BAB VI

1 0 0
                                    


"Maddy?" sapa seorang wanita paruh baya yang tengah asyik menikmati saluran luar negeri televisi kabel di rumahnya. "Sudah pulang kerja?"

"I..iya bu." jawab Maddy tidak bersemangat. "Tumben jam segini baru pulang.. Kamu baru ketemu sama Bella ya?" tanya wanita paruh baya yang tidak lain adalah ibu Maddy. Sejenak beliau mengalihkan konsentrasinya dari layar televisi sejenak.

"Tidak, bu." jawab Maddy yang kini duduk disalah satu sofa di ruang keluarga itu dekat dengan ibunya.

"Oh, Nadia?" tanya ibu Maddy lagi.

"Tidak, bu.." jawab Maddy lagi. "Lalu?"

"Aku hanya mampir ke perpustakaan yang sering kukunjungi belakangan ini. Hehehe.." jelas Maddy. "Kamu sama seperti ayahmu saja. Selalu berburu buku sampai di usianya saat ini." Maddy hanya mengangguk membenarkan pernyataan ibunya. Sekilas terlintas wajah seorang pria yang berusia hampir enam puluh tahun, ayah Maddy, yang terlihat lebih muda dari usianya.

Wanita berusia pertengahan dua puluh tahun itu terkikik dalam hati tentang apa yang dilakukannya di perpustakaan bersama pria yang membuatnya penasaran setengah mati sejak hari mereka bertemu pertama kali. Hari ini taraf fantasinya menurun dari kelas novel kembali ke kelas cerita anak lagi karena pria itu agak sedikit membuatnya kesal.

Maddy mewarisi genetik ayahnya cukup banyak, termasuk jenis wajah baby-face, wajah yang membuat wanita seperti Maddy bahkan seringkali dikira anak kuliahan diusianya oleh orang asing yang tidak mengenalnya.

"Tadi ada yang mengantarmu ya? Ibu seperti mendengarmu berbicara dengan seseorang tadi." "Yaa, bu."

"Siapa dia?" tanya ibunya lagi.

"Hanya seorang teman. Dia baru tahu tentang perpustakaan baru yang aku datangi belakangan ini. Jadi, dia memintaku untuk menemaninya ke sana. Kebetulan, aku sedang ingin mengembalikan beberapa novel yang kupinjam sebelumnya." jelas Maddy.

"Oalah.."

"Ya.. bu. Bu, aku izin ke kamar dulu ya." pinta Maddy seraya berdiri dari sofa yang tadi didudukinya untuk beristirahat sebentar. Ibu Maddy hanya mengangguk mengizinkan putrinya dan kembali konsentrasi menonton tayangan yang sedang dia nikmati sebelum putrinya datang.

Maddy kemudian melangkah ke arah kamarnya. Dia membuka pintu kamarnya dan meletakkan tasnya di atas meja riasnya.

Dia menarik sandaran sebuah bangku keluar dari kolong sebuah meja kerja disamping meja riasnya. Dia kembali duduk di bangku meja kerja yang berkaki roda itu. Kembali pikiran wanita itu memikirkan sesuatu.

Pria itu menjadi alamat keresahan Maddy. Dia seperti menyesali telah mengatakan sesuatu yang seharusnya tidak dia katakan.

Aku tidak mau dia menganggapku misterius. Semoga saja dia mengerti apa maksudku. Aku hanya mencari yang terbaik mungkin untuk terakhir kalinya.

Kuharap itu dia.

^

Sudah beberapa waktu semenjak sore hari di perpustakaan itu. Belakangan ini Maddy sedang sibuk di kantor. Entah apa yang membuat pekerjaannya terlihat lebih banyak dari yang lain. Bahkan Bryan, teman kantor disebelah meja Maddy, sempat–sempatnya mengambil cuti liburan selama seminggu kedepan. Padahal, Maddy dan Bryan bekerja di divisi dan posisi yang sama sebagai konsultan keuangan.

Maddy sebenarnya tidak masalah dengan setumpuk deadline yang harus di kerjakan di kantor. Namun, kali ini dia harus mengambil alih posisi Bryan yang sering kali ditugaskan di luar kantor.

Saat Maddy menanyakan hal ini kepada bosnya, Pak Aris, beliau hanya menyinggung tentang perintahnya kepada Maddy untuk mencari pasangan dua minggu lalu. "Selesaikan masalah junk mails ini sebelum kamu meminta cuti juga seperti Bryan!"

Underneath Expectation, Above Dreams: MaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang