"Ibu tunggu!"
"Pelan-pelan bu. Astaga!"
Nala di buat frustasi akan tingkah dan kelakuan tidak beradab yang terjadi langsung di depan matanya.
Sedari tadi ia sudah berteriak seperti ibu-ibu kehilangan uang receh karena melihat ibu nya yang menyeret tangan kurus Senja dengan kasar menuruni tangga.
Senja itu—maaf, buta tidak bisa melihat, kalau kakinya salah menepak bisa-bisa tergelincir lalu jatuh berguling guling di tangga kan bisa gegar otak.
"Bu, ya ampun, itu Senja..." Nala masih berusaha mengimbangi langkah kedua orang yang kini berjalan tergesa menuruni tangga dengan wajah panik dan takut. Salah langkah sedikit saja dapat di pastikan akan ada pertumpahan darah di rumah megahnya.
"Ngapain kamu di kamar Nala? Mau nyuri!" Kamala menghempaskan tangan yang sedari tadi ia genggam dengan kasar.
Tatapan tajam, menusuk tepat pada netra coklat terang yang kini terlihat ketakutan. Kamala dengan wajah yang memerah, ia menahan rasa kesal pada anak cacat di hadapan nya. "Sudah berani kamu ya? Siapa yang mengijinkanmu menginjak kamar anak saya?"
"Ibu udah itu bukan salah Senja. Nala yang ajak dia karna,.... Nala kesepian, pengen main, Pengen punya temen." Ucapnya menengahi.
Nala tidak tahu bahkan ia juga di buat kaget akan sikap ibu dan ayahnya yang tiba-tiba berubah seperti ini. Kemarin sejak Ibunya menerima telfon dari pihak rumah sakit yang mengatakan bahwa Danung, kakeknya telah berpulang kepangkuan Tuhan, wanita cantik itu menangis histeris dan dengan tidak sabar menyuruh ayah dan juga dirinya untuk bergegas menemui lelaki tua yang bahkan baru Nala tahu jika ia masih memiliki satu kakek dari pihak ibunya.
Selama ini Nala tidak pernah mengetahui bahwa ada kakek dan juga Senja, karena yang orang tua nya katakan adalah "Nalesha itu putra tunggal, putra sematawayangnya."
"Kesepian? Gak punya teman? Kamu jangan coba bohongin Ibu ya, teman kamu banyak! Ibu tau itu, jangan coba-coba bohong sama ibu. Ibu gak pernah ngajarin kamu kaya gitu!" Untuk pertama kalinya Nala di bentak oleh wanita yang selalu berlaku lembut kepadanya.
"Nala.... Nala nggak bohong,Bu." Nala menunduk, tangan kanan nya mengenggam tangan kiri Senja yang terlihat bergetar. Pasti Senja ketakutan, sama seperti dirinya.
"Sekarang Nala masuk kamar! Biar ibu bicara sama Senja." Perintah kamala dengan wajah tegas tanda tidak ingin menerima penolakan.
Tapi Nala tidak mungkin membiarkan ibu nya kembali memarahi Senja seperti pagi tadi, mencaci dan mengatai anak malang itu. Nala yang tidak kekurangan saja kesakitan mendengar kata-kata itu lalu bagaimana dengan Senja?
"Udahlah bu.. ini Nala yang salah. Ibu hukum Nala aja.. ya pliisss" Nala memohon, mengatupkan kedua telapak tangannya di depan wajah. Ayo luluh katanya dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
SANJANA || Leejeno
Fanfiction"Bukankah lebih baik kalo kamu pergi saja?" "apa yang kamu harapkan dari hidupmu yang tidak berwarna itu?" "aku akan lebih senang jika kamu pergi." " pergilah.... dan jangan pernah kembali."