Anyelir Sukma tidak paham dengan apa yang terjadi di Minggu pagi yang cerah itu. Dirinya baru saja turun dari kamarnya yang terletak di lantai dua, dan tahu-tahu ia disambut umpatan kasar Ergan Dewanta, sang suami.
"Kamu benar-benar murahan, ya. Aku nggak nyangka kalau selama ini aku sudah menikahi wanita yang salah. Aku nggak nyangka kalau selama ini aku sia-sia mencintai kamu," ucap Ergan. Kemarahan bercampur kekecewaan terpampang jelas di wajahnya. Anyelir tidak segera membalas perkataan suaminya. Ia hanya bisa terpaku di pijakan tangga terakhir. Rasanya menyakitkan mendengar kata-kata itu keluar dari bibir lelaki yang sangat ia cintai.
Setelah menguatkan hatinya, Anyelir akhirnya bersuara. "A-apa maksud kamu, Mas? Kenapa kamu berbicara seperti itu? Aku ... aku memangnya salahku apa?" Tangannya mendekap erat tubuh putranya yang masih terlelap dalam gendongannya, takut-takut kalau putranya akan terbangun karena mendengar suara keras Ergan.
Tawa Ergan mendadak terlontar. Ditatapnya Anyelir dengan sinis. "Kamu masih bertanya apa salah kamu? Kamu bahkan nggak menyadari kesalahanmu, An?" Ergan tertawa getir. "Aku pikir, kamu akan langsung meminta maaf. Kenapa nggak kamu jelaskan saja siapa laki-laki di foto itu?"
Anyelir semakin tidak paham dengan maksud perkataan suaminya.
Mata wanita itu mulai berkaca-kaca mendengar nada suara Ergan yang dingin. Belum pernah Ergan berbicara kepadanya dengan cara seperti itu sebelumnya."Kamu ngomong apa sih, Mas? Foto apa? Laki-laki yang mana?" Mata Anyelir mulai berkaca-kaca. Ibu mertuanya yang sedari tadi hanya menjadi pendengar dan duduk tenang di sofanya akhirnya bangkit. Wanita paruh baya itu lantas berjalan mendekati putranya.
"Benar firasat saya dari awal, kalau kamu memang tidak pantas untuk putra saya," ucap wanita itu, "kamu hanya anak panti, orang miskin yang sama sekali tidak pantas untuk kalangan kami. Selain miskin harta, ternyata kamu juga miskin moral. Dasar wanita murahan."
Hinaan itu sungguh melukai perasaan Anyelir. Air mata yang sedari tadi ditahannya akhirnya merebak juga. Harga dirinya sedang diinjak-injak. Rasanya jauh lebih sakit ketika dirinya menyadari, hal itu disebabkan oleh orang-orang yang teramat dikasihinya. Anyelir kehilangan kata-kata. Dia bahkan tidak bisa membalas kata-kata menyakitkan itu untuk membela diri. Tubuhnya seakan membeku. Kakinya sama sekali tak bisa ia gerakkan.
"Kamu ... aku sangat muak dengan wajah kamu yang sok polos itu. Aku muak dengan wajah anak itu," teriak Ergan, "jadi, lebih baik kamu pergi dari rumah ini." Ergan mengalihkan pandangannya dari sang istri.
Anyelir tampak putus asa. Ia tak sanggup melihat wajah terluka Ergan yang penuh amarah. Ia tak bisa melihat Ergan diam saja tanpa menjelaskan kesalahannya. Rasa putus asa itu menghancurkan Anyelir.
"A-apa maksud kamu, Mas? Kenapa kamu bicara seperti itu? Bagaimana dengan anak kita?" tanya Anyelir dengan suara paraunya.Ergan tidak menjawab. Matanya menatap ke sembarang arah, tak ingin memandang Anyelir.
"Kamu tidak mendengar apa yang anak saya katakan?" bentak mertuanya, "kamu diusir dari rumah ini, Anyelir. Sebaiknya kamu kemasi barang-barang kamu dan pergi dari sini. Sebelum saya sendiri yang menyeret kamu keluar."Anyelir menggelengkan kepalanya beberapa kali, tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Tangisnya pecah. Ia tak bisa menahannya lebih lama lagi. Bersamaan dengan itu, tangis bayinya yang terbangun pun terdengar.
"Mas Ergan, Mas bercanda, kan?" Anyelir bertanya dengan bodohnya. Wanita itu menatap penuh luka pada suaminya yang hanya diam dengan pandangan yang tertuju ke tempat lain. Anyelir berharap Ergan melakukan sesuatu. Ia berharap Ergan menentang ucapan ibunya dan memeluknya serta putra mereka.
"Kamu sudah mendengar semuanya dari mamaku," ucap Ergan pelan, napasnya naik turun tak beraturan, sebelum akhirnya melangkahkan kaki, pergi dari hadapan Anyelir.
Senyum sinis tersungging di bibir ibu mertuanya. Wanita itu mendekati mendekati Anyelir, sementara Anyelir masih tersedu di tempatnya. Ia sama sekali tidak tahu apa kesalahannya hingga kenyataan menyakitkan ini menghancurkannya tiba-tiba.
"Biar saya saja yang mengemasi baju kamu," begitu ucap ibu mertuanya, yang lantas berjalan melewatinya.
Anyelir menatap punggung Ergan yang mulai menjauh dengan pandangan kabur, tanpa menyadari bahwa bahu laki-laki itu bergetar. Tak ada yang tahu bahwa detik itu, Ergan Dewanta juga tengah menitikkan air mata.
-Tbc
Hai, sesuai janji, akhirnya ini dipublish juga. Jadi, ini cerita Untuk Arkan versi barunya, ya. Semua dirombak kalau di sini, alurnya udah beda banget sama yang di Wattpad waktu itu, begitu juga sama nama-nama tokohnya.
Jujur, saya suka banget sama versi baru ini, semoga kalian juga suka ^^
Oh iya, jangan berekspektasi tinggi dengan cerita ini, ya. Saya merasa cerita ini banyak cacatnya. Barangkali alurnya yang kurang enak untuk dibaca dan sebagainya. Teman-teman boleh banget kalau mau memberi krisar. Akan saya terima dengan senang hati. Terima kasih banyak. 🙏🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfectly Broken | Tamat
ChickLit[CERITA MASIH LENGKAP] Anyelir tahu mencintai Ergan adalah hal termenyakitakan yang pernah ia rasakan. Terlebih ketika Ergan melontarkan caci-maki padanya juga pada Regan, yang notabenenya putra kandung laki-laki itu sendiri untuk alasan yang tak pe...