Skeptomai : (-2)

113 24 0
                                        


Jake menggenggam pergelangan tangannya, menggosok pergelangan itu tak tentu arah merasa tak nyaman. Pindah sekolah bukanlah hal yang mudah baginya. Karena dari dulu anak itu bukanlah seorang extrovert, ini akan menjadi masalah besar untuk Jake.

Kakinya tertuntun mengarah pada kelas baru. Sekilas sang guru tersenyum kemudian mengusap pundak Jake menyemangati. Lantas masuk terlebih dahulu.

"Semangat Jake! Semangat!" mantra Jake.

Dirinya menghela napas, mengingat kejadian setelah hari itu. Dimana kakek tua itu meninggal dua bulan setelahya, banyak yang menangis. Yeah, tentu saja, menangisi pewarisan harta yang tak terbagi merata.

"Lho, Miss? Dia bukan si tampan yang tadi saya jumpai di kantor guru? Anak baru itu tidak disini?"

Jake yang diluar ruangan tersentak mendengar perkataan itu sehabis menari dengan pikirannya. Mentalnya semakin takut, entahlah, Jake biasanya tidak mengalami yang separah ini.

Langkah kakinya mundur perlahan tak karuan, berkali-kali menyadari garis lantai yang terus berlalu. Tak sengaja menabrak seseorang yang berlari dibelakangnya.

"Maaf, saya tertinggal guru," pinta manusia yang ditabrak Jake berlari meninggalkannya menjauh.

Sedikit mengerti makna ucapan manusia tersebut, mungkin dia hanya manusia baru yang juga turut masuk bersamaan dengan Jake. Dan saat ini dia sedang mengejar guru pembimbingnya yang tak sengaja meninggalkannya atau siswa tersebut yang tersesat tak mengikuti arahan.

Jake memang tak menyadari apapun dari manusia yang ia tabrak, hanya simpulan seorang kelaki dengan kulit putih bersih. Pemuda itu kira, dia pernah melihatnya disuatu tempat.

"Siapa?" heran Jake melihat kepergian tersebut sambil memiringkan kepalanya.

"Jake, kok dilantai?"

Suara interupsi tersebut membuat pemuda itu gelagapan menatap sang guru yang berdiri terkejut dilapangan.

"E-eh maaf bu..," ucap nya dengan cepat beranjak mengikuti instruksi sang guru.

Dan semuanya berakhir dengan cara yang Jake selesaikan sendiri. Memperkenalkan diri, menjawab pertanyaan dan belajar, menjadi aktivitas khusus yang diambil Jake untuk mengembangkan dirinya saat ini. Sampai ia mampu benar-benar mengurus titipan dalam tekanan itu.

Dan masih dengan harapan, bahwa anak sekecil itu tidak akan menanggung sebagian beban gila, kecuali anak itu lebih berpotensi dari Jake.

.

.

.

.

.

.

.

Lelaki itu melemparkan basket kedalam ring berkali-kali. Setiap lemparannya diberikan tepuk tangan keras dari gadis-gadis klub dance. Dan setiap nilai yang masuk, menunjukkan senyum manis yang membuat mahkluk lain seakan tersihir.

"Sunghoon!" teriak seseorang memanggilnya keras.

"Kai! Lo baik?" sapa Sunghoon saat melihat lelaki dengan panggilan 'Kai' mendekatinya. Bermain tos, Sunghoon tertawa saat melihat rekan satu lesnya dari dulu, sekarang satu sekolah dengannya.

"Baik gue, lo makin kece aja," puji Hueningkai.

Sunghoon tertawa, menepuk pundak lelaki itu merasa lucu, "lo kalo ngejek bisa aja."

"Ini nih, udah dipuji malah fitnah," balas Hueningkai membuat Sunghoon tertawa.

"Maaf, maaf," ucap Sunghoon masih terkekeh, "lagipula ini ga ada acara pengenalan lingkungan sekolah, gue baru masuk nih!"

SKEPTICALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang