Pagi menyapa dengan indah. Saat ini Vio berada di dapur sedang collab memasak dengan Bi Arum. Ralat, membantu Bi Arum membuat sarapan untuk sang Tuan Rumah.
"Tumben Non Vio pakai baju rapi kayak gitu? Mau keluar?" tanya Bi Arum yang sedang memblender buah mangga.
Vio terkekeh, "Iya, nanti jam sembilan. Cuma ketemu sama temen lama aja, Bi."
"Yaudah, Non Vio duduk aja. Biar Bibi yang beresin semua, nanti kena bajunya Non Vio loh."
Pukul setengah tujuh pagi, Vio turun dengan menggunakan dress simpel selutut pembelian dari Alex. Bi Arum yang pertama melihatnya pun terheran-heran, tiap pagi biasanya Vio turun dengan kaos dan celana selututnya kini terganti oleh dress.
Selang beberapa menit, seorang pria dengan kemeja putih yang membalut tubuh atletisnya menghampiri meja makan. Jas yang menyampir di lengan kanannya, ia letakkan di punggung kursi.
"Selamat pagi." Alex meneliti penampilan Vio dari atas hingga bawah, hingga tak sadar sudah semenit dirinya memandang Vio.
"Selamat pagi juga, Pak Alex." Vio bingung ditatap lekat oleh Alex. "Ada yang salah sama penampilan saya?"
Alex menggeleng pelan, "Mau kemana kamu pagi-pagi gini? Gak biasanya pagi-pagi udah rapi."
Vio tersenyum malu, "Nanti jam sembilan, saya mau ketemu sama temen lama saya." Vio malu-malu saat akan meneruskan ucapannya. "Gimana sama penampilan saya pagi ini?"
"Perfect?" Alex menunjukkan senyum yang mempesona.
Vio mengibaskan tangannya ke udara, menahan salah tingkahnya. "Ah, Pak Alex bisa aja. Tapi terima kasih pujiannya."
"Okay, let's breakfast."
Kedua insan tersebut akhirnya makan sarapan dengan tenang. Seperti biasa, tak ada yang mengobrol di tengah meja makan kecuali terdengar suara sendok dan garpu yang beradu di atas piring.
Tak butuh waktu lama, Alex dan Vio menyelesaikan sarapannya. Alex kini tengah memakai jasnya dengan gagahnya. Sedang Vio, nampak tengah menelisik pergerakan Alex yang lumayan seksi menurutnya.
"Saya ke kantor. Kalau kamu mau pergi, bilang sama Nico buat nganterin kamu."
"Gak perlu. Saya bisa cari taksi."
Alex menggeleng, "No, biar Nico anterin kamu. Nico harus pastikan kamu baik-baik aja sampai kamu ketemu temen kamu."
"Iya, Pak. Hati-hati di jalan." Vio melambaikan tangannya pada Alex yang mulai tak nampak lagi di ruang makan.
Yang dilakukan Vio seraya menunggu jarum jam menunjuk ke arah pukul sembilan adalah menonton televisi dan sesekali mengecek ponselnya yang tidak ada apa-apanya.
Gadis itu bosan, ingin melakukan suatu hal agar rasa bosannya terkikis. Seketika Vio mempunyai ide untuk membuat rasa bosannya sedikit menghilang. Tak buruk juga jika menyiram bunga yang ada di taman belakang mansion. Ya, Vio akan melakukannya.
Taman indah yang dihiasi oleh beberapa macam bunga dan warnanya membuat mata menjadi segar. Tak lupa dengan hiasan air mancur kecil di sana.
Kini jam tangan yang melingkar di pergelangan kiri Vio, akhirnya menunjukkan pukul sembilan kurang. Cukup untuk waktu perjalanan menuju tempat pertemuannya. Huft, ia kelelahan sebelum mendatangi pertemuan dengan temannya.
Vio kini berada di mobil dengan Nico yang sedang menyetir. Jantungnya berdetak tak beraturan. Pertemuan pertama dan keduanya setelah sekian lama membuat Vio jadi pribadi yang sedikit berubah.
Sesampainya di sana, Vio mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut cafe. Mungkin pria itu belum datang, pikirnya. Ia segera memilih meja di sudut ruangan dengan dinding kaca di sebelahnya.
"Hey, kita ketemu lagi. Kamu udah nunggu lama?" sapa pria yang baru saja datang ke meja Vio.
