PB - TIGA

11.6K 1K 25
                                    

Waktu kerjanya sudah berakhir. Anyelir berkemas dan bersiap untuk pulang. Dihampirinya Regan yang juga sudah berdiri dari duduknya, menunggu sang ibu menggandeng tangannya. Anyelir keluar dari pantri melewati lorong yang menghubungkan pantri dengan lobi.

Kantor sudah cukup sepi, hanya menyisakan para pramubakti serta dua satpam, yang salah satunya berjaga di depan pintu masuk lobi, dan yang satunya lagi di pos dekat gerbang masuk.

Ketika keluar dari gedung itu, Anyelir disambut oleh sahabat dekatnya, Dimas, yang sudah duduk manis di atas motor matic-nya. Lelaki itu tersenyum menyambut Anyelir dan Regan.

"Ayo, aku antar pulang," kata Dimas.

Anyelir tersenyum canggung, lantas menggelengkan kepalanya pelan. Sementara Regan bersembunyi di balik tubuh ibunya. Meski sebenarnya dia dan Dimas cukup dekat, tetapi anak itu selalu malu-malu.

"Nggak perlu, Dim. Aku naik kendaraan umum aja," kata Anyelir, "lagi pula rumah kita berlawanan arah. Aku nggak mau repotin kamu."

Dimas langsung cemberut. "Aku nggak pernah loh, ngerasa direpotin sama kamu."

"Aku ngerasa nggak enak aja. Mungkin lain kali aku akan menerima tumpangan kamu." Anyelir tersenyum.

Dimas menghela napas. Tatapan lelaki itu lantas tertuju pada Regan.

"Regan nggak mau Om antar pulang?"

Regan menatap Anyelir sebentar, sebelum memberi gelengan tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Dimas mendesah kecewa. Kalau Regan sudah menolak, itu artinya ia tidak punya cara lain untuk membujuk Anyelir.

"Lain kali janji, ya, kamu dan Regan bersedia aku antar pulang," katanya.

Anyelir hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Ya udah, aku pulang duluan, ya," ucap Dimas akhirnya. "Regan, Om duluan, ya."

Regan mengangguk malu-malu.

Sesaat kemudian motor Dimas melaju dan akhirnya menghilang dari hadapan Anyelir dan Regan.

Anyelir tersenyum, menggeleng-gelengkan kepalanya sebelum akhirnya menapaki tangga dan mulai berjalan meninggalkan area kantor.

Anyelir tidak tahu saja, bahwa sejak tadi, di balik pintu lobi ada Ergan yang terus memperhatikan dan mencuri dengar perbincangannya dengan Dimas.

***

Tangan Ergan tampak mengepal erat hingga buku-buku jarinya memutih. Wajahnya memerah menahan amarah, hatinya serasa panas menyaksikan kedekatan Anyelir dengan laki-laki lain. Harusnya Anyelir tidak boleh dekat dengan laki-laki mana pun.

Sepertinya Ergan harus membuat perhitungan untuk lelaki yang berani mendekati miliknya.

Tunggu!

Miliknya?

Ergan merasa lucu dengan itu. Kenapa ia bisa berpikir bahwa Anyelir adalah miliknya, setelah apa yang sudah dilakukannya terhadap wanita itu. Setelah apa yang wanita itu lakukan terhadapnya. Harusnya ia tetap membencinya, kan? Mungkin ia hanya tidak suka Anyelir bahagia. Tapi jika benar begitu, mengapa ia merasa sakit hati melihat ekspresi terluka wanita itu ketika ia memperlakukannya dengan kasar?

Apa pun itu, ia tidak suka dan tidak akan membiarkan ada laki-laki yang mendekati Anyelir Sukma, mantan istrinya.

***

Pikiran Anyelir masih belum beranjak dari pertemuannya dengan Ergan pagi ini. Anyelir tidak menyangka, jika laki-laki yang pernah ia anggap sebagai lelaki terbaik di dunia tega menyebut putranya sendiri sebagai anak haram.

Perfectly Broken | TamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang