"Kenapa nggak bilang sih kalo Senja dirawat!"
Nala memutar bola matanya malas. Sudah hampir setengah jam ia mendengar suara gadis itu yang terus berteriak dan memaki dirinya karena terlambat mengabari.
"Emang kamu siapa, orang tuanya Senja kah?"
Mata gadis itu melotor, menatap galak pada Nala yang kini tampak tidak bersalah.
"Nalanjing!! Kurang ajar! Aku ini pacarnya, calon ipar kamu." Walau dengan intonasi yang kesal gadis cantik itu mengatakan dengan penuh percaya diri.
Dan tawa yang ia dengar dari bibir tipis Nala mematik kembali api yang sebelumnya hampir padam.
Terkekeh, Nala bersedekap dada, "ngaku ngaku.. mana mau saudara aku sama cewe kayak kamu. Huh" tiupan nafasnya diakhir kalimat membuat tangan gadis itu dengan reflek terayung dan mendarat tepat di puncak kepala milik Nala.
"Aakh sakit oon!" Tangan kanannya mengelus puncak kepala yang sedikit terasa panas. Demi apa pun pukulan gadis jadi jadian di hadapannya ini sungguh mirip dengan pukulan petinju kelas teri.
"Makanya jangan jorok! Pantes jomlo, jorok sih kaga laku kan." Cibir gadis itu.
Dengan wajah dongkol Nala berbalik menuju sofa yang terletak diruangan serba putih itu. "Elo nya aja yang gak peka." Ucapnya dengan lirih.
Kedua remaja yang tengah asik bermain itu tidak sadar jika sedari tadi remaja yang berbaring diatas ranjang itu kini tengah meremat kuat selimut rumah sakitnya guna menahan erangan yang siap lolos dari bibirnya.
Sakit di kepalanya semakin menjadi jadi. Tapi seluruh tubuhnya terasa lemas tak bertenaga.
"Nala.. kalo aku pacaran sama Senja kamu setuju nggak?"
Samar-samar telingannya menangkap suara seorang gadis. Tapi lama kelamaan suara itu semakin jauh di telingannya, hingga beberapa saat kemudian suara dengung panjang dan hilang.
"Na!!"
***
Tiara mengusap jejak air matanya dengan kasar. Sudah lebih dari tiga puluh menit dirinya duduk disamping ranjang milik Senja, terus mengamati wajah tenang lelaki itu dengan lelehan air mata yang sedikit menghalangi penglihatannya.
"Senja bangung dong, sayang." Suaranya di buat selembut dan seimut mungkin. Tiara sedang mendrama dengan berperan sebagai seorang kekasih yang baik.
"Najis.."
Tatapan gadis itu penuh benci terarah pada sosok lain yang kini duduk dengan fokus pada ponselnya.
"Senja sayang... Sodara kamu iri aku boleh panggil dia dajjal nggak?"
Tau yang diajak bicara masih belum sadar gadis itu tetap menganggukan kepalanya lalu berucap riang. "Makasih ya sayang.."
"Heh dajal!! Mending keluar sana beliin aku minum, aku haus!!" Ucap tiara memerintah satu satunya lelaki yang sadar di ruangan itu.
Nala meletakkan ponselnya asal, setelahnya ia menatap wajah perempuan itu dengan kesal. "Siapa lu nyuruh nyuruh. Punya kaki kan? Beli noh sendiri."
"Nala, kamu..." Tiara semakin mendrama.
"Ehh.. ehh.. malahan. Najis baget sumpah." Nala berdecak sebal melihat tatapan penuh drama wanita yang kini tengah menatapnya terluka.
"Tega kamu Nala.." masih berlanjut, namun kini tak lagi di tanggapi.
"Cepet nala! Pergi kamu atau aku yang pergi." Ucap gadis itu lagi dan kini sudah berdiri tepat di hadapannya.
"Ya udah sana lo aja yang pergi.." jawab nala dengan entengnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SANJANA || Leejeno
Fanfiction"Bukankah lebih baik kalo kamu pergi saja?" "apa yang kamu harapkan dari hidupmu yang tidak berwarna itu?" "aku akan lebih senang jika kamu pergi." " pergilah.... dan jangan pernah kembali."