"Baru sampai."
"Kita ngobrol panjang butuh tenaga. Jadi, kita pesan sesuatu dulu," ucap pria itu seraya merapikan jaket kulitnya.
Setelah memesan beberapa menu, keduanya cukup lama saling terdiam. Hingga pria di depan Vio memberanikan untuk berbicara.
"Gimana kabar kamu, Viona?"
"Kayak yang kamu lihat. Sangat baik."
"Are you happy?" Tatapan pria itu langsung berubah sendu.
"Kamu bisa lihat, aku bener-bener bahagia." Vio tersenyum kecut.
"Kamu dari dulu gak bisa bohong, Vio. Aku tau, kamu selalu jujur kalau menyangkut perasaan kamu."
Vio mendengus, "Denger, Jayden. Aku bukan lagi Vio yang dulu. Aku bukan Vio yang suka nangis, cengeng, manja, ngambek apalagi. Aku Vio yang udah dewasa."
Jayden tersenyum, "Aku ikut seneng kalau gitu."
"Kamu ada kesibukan apa?" Jayden bertanya setelah beberapa detik terdiam.
"Cuma ngurusin hewan peliharaan majikan." Vio menjawab jujur tetapi jawabannya begitu kocak didengar.
"Di mana? Boleh aku tau?"
"Bukan urusan kamu, Jay."
Jayden langsung mengatupkan mulutnya. Ia ingin dekat kembali dengan Vio, tapi nampaknya gadis itu sedang dalam mood yang buruk. Apa gara-gara pertemuan ini? Lantas mengapa gadis itu bersiap-siap sepagi itu padahal jam pertemuannya masih dua jam ke depan? Huft, perempuan memang suka begitu.
"Aku minta maaf. Aku gak berniat ninggalin kamu waktu itu, aku beneran takut. Waktu kejadian itu, kebetulan Papa aku tau kalau aku ada di Panti Asuhan itu. Karena takut, aku kabur. Aku gak sempet mikir kamu, aku cuma mikirin diri aku sendiri." Jayden menunduk lesu.
"Itu udah berlalu, Jay. Aku juga mau tau siapa pembunuh sebenarnya, tapi aku gak tau harus mulai dari mana. Bahkan aku gak tau informasi apa yang harus aku dapetin."
"Gimana kalau bu Riska?"
"Bu Riska gak tau apa-apa, Jay. Ini beneran gak ada titik terangnya. Semua orang tiba-tiba nuduh aku, bahkan aku sendiri gak tau itu kenapa kejadian."
"Kamu berada di TKP?"
Vio mengangguk lemah, "Kayaknya seseorang sengaja njebak aku buat ke sana. Aku yang dulu gak tau apa-apa dituduh jadi tersangka pembunuhan yang aku sendiri gak tau."
"Aku ngerti, kamu bisa lewatin ini semua. Buktinya, kamu bahagia kan hari ini?" Jayden menatap Vio. "Bahagia ketemu aku, kan?"
Vio tertawa, "Kepedean banget sih. Dari dulu gak pernah berubah, suka jahilin aku."
"Nah, gitu dong. Kan sejuk liatnya. Perempuan cantik di depan aku lagi ketawa, bikin jantungku detaknya makin kenceng!" Jayden mendramatis sambil memegang dada kirinya.
Vio meredakan tawanya, "Terima kasih, Jay. Dari dulu kamu selalu bisa bikin aku tenang. Aku senang bisa kenal sama kamu."
"Sama-sama, Cantik. Aku juga senang bisa dekat sama perempuan secantik kamu."
"Mulai lagi, deh. Jangan bikin aku pingsan di sini." Vio membalas dengan kekehan.
Setelah percakapan panjangnya, keduanya menikmati hidangan yang mereka pesan. Tak lupa diiringi canda tawa yang membuat orang lain melihatnya seperti sepasang kekasih yang dimabuk asmara.
Namun satu hal yang tak disadari keduanya, ada seseorang yang tengah melihat kedekatannya. Sebut saja memata-matai keduanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SWEET REVENGE
RomanceAlexander Gevian Xavier. Pria berumur 27 tahun dengan pahatan wajah yang tampan. Namun sayang, pria dengan panggilan Alex itu memiliki dendam pada sosok yang telah membunuh mendiang Ibunya. Gadis bernama Laurel Viona, dituduh sebagai tersangka atas...