"Katanya..
Ketika salah satunya patah
Maka yang satu akan ikut patah
Ketika salah satunya rapuh
Maka yang satu akan lebih rapuh
Ketika salah satunya hancur
Maka yang satunya juga akan hancur
Lalu bagaimana ketika salah satunya menghilang...
Apakah yang satu akan ikut menghilang?"
25 Juni 1999Bau obat-obatan mendominasi ruangan itu. Ruangan putih tempat dimana orang-orang sakit sedang berusaha bertahan untuk sebuah kehidupan, meski sebenarnya hidup dan matinya seseorang ada ditangan tuhan. Kita manusia hanya bisa berusaha kemudian berdo'a.
Mata indah itu terbuka perlahan membuat mama Riani yang melihat itu segera mendekat kearah bangsal dimana Dahayu berbaring. Gadis itu kehilangan kesadarannya yang membuat mama dan papa panik kemudian membawanya ke rumah sakit.
Dahayu benci rumah sakit. Tapi tidak ada pilihan lain baginya selain itu, tempat yang terpaksa dijadikannya sebagai rumah kedua. Tempat dimana dia dibantu untuk bertahan selama dua tahun terakhir.
Ragananda sama sekali tidak tahu tentang ini. Karena setelah lelaki itu mengantar Dahayu pulang, ia pergi lagi untuk suatu urusan. padahal hari sudah menuju malam.
"Ayu sayang ada yang sakit?" Tanya Mama. Beliau sangat khawatir dengan keadaan putrinya.
"Ayu tidak papa kok ma, Ayu cuman kecapean saja," sebenarnya Dahayu merasakan pusing pada kepalanya,tetapi gadis itu tidak ingin membuat mama semakin khawatir.
Sejujurnya mama pun tidak yakin dengan apa yang dikatakan Dahayu, mama pun memutuskan untuk memanggil dokter untuk memeriksa kembali keadaan Dahayu.
"Kamu tidak meminum obatnya ya?" Pertanyaan dokter membuat Dahayu kembali mengingat lagi apakah dia meminum obatnya atau tidak.
Nyatanya gadis itu melupakan hal tersebut. Ia tidak meminum obatnya, itu yang membuatnya tiba-tiba mimisan kemudian pingsan hingga kembali dilarikan ke rumah sakit.
Dokter itu menghela nafasnya dan menasihati Dahayu agar tidak melupakan meminum obat itu lagi.
Seusai Dokter itu keluar dari ruangannya, Dahayu meminta pada mama untuk pulang kembali ke rumah. Dia benar-benar tidak nyaman berada di rumah sakit, rasanya begitu memuakkan.
Terpaksa mama kembali membawanya pulang dengan sangat memohon kepada dokter agar di izinkan.
Hingga disinilah mereka berakhir sekarang, mereka sudah sampai dipekarangan rumah. Tak jauh dari sana sosok Ragananda terlihat dengan wajah yang nampak khawatir.
Lelaki itu tentu saja diberi tahu oleh Tante Naya ketika dia baru saja kembali dari urusannya. Jelas Raga begitu khawatir dan membuatnya memutuskan untuk menunggu didepan rumahnya.
"Ayu, Kamu baik-baik saja?" Tanya Raga dengan raut yang begitu khawatir apalagi ketika ia melihat wajah Dahayu yang begitu pucat.
"Aku baik-baik saja,Raga,"
Dahayu tersenyum hangat kemudian menatap kedua orang tuanya secara bergantian. Sebelumnya mereka bertiga; mama,papa dan Dahayu sudah membicarakan tentang hal ini saat di perjalanan.
Awalnya gadis itu menolak untuk memberitahu Raga tentang keadaannya, tapi Dahayu menyadari satu hal bahwa cepat atau lambat Raga akan mengetahuinya dan Raga pasti akan kecewa padanya.
Mereka berdua duduk disebuah kursi panjang yang terletak tak jauh dari rumah keduanya, Raga melepaskan jaketnya dan memakaikannya pada Dahayu. Malam ini cukup dingin ditemani dengan beberapa bintang di atas sana.
Ragananda memandang wajah Dahayu yang semakin pucat dan tampak menghawatirkan.
"Raga...
Ayu minta maaf karena sudah menyembunyikan hal ini dari Raga,"
Raga hanya diam mendengarkan apa yang ingin gadisnya katakan, dalam hatinya begitu takut jika sesuatu yang tidak di harapkan terjadi diantara keduanya.
"Raga, hidupku tidak akan lama lagi," kata gadis itu menatap wajah raga dengan air mata yang sudah siap turun.
Ini adalah ketakutan Raga yang sesungguhnya,matanya memerah menahan desakan air mata yang ingin keluar. Namun akhirnya air mata itu tidak dapat dibendung lagi.
Di tariknya Dahayu kedalam pelukannya, dan mulai menggumamkan kata-kata yang mencoba menguatkan keduanya.
"Ayo berjuang lagi,Ayu...Sekarang aku juga akan ada disamping kamu,"
Mulutnya rasanya sangat sulit untuk mengucapkan banyak kata. Hanya isakan-isakan kecil yang mampu keluar dari sana.
Dirinya begitu hancur,hatinya begitu takut untuk kembali kehilangan seseorang yang amat dia cintai.
"Jika kamu pergi,lalu bagaimana dengan ku? Siapa yang akan menjadi tempat bersandarku selain kamu?"
"Cukup kedua orang tuaku yang pergi. Kamu jangan,"
"Tuhan, aku mohon..
Jangan lagi,"
Lelaki itu begitu takut kembali ditinggalkan. Hatinya selalu mengungkap kata 'jangan lagi' untuk sebuah kepergian.
"Raga..
Dulu aku pernah berfikir untuk menyerah, namun di sisi lain aku juga takut"
"aku bahkan takut untuk menutup mata walau sekejap,karena aku takut saat nanti aku membuka mataku kamu tidak ada di sampingku. Bukan kamu yang pergi tapi aku yang meninggalkan mu."
-Dahayu Wulani
25 Juni 1999Mau saya kasih tau tidak??
Oke GK usah:)
Btw,di chapter depan bakal ada dokter Tara.
Enggak asik sih soalnya pasti udah ketebak siapa visualisasinya:)
May punya yang baru loh..
Yang baca jangan lupa vote-nya~~
KAMU SEDANG MEMBACA
BEFORE 2000 (you and memories)
Teen FictionHanya tentang dia dan kenangan di tahun sebelum 2000