"eughh..."
Senja perlahan membuka kedua matanya. Bibir pucatnya tersenyum dan terkekeh secara tiba-tiba. Entahlah Ia hanya sedang menertawakan dirinya yang bahkan hingga detik ini masih saja bermimpi bahwa ketika ia membuka mata akan ada cahaya, entah sinar fajar atau senja bahkan jika pekat langit malam yang berhias bintang menjadi objek pertama ketika ia membuka mata tak apa, tidak masalah asal bukan gelap yang tidak berujung.
Tapi entahlah mengapa hingga detik ini Tuhan tak kunjung mengabulkan doanya. Padahal doanya tidak muluk-muluk. Senja hanya ingin bisa melihat, itu saja sudah lebih dari cukup.
Tapi, bahkan ketika secuil harapan-harapan yang pernah ada, pupus begitu saja. Tidak terhitung sudah berapa puluh kali senja gagal melakukan operasi mata, alasannya beragam. Dari yang keluarganya tiba-tiba menolak dan masih ada banyak lagi. Hal-hal itulah yang membuat dirinya sering kali ingin menyerah saja. Ingin berhenti berharap pada sesuatu yang sudah ia tahu pastinya.
Brakk!!!
Suara keras yang memekik telinga. Bocah dengan piama tidurnya lengkap dengan sendal berbentuk kelinci yang masi ia pakai bahkan ketika menginjakkan kakinya di atas kasur sempit milik Senja.
"Aku bawa apa coba tebak." Senja sedikit menggeser tubuhnya menepi saat benda halus berbulu itu menyentuh permukaan kulitnya.
"Nala... Apa ini?"
Nala menjauhkan barang yang ia bawa saat tangan kanan Senja hendak mencari, "eitsss coba tebak dulu, orang aku suruh tebak kok. Main raba-raba aja." Katanya kemudian.
"Apa sih??" Senja penasaran. "Itu apa sih, Nala?" Tanyanya lagi.
"Ya tebak toh! Malah nanya mulu." Nala kesal. Kesabarannya berkurang satu.
Tapi bukannya menjawab, dan menebak. Senja malah menarik selimut halusnya menutupi seluruh tubuh hingga kekepala. Membuat remaja dengan pakaian tidurnya melongo. "Sanjana malah ngumpet sih kamprett!!!"
"Tebak ayo tebak, heh!!!!!" Nala masih berusaha, bocah itu menggoyang-goyangkan tubuh ringkih berbalut selimut itu dengan kasar, "cepet tebak!!! Senja!."
Masih kekeh, Nala itu bukan tipe anak yang mudah menyerah soalnya. "Ooo ngajak gelud. Tebak atau—"
"Akkhh..." Senja menjerit kesakitan. Entah sengaja atau tidak, Nala memeluk tubuhnya dari belakang begitu erat melupakan bahwa punggung ringkih itu sedang terluka. "Ehh sorry Senja..."
Nala mengucapkan kata maaf tanpa melepas dan melonggarkan pelukannya. Biarin salah sendiri malah nakal.
Padahal yang nakal siapa coba?
KAMU SEDANG MEMBACA
SANJANA || Leejeno
Fanfiction"Bukankah lebih baik kalo kamu pergi saja?" "apa yang kamu harapkan dari hidupmu yang tidak berwarna itu?" "aku akan lebih senang jika kamu pergi." " pergilah.... dan jangan pernah kembali."