BAB IV

1 0 0
                                    


"Maddy.., ayo cepat bangun! Kita harus siap-siap." bujuk ibu Maddy sambil menggoyang – goyangkan tubuh Maddy yang masih terlentang di tempat tidur.

"Buu.. sekarang..jam..berapaa..?" tanya Maddy yang masih setengah sadar mencoba membuka matanya.

"Udah jam 4 pagi sayangg..." jawab ibunya.

"Haaa.. cepet banget. Kita bukannya cuma ikut resepsi malem aja, yaa? Aku masih ngantuk nih buu..," rengek Maddy manja sambil memejamkan kembali kedua matanya dan mencari posisi tidur senyaman mungkin.

"Duhh kamu ini masih aja yaa. Kita kan harus pergi ke salon Bude Anya pagi ini." kata wanita paruh baya itu.

"Ihh kamu ini. Kan kita harus dateng di akad nikah Santi. Kamu lupa ibu pernah cerita ibu pernah janji sama om kamu buat ngikutin acara pernikahan Santi yang sama–sama anak tunggal kayak kamu dari awal sampai selesai." jelas ibu Maddy.

Maddy yang terngiang ucapan ibunya kemudian bangkit dari tempat tidurnya, walaupun dia masih menguap beberapa kali, "Okee dehh."

"Yasudah, sana mandi." pinta wanita paruh baya itu seraya meninggalkan kamar Maddy.

"Oke, buu."

Setelah mandi, Maddy mengeringkan rambutnya yang basah karena selesai keramas. Bunyi yang dihasilkan dari frekuensi getaran udara panas buatan yang keluar dari hairdryer milik Maddy keseluruh sudut ruangan kamar Maddy.

Maddy dan ibunya lalu menghabiskan waktu untuk rias kurang lebih satu setengah jam di salon. Pukul 7.30 mereka segera berangkat ke rumah Santi.

"Wah, Santi cantik sekali ya buu..," puji Maddy kagum.

"Gak, ah." sahut ibunya.

Maddy menatap heran sosok wanita yang berdiri di sebelah kanannya itu. Iya lalu menepuk lembut tangan kiri ibunya dan berbicara, "Ih, kenapa bu? Lihat, dia ratu sehari ini dan dia memang aslinya cantik. Masa ibu bilang enggak? Katanya udah janji sama om."

"Iya, ibu janji..," kata ibunya mengiyakan.

"Terus kenapa ibu bilang gitu?" tanya Maddy kebingungan.

"Iya, kan yang cantik itu kalau putri ibu sendiri yang duduk di pelaminan bersama sang ksatria idaman." rayu wanita paruh baya itu.

Moment of surprises, Maddy tidak dapat mengutarakan sesuatu barang sekata pun. Pipinya memerah dan lekuk senyumnya layaknya bulan sabit yang sangat bersinar menerima pantulan sinar mentari yang tertutup bumi. Sekali lagi Maddy tanpa sadar memikirkan pria itu. Pria yang membawa kabur novelnya dan yang juga membawa kabur konsentrasinya.

"Buuu..." Maddy berusaha menghindar.

"Makanya, kapan nikah?"

^

Hari menjelang sore, sebentar lagi acara resepsi malam yang bertempat di salah satu aula pemerintah akan segera berlangsung. Para keluarga dekat dan beberapa kerabat yang mengikuti prosesi akad nikah tadi pagi telah berganti pakaian dan tata rias setelah beristirahat cukup lama.

Dari kejauhan di luar gedung resepsi para tamu telah berdatangan. Lapangan parkir mulai terisi dengan hilir mudik kendaraan para tamu yang mencari tempat parkir yang cocok bagi mereka. Satu persatu penumpang mobil turun.

Para wanita terlihat cantik nan indah, sementara para pria terlihat tampan nan rupawan. Dari anak–anak sampai orang tua mereka menunjukkan wajah ceria. Cara mereka berjalan sangat tenang dan terkagum melihat banyak karangan bunga yang menunjukkan rasa bahagia atas pernikahan dua anak manusia.

Foto pre-wedding yang mulai terlihat sebelum meja para tamu itu menuliskan namanya di buku tamu menunjukkan betapa bahagianya kedua pengantin yang telah mengikat janjinya tadi pagi itu.

Underneath Expectation, Above Dreams: MaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang