Wattpad Original
Ada 1 bab gratis lagi

Chapter 6: Room for Two

16.1K 1.5K 68
                                    

Andai saja makan orang itu dihalalkan dan juga dilegalkan, mungkin sekarang Jelita tinggal nama. Laksmana gemas sekali pada cewek itu. Namun, dia tidak bisa berbuat apa-apa selain marah-marah sendiri.

Jelita, cewek pembawa masalah untuk Laksmana. Setelah menikah, cowok itu terpaksa menurut untuk tinggal di rumah orang tua Jelita. Penyebabnya satu, karena istri barunya itu menangis seperti anak balita di rumah ketua RT. Papa dan Mamanya tentu tidak tega yang akhirnya memaksa Laksmana untuk ikut ke rumah Jelita dan tinggal di sini mulai malam ini.

Sialnya, bukan hanya harus pindah, dia juga merasa terusir dari rumah karena pindah tidak membawa apa-apa selain pakaian yang melekat di badan dan barang-barang di mobilnya.

Cowok itu mendesah panjang lalu melirik jam di ponsel. Sudah pukul tiga pagi, waktunya untuk memejamkan mata sebelum kuliah pukul 8 pagi ini.

Hanya saja saat dia keluar kamar, tiba-tiba sebuah bantal melesat ke arah Laksmana. Cowok itu sontak menghindar dan membiarkan bantal warna kuning itu jatuh begitu saja ke lantai.

"Kamu tidur di lantai!" Sebuah suara membuat Laksmana menoleh. Jelita tengah berbaring nyaman di atas seprai serba kuning. Cewek itu memasang wajah judesnya. "Nggak ada ruang buat kamu tidur di sini."

Dengan wajah datar dan juga mengantuk, Laksmana meraih bantalnya. Kemudian tanpa persetujuan dia mendekati sisi ranjang. Jelita kembali berteriak, "Laksmana, awas ya kamu tidur di sini!"

"Aku nggak mau tidur di lantai," ucap Laksmana tegas. "Kejadian malam ini jelas bikin aku sakit kepala dan aku butuh tidur di tempat nyaman alias di kasur. Kalau kamu usir aku, well, aku tinggal keluar dan ngadu ke orang tua kamu."

Ancaman Laksmana berhasil. Jelita langsung mendelikkan matanya. Cewek itu kembali mencak-mencak, tapi tidak menghalangi Laksmana duduk di tempat tidur.

"Selamat tidur."

Segera saja dia melepaskan kacamatanya lalu ditaruhnya di nakas. Namun, baru saja akan membaringkan badan, tiba-tiba Jelita menariknya. Giliran cowok itu yang mendelik. "Apa lagi? Aku mau tidur."

"Kenapa sekarang kamu pakai aku-kamu?" protes cewek itu.

Laksmana mengerang kesal. Cowok itu mengepalkan tangannya, mencoba untuk menahan agar tidak mencubit Jelita. "Karena kita udah menikah. Menggunakan kata ganti aku selain gue ataupun saya adalah hal yang wajar, Jelita. Benarkan?"

"Terus gue ikut-ikutan aku-kamu gitu?"

"Terserah. Aku nggak peduli cara kamu panggil aku." Laksmana menggeleng. "Ta, ini udah jam 3 pagi, kamu nggak lelah ngomel mulu? Besok aku harus kuliah jam 8, jadi aku mau tidur sekarang."

Sekali lagi Laksmana mau membaringkan badannya, tapi Jelita seperti tidak rela. Sekali lagi cewek itu menarik lengan Laksmana. "Fine, fine. Anggap aja aku mengikuti kamu karena aku nggak mau kena masalah lagi sama orang tua kita di kemudian hari."

Laksmana mengangguk setuju. "Jadi, udah boleh tidur belum?"

"BELUM!" Nada suara Jelita naik satu oktaf. Cewek itu tiba-tiba meraih satu-satunya guling di tempat tidur lalu menaruhnya di tengah-tengah ranjang. "Ini batas kita. Kamu tidur di sisi kiri, aku di sisi kanan. Nggak boleh ada yang melewatinya atau besok malam tidur di lantai."

Untuk sesaat Laksmana mengangah mendengar ucapan Jelita. Sadar bahwa dia orang yang tidur dengan tenang langsung mengangguk. "Nggak masalah. Tapi kalau nggak ada yang melewati batas, berarti posisi tidur kita seperti ini."

"Oke."

Mereka bertatapan beberapa saat, sebelum akhirnya Laksmana berdehem pelan. Dia kembali bersuara, "Jadi, udah boleh tidur belum, Ta?"

Our Sweetest SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang