BAB II

1 0 0
                                    


"Nad, lo dimana?"

Orang yang berada di ujung telepon tidak lain adalah sahabatnya, Nadia, yang bekerja di kantor yang sama dengan Maddy. Dua hari sudah berjalan semenjak keputusan bos Maddy, Pak Aris, yang menyuruhnya menangani junk mails di kantor dengan cara mencari pasangan.

Mencari pasangan.

Mencari.

Pasangan.

Sudah dua hari Maddy memikirkan hal ini. Sampai-sampai di kantor, Bryan terus mendapatinya melamun sepanjang hari. Beberapa rekan kerjanya juga bingung melihatnya. Beberapa ratu gossip di kantor itu jadi tidak terlalu mengejeknya lagi karena Maddy tampaknya tidak menggubris seorang pun di kantor, kecuali bosnya.

Jam pulang kantor.

Sebelum beres–beres pulang, Maddy menghubungi Nadia lewat telepon. Dia mulai stress tidak tahu harus berbuat apa. Jadi, dia memutuskan untuk berkonsultasi dengan Nadia.

"Iya Met?" jawab Nadia.

"Sepulang dari sini kita jalan yuk, Nad," ajak Maddy.

"Wah tumben Met. Biasanya langsung pulang sendiri?" jawab Nadia.

"Iya Nad. Gue pengen curhat sama lo."

"Oke. Kita ketemuan di lobby aja ya. Ntar kita ketempat biasa."

"Makasih, Nad."

Telepon terputus.

^

Maddy berjalan menuju lift untuk turun lobby utama di lantai dasar. Lift tidak seramai biasanya karena Maddy pulang agak akhir karena dia menelepon sahabatnya, Nadia, terlebih dahulu.

Saat pintu lift terbuka di lantai dasar, Maddy mendapati sahabatnya, Nadia, melintas di depan lift dari arah kiri. Segera dia memanggil sahabatnya itu.

"Nad!"

Sebelum pintu lift tertutup lagi, Maddy segera melangkahkan kedua kaki langsingnya melangkah keluar lift. Roknya yang sebatas lutut kakinya tampaknya tidak menghambat langkahnya karena sudah terbiasa.

Perempuan yang disapa Maddy tadi menoleh ke sumber suara yang memanggilnya. Suara itu tidak asing. Sehingga sementara dia menggerakkan sendi–sendi di lehernya ke arah samping kanan. Maddy sudah sampai kedekatnya dengan jarak yang hanya sejauh kurang dari setengah meter saja.

"Met!"

Perempuan itu tersenyum melihat sahabatnya yang datang mendekat.

"Gile lo. Kita sekantor tapi jarang banget ketemu," rajuk Nadia sambil cipika cipiki.

"Iya, Nad. Maafin gue ya," pinta Maddy.

Mereka pun berjalan kearah pintu utama menuju parkiran. Mereka lalu menghentikan langkahnya didepan sebuah mobil sedan hitam yang terparkir beberapa meter dari pintu utama kantor.

"Lo kebetulan lagi gak bawa mobil ya?" tanya Nadia sambil membuka pintu jok kemudi mobil.

"Iya, sekali-kali ngurangin macet," jawab Maddy sambil membuka pintu kiri depan.

"Naik apa tadi, Met?"

"Transjakarta," jawab Maddy.

Mesin mobil menyala. Mobil sedan itu segera di gas pengemudinya keluar area parkir kantor itu.

^

Sesampainya di kafe langganan mereka. Mereka langsung memesan minuman dan donat favorit mereka setiap kali berkumpul.

Underneath Expectation, Above Dreams: MaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang