Nathan—lelaki berseragam Sekolah Menengah Atas yang tidak terkancing, dengan kaos oblong berwarna merah yang terlihat memaksakan netranya untuk tetap terbuka. Bukannya tadi ia melihat sebuah bayangan hitam muncul di depannya? Tapi mengapa langsung menghilang? Ia tadi tidak tertidur. Lelaki itu langsung menghela napas saat memperhatikan rooftop sekolah yang sepi karena masih jam belajar-mengajar. Setelah mengantarkan Natasha ke kelasnya, Nathan lebih memilih untuk tidak mengikuti pelajaran Bahasa Inggris. Bukan karena alasan yang penting, namun berada di dalam ruangan akan membuatnya seperti orang bodoh karena harus memperhatikan sesuatu yang sudah ia pahami.
"Ngapain?" Lelaki itu langsung berbalik, saat langkah kaki mendekat ke arahnya. Lalu meraih satu batang rokok yang mengarah padanya. "Keknya Iyan sama Chaca bosen jadi pengangguran." Rendi. Lelaki itu terkekeh setelah menghisap batang rokoknya.
Dan Ik hanya mengangguk sambil menyalakan pematik. "Pasti sulit, Kak. Karena mereka udah di dunia Penyatu Cinta selama kurang lebih 11 tahun." Ik memang selalu mengerti, ia akan memakai sudut pandang orang lain walaupun orang lain tidak mengerti akan sudut pandangnya.
Rendi Prafindah kembali mengangguk. Eks Penyatu Cinta itu juga pernah merasakan fase belum terbiasa akan perebutan hak untuk mengurus sebuah Misi. "Kalau lo?"
"Gue biasa aja." Ada ataupun tidak ada Misi, Ik akan selalu merasa biasa saja. Hidupnya memang se-flat itu.
"Lo gak marah?"
"Buat apa, Kak?"
Rendi mematikan puntung rokok yang masih membara tersebut. "Malam itu bukan kesalahan lo, kan?" Lelaki itu memang ada pada tempat kejadian. Dia juga terlibat.
"Entah, tapi ini tanggung jawab gue. Gue leader-nya, Kak."
"Lo cuma dipaksa untuk terlibat, dan terikat untuk melindungi."
Ik langsung terkekeh.
Namun, terpaksa dan dipaksa adalah suatu hal yang beda dalam hidupnya. Walaupun Salwa dan Dena selalu memaksanya untuk melakukan suatu hal yang tidak ia sukai, ia akan melakukannya tanpa merasa terpaksa. Dan untuk melindungi Bryan dan Natasha pada malam itu dari kesalahan besar, tidak ada yang membuatnya terikat. Ia hanya menjalankan sesuatu yang selalu diajarkan sang Mami, membantu sesama seperti halnya alinea ke-4. FML memang terikat satu-sama lain, namun itu bukan alasan untuk saling menyalahkan.
"Sesayang itu sama mereka?" Rendi kembali bertanya.
"Mungkin." Lelaki itu mengangguk-ngangguk. "Karena kalau bukan mereka bertiga, hidup gue gak ada warnanya, Kak."
"Kalau Anghy?"
Anghy memang terlalu memaksa dan tegas dalam didikannya. Tapi menurut Nathan, kalau Anghy tidak ada ia akan gila dalam menghadapi kedua anak itu. "Kak Anghy sama Kak Ijal juga terlibat?" Ik menatap netra Rendi yang sedang serius. "Lo juga terlibat kan, Kak."
Rendi masih diam. Seakan Nathan sudah menemukan titiknya.
"Menurut lo?"
-DREAM GLOW-
"Kak Jal, bantuin Chaca lah." Untuk kesekian kalinya, Natasha menganggu lelaki yang sedang melaksanakan hobinya. Yaitu membongkar-pasang motor kesayangannya. "Chaca mau punya pacar, Kak."
Lelaki itu berdecak, "Nanti, Cha." Sepertinya Rijal harus memikirkan langkah yang tepat sebelum mendapati dirinya berada di antara Munkar dan Nakir. Lelaki itu harus menghindari kematian, ia harus menikah terlebih dahulu bersama Mantannya. "Tunggu umur lo legal dulu yah." Nah, suatu alasan yang lebih logis.
Natasha langsung menggeleng. "Tidak mau." Karena sudah mengetahui niat busuk dari Rijal.
"Begini deh, tunggu gue jadi Ketua Rohis dulu," ujar Ijal, bernegosiasi.
"IHHH KAK JAL! CHACA GAK MAU. ITU SAMA AJA KETIDAKMUNGKINAN!"
"Ehhh... eh..." Ijal langsung menaruh alat beratnya di samping motor. Sebelum melayang dan merenggut nyawa gadis mahal itu. "Bu Afifah dah janji sama gue, Natasha. Kalau gue yang bakalan gantiin Kak Yusuf. Kak Muhammad Ali Umar sama Kak Zuhara Fatimah Husnah aja setuju gue jadi Ketua Rohis." Dua Ketua Rohis sudah menilai Rijal pantas.
"Ihhh.... Gak percaya. Kak Ijal pasti nepotisme. Kakak kan, sepupunya Kak Una otomatis iparnya Kak Al. Ber—" Teriakan Natasha langsung berhenti saat suara nyaring dari handphone barunya mengisi gendang telinga keduanya. "Halo, Iyan. Ini Chaca lagi di rumah Kak Jal. Iya, bentar Chaca ke sana yah... Ohh... Nanti mampir ke rumahnya Kak Esa dulu. Bye!" Chaca langsung memasukkan handphonenya di saku celana jin pendeknya. Lalu tersenyum. "Kak Jal, Chaca pamit yah."
Dan Ijal langsung tersenyum cerah. "Yang lama yah, Cha!"
"Ihhh... Kak Jal jelek!"
"Up to you lah."
-DREAM GLOW-
Salwa langsung terlonjak saat tidak sengaja menemukan Natasha yang berada di belakangnya. "Tumben," gerutu Alma, saat melihat Chaca memilih beberapa lipcream yang terlihat sedikit mencolok. Berada di salah satu toko kosmetik bukan pilihan yang akan dipilih Natasha dalam berbagai hal. "Lo ngapain di sini, Cha?" Gadis bersurai panjang dengan poni tipisnya itu bertanya sembari menaruh keranjang belanjaan yang berisi pernak-pernik skincare di lantai.
Chaca mendongak, masih dengan beberapa lipcream di tangannya. "Mau blind date," balasnya, asal. Kemudian membawa beberapa lipcream yang tadi dipesankan Esa padanya.
"Gila tuh anak."
Dan Natasha hanya diam, sambil menaruh beberapa lipcream dengan warna mencolok itu di depan seorang kasir yang memandangnya ragu. "Ini adek yang beli?" tanya kasir itu.
Chaca langsung mengangguk. "Berapa semuanya?" Sembari mengeluarkan kartu kredit dari dalam dompet berwarna merah jambu dengan dihiasi beberapa pernak-pernik yang terbilang mahal.
"Adek punya KTP?"
"Eh?" Chaca refleks berbalik ke arah Melly yang juga menaruh serum dan juga cream. "Kak Mel bisa bantu Tata?" Karena tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk gadis itu langsung mengambil langkah cepat untuk menyelamatkan dirinya.
"Males."
Mbak Kasir langsung tersenyum. "Jadi saya gabung aja yah."
"Pisahin, Mbak," sanggah Melly, cepat. Ia tidak mau menjadikan uangnya korban.
"Kak Mel kok gitu?" Chaca menghentak-hentakkan kakinya saat Melly memberikan pembatas antara barang belanjaan keduanya. Kemudian meraih handphone-nya yang menampilkan notifikasi dari Kak Esa; Kakak dari Bryan.
Kak Esa<3: lo jadi ke sini kan?
Kak Esa<3: karna gw mau keluar sm zero
Me: Bentar yah, Kakak. Chaca otw."Mbak, nanti belanjaan Chaca dibayar sama Bang Arfan yah!" Setelah mengatakan itu, Natasha langsung memasukkan lipcream itu secara asal ke dalam tasnya.
"GILA LO, NATASHA?"
KAMU SEDANG MEMBACA
FOUR MAGIC LOVE (DREAM GLOW)
Ficção Adolescente#SERIES 2# Karena sebuah kesalahan di masa lalu, membuat keempatnya harus terjebak dalam hukuman. Hukuman yang menurut mereka, adalah mimpi buruk. Lebih buruk dari sebuah mimpi yang tidak memiliki cahaya di dalamnya. Untuk itulah, keempat manusia de...