Miyu sedang berada di stan bumbu dapur. Mencari bahan masakan untuk membuat Kimchi. Dia terlalu sibuk sampai tidak sadar seorang ibu sudah memperhatikannya sejak tadi. Dan ibu itu menghampirinya. “Suamimu tampan.”
Miyu langsung menoleh dengan tatapan tak mengerti. Namun saat tatapan si ibu menuju ke arah Jung, mulut Miyu terbuka. Walau ucapannya terpotong tepukan di punggung,
“Darimana kau mendapatkannya?” telunjuk Si Ibu mengarah pada Jung yang sedang ada di stan sayuran dan sedang memilah sawi segar. Jung terlihat bingung dengan mulut sedikit terbuka---menimbang-nimbang sawi mana yang lebih bagus untuk dijadikan Kimchi.
Si Ibu menatap Jung seperti seorang penggemar yang bertemu idola. “Aku selalu berharap anakku yang perempuan menikahi laki-laki seperti itu. Tampan dan baik. Kau beruntung. Anakku sekarang bahkan bilang tidak ingin menikah. Kerjanya hanya berdiam di rumah, makan, tidur, dan selalu memegang ponselnya sepanjang hari. Aku takut dia jadi perawan tua dan hidup menyedihkan jika belum juga menikah.”
Miyu juga berharap dia menemukan pria agar tidak jadi perawan tua.
“Eum … sebenarnya…,” Miyu menoleh pada Jung. Pria itu tersenyum. Mulut Miyu terasa kelu.
“Lihat. Kau beruntung. Dia sangat mengagumkan.” Si Ibu memukul-mukul pantatnya pelan sebelum pergi menghampiri Jung.
Miyu terkejut. Ingin mengklarifikasi kepada Si Ibu bahwa Jung bukan suaminya, tapi kedua orang itu malah tertawa. Jung apalagi. Terakhir dia mengatakan, “Kamsahamnida” berulang sampai Si Ibu pergi.
Miyu mendorong trolinya mendekati Jung.
“Dia bilang apa?” tanyanya.
“Katanya aku tampan.” Jung memasukkan beberapa sawi ke troli dan mengambil alihnya dari tangan Miyu.
Miyu sudah menduga. Namun dia sedikit panik saat Jung menambahkan,
“Dan beruntung punya istri sepertimu.”
“Lalu kau bilang apa?”
“Hanya tertawa dan bilang terima kasih.”
Miyu meringis. Kenapa ibu-ibu sekarang itu mengerikan, ya? Dia pun berlalu mendahului Jung, “Aneh sekali. Apa salahnya berkata jujur,” katanya.
“Tidak baik menjatuhkan kesenangan orang tua.”
“Dan berbohong adalah tindakan tidak terpuji.”
“Ada kalanya kau berbohong demi kebaikan.”
“Tidak ada yang seperti itu. Kebohongan tetap kebohongan. Lihatlah Pinokio yang hidungnya bertambah panjang tiap kali dia berbohong. Apapun jenis kebohongan yang dia lakukan, hidungnya akan terus memanjang.”
Jung tertawa lebar dan membiarkan Miyu berjalan lebih dulu menuju kasir. “Tidak perlu, biar aku saja,” kata Miyu ketika Jung hendak mengeluarkan kartunya untuk membayar.