INILAH yang Jake sebut dengan hidup. Sekadar merasakan heningnya ruangan ini dengan pendingin ruamgan yang menjadi sahabatnya di masa-masa pulang sekolah. Tak ada latihan fisik ataupun suara berteriak. Jiwa ku yang sebenarnya, pikir pemuda itu.Mengenai Airel, pemuda itu berakhir dengan tidak mempedulikan celotehan gadis itu selama hampir seminggu lebih hingga akhirnya gadis itu melepaskan Jake dan justru memilih untuk duduk menemani pemuda itu. Benar, tidak salah kira, Airel saat ini menemani Jake.
Keterdiaman menemui ruangan itu beberapa saat sebelum Airel merenggangkan tubuhnya. Matanya memutar pada siswa yang membaca sebelum akhirnya mengerutkan kening. Lalu mencolek bahu Jake. Oknum yang dikenai terjengit terkejut menatap dengan pandangan bertanya.
"Katakan padaku bahwa dua orang stress disana akan membuat masalah besar," bisik Airel membuat Jake memandang kearah yang sama.
Keduanya melihat sepasang remaja tengah tertawa dengan candaan yang agak aneh. Seperti memeluk lalu mencium kemudian sang lelaki yang seperti benar-benar. Wah, Airel tidak bisa terima. Meski saling suka, menurutnya tempat ini bukanlah wadah yang pantas. Gadis itu berdiri sebelum akhirnya Jake menarik lengannya.
"Jangan, Rel! Atributnya bukan anak angkatan kita, kayaknya mereka kumpulan abang sama kakak kelas populer. Kita kena masalah nantinya," bisik Jake khawatir.
Airel terlihat menggebu-gebu, "bukan itu Jake, masalahnya aku lihat yang perempuan di meja seberang mereka yang terganggu sama candaan mereka. Lagipula kita ini harus ngurangi yang begitu. Gimana sih, ini aku yang anggota perpustakaan atau kamu sih?"
Jake menghela napas sedikit tersinggung meski sebenarnya ucapan Airel tidak membuatnya sakit hati sama sekali. Dirinya bergerak untuk berjalan mendekati pasangan tersebut. Airel tampak kagum meski tak tau bahwa Jake merasa sangat gugup saat ini. Walaupun sedikit melupakan ucapannya yanga agak sedikit menyinggung tersebut.
"Permisi, kakak-kakak, disana sudah diperlihatkan untuk tidak menganggu kenyamanan di perpustakaan," ucap Jake perlahan membuat keduanya mengerutkan kening.
Keduanya terdiam lantas melirik seperti mencela, hingga siswi itu mulai membalas perkataan Jake, "mana sih yang terganggu memangnya? Daritadi ga ada yang protes kok. Jangan ngada-ngada ya!"
Sedikit bentakan yang membuat Jake seperti menyimpan rasa kesal. Entah mengapa, lama kelamaan pemuda itu merasa lebih berani dan sedikit agak ingin berucap tidak sopan. Dasar tidak paham aturan, sekiranya pemikiran pemuda itu.
"Ta—,"
Belum selesai pemuda itu menjawab siswa yang lain menimpal, "bacot banget si dek, kelas berapa sih? Delapan unggul? Atau jangan-jangan delapan C?"
Keduanya terkekeh saat itu, Jake menghela napas karena sekarang mahkluk-mahkluk minim otak itu menanyakan kelasnya. Dia memang tidak sepintar itu untuk masuk unggul tetapi tidak sebegitunya senangnya ia mendengar siswa tersebut merendahkan teman-teman yang masuk kelas C. Jake memang anak kelas A tapi rasanya sudah keterlaluan sekali kakak kelas ini.
"Maaf kak, saya lihat nama kakak-kakak sebentar ya," ucap Jake sembari tangannya mengingat akan sticky note yang selalu ia bawa kemana-mana pada sakunya, lalu mengambil pulpen yang menganggur di meja.
Keduanya menatap heran kegiatan Jake sebelum akhirnya pemuda itu kembali angkat bicara, "saya akan sampaikan pada guru penanggung jawab perpustakaan agar kartu izin bebas perpustakaan kakak-kakak sekalian tidak keluar. Semena-mena pada peraturan sekolah, maka sekolah juga dapat melakukan hal sebaliknya."
Ucapan itu diberikan kernyitan kesal pada Jake. Sang gadis berdiri dengan hentakan kaki dan memutuskan mengambil tasnya diikuti oleh yang lainnya. Pemuda itu mendengar hentakan yang dikeluarkan kaki siswi tersebut dengan mengelus pelan dadanya pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SKEPTICAL
Short StorySpin off Sungjake Help & Weakness Siapa dia yang meragu? Mereka bukan berbeda dalam segala hal. Hanya mencoba melengkapi.