Brugh!
“Dafa, apa kamu gila?” pekik Abraham. “Kenapa kamu malah memukulku?”
“Itu belum seberapa, kamu pantas mendapatkan yang lebih parah lagi.” Dafa kembali menyerang. Dalam sekejap mereka terlibat adu pukul di koridor.
“Astaga!” pekik seorang suster yang langsung memanggil securiti.
“Apa maksudmu, aku tidak mengerti. Memangnya apa salahku padamu? Setelah sekian tahun, kita bahkan baru ketemu saat ini. Aku sangat terkejut melihatmu ada di sini.” Abraham saat menangkis pukulan yang datang bertubi-tubi.
“Jangan pura-pura bodoh. Kenapa kamu terkejut? Apa kamu takut tidak bisa menyakiti Aina lagi? Hah!”
“Aina? Jadi kamu bertemu dengan Aina. Dafa, dia salah paham. Aku bisa menjelaskan semuanya.”
“Bulshit! Ini pantas untukmu!” serunya sembari melayangkan tinjunya. Ia sudah bersumpah akan menghancