemari di sisi kiri pantri. "Bagaimana keadaanmu?"
"Sudah baikan. Oh ya terima kasih untuk yang kemarin. Kau benar, aku terlalu sering mengkonsumsi obat pereda nyeri yang efeknya kadang membuatku pusing. Mulai sekarang aku akan melakukan caramu."
"Great. Dan kemarin aku lihat semangka yang kita tanam di halaman belakang sudah siap panen."
"Oh iya. Aku juga lihat."
Miyu melempar senyum. Dan dibalas begitu manis oleh Jung. Mendadak dia menyesali perbuatannya. "Sebelum musim dingin datang, kita harus memanennya."
"Kebetulan lusa keluarga Mayleen dan keluargaku akan datang untuk makan malam."
"Oh bagus," Miyu mematikan kompor. Masakannya sudah matang. "Dan sepertinya aku harus pergi belanja. Semua persediaan sudah habis."
"Aku temani." Jung mengangguk.
"Terima kasih. Tapi..."
"Sarapannya nanti saja."
"Baiklah kalau begitu."
Jung memperhatikan Miyu yang lumayan kesulitan melepas apronnya. Maka dari itu Jung datang untuk membantu.
"Eum, aku penasaran." Jung mengerutkan dahi. Dia sudah mengingat perihal benda kenyal dan lembab itu tadi malam saat mencium Mayleen. Samar-samar wajah bingung Miyu terlintas di otaknya.
"Thanks," ucap Miyu saat apron bertali gurita itu berhasil lepas dari tubuhnya. "Apa lagi kali ini?"
"Kau tau orang yang sedang mabuk punya ingatan super buruk, 'kan?"
Sepertinya ... Miyu sadar kemana arah ucapan Jung. Miyu mengerjap. "Ya. Tidak selalu," balas Miyu.
"Aku termasuk di dalamnya."
"Terus?"
"Malam itu sewaktu aku mabuk, apa terjadi sesuatu?" tanya Jung.
"Ti...dak," Miyu menggeleng. "Hey, aku bersiap dulu ya," kata Miyu seolah menghindar. Dia masuk ke kamar dengan jantung hampir melompat seperti letupan popcorn.