Wattpad Original
Ada 7 bab gratis lagi

Bab 2

73.1K 5K 134
                                    

Beberapa hari yang lalu ....

Pada suatu hari, Andi yang marah dengan ibunya, menangis dan pergi dari rumah saat hujan. Dia terjatuh, kakinya luka dan hampir terserempet motor. Tangis Andi makin menjadi karena takut. Untunglah, ibunya datang. Membawa payung dan menghiburnya.

"Sudah, Anak tampan. Jangan menangis, ada ibu di sini."

Bukan hanya itu, sang ibu juga bicara dengan pengendara motor yang galak. Andi merasa tenang karena ada ibunya. Dia menyesal, sudah nakal dan membuat ibunya sedih. Padahal, ibunya baik, selalu punya payung kalau Andi kehujanan dan membelanya saat orang lain marah.

Andi sayang sama ibunya dan berjanji akan menjadi anak yang baik.

**

Fifi menutup buku cerita bergambar yang baru saja dibacakan untuk adiknya. Ia tersenyum saat sang adik mengernyit dan terlihat tidak puas. Sikap adiknya sangat menggemaskan.

"Kenapa? Fino nggak puas?"

Fino menggeleng. "Kak, ibu itu mama?"

"Iya, ibu itu mama."

"Mama ngasih payung saat hujan?"

"Benar."

"Malahin olang juga?"

Fifi terdiam lalu mengangguk. "Ibu marah demi membela anak."

"Gendong Fino juga?"

"Iya, memangnya Fino kenapa minta digendong?"

"Kalau jatuh dan sakit."

Wajah Fino yang mungil menatap kakaknya dengan pandangan bertanya-tanya. Ada banyak hal yang ingin ditanyakan tapi tidak tahu harus bicara seperti apa.

Fifi sendiri kangen dengan keberadaan seorang mama. Sayangnya, ia tidak bisa membantu karena mama mereka sudah meninggal saat melahirkan Fino. Adiknya tidak akan mengerti tentang itu.

"Fino, tunggu di sini. Jangan ke mana-mana, kakak mau ke kamar mandi."

Fino mengangguk, menatap kepergian kakaknya. Ia duduk dengan kaki menggantung di kursi. Menatap sekeliling teras yang sepi. Satpam entah pergi ke mana. Tidak ada orang lain, dan langit mulai gerimis. Fino bangkit dari kursi, menyeberangi halaman luas dengan kaki kecilnya dan keluar dari rumah melalui pagar yang sedikit terbuka.

**

Summer melangkah cepat dengan payung di tangan. Jalanan basah dengan motor yang melaju agak cepat, sesekali mencipratinya dengan air. Ia memaki mereka, tak jarang sambil berteriak karena membuat pakaian dan tubuhnya kotor.

"Orang-orang nggak tahu diri, udah tahu lagi hujan malah naik motor kenceng-kenceng!"

Ia menggumam, sedikit menarik ujung roknya ke atas agar tidak terkena air. Ia baru pindah ke perumahan ini selama seminggu, dan dibuat bingung dengan jalanannya yang rusak. Padahal, area dalam komplek terhitung rapi.

Rumah yang ia sewa memang tidak terlalu mahal. Dengan dua kamar tidur, dapur, kamar mandi, dan ruang tamu, ia membayar cukup murah untuk rumah itu, karena pemiliknya adalah teman kuliahnya dulu. Sang teman mengatakan daripada rumah rusak, lebih bagus kalau ada yang menghuni. Tanpa banyak kata, Summer setuju. Lagi pula, keadaannya terdesak. Mau tidak mau ia harus pergi dari rumah yang selama ini ia tinggali.

Awalnya, ia kaget saat tahu rumah yang akan ditinggali berada di kawasan elit dan mewah. Namun, siapa sangka jalan masuk ke perumahan ternyata becek dan hancur. Bukan hanya sekali ia menemui kondisi jalanan depan komplek yang seperti ini. Di Jakarta rata-rata begitu. Para pengembang hanya membangun jalan untuk komplek, tidak mau repot-repot dengan jalanan umum yang dianggap sebagai kewajiban pemerintah untuk memperbaiki.

Duda Next DoorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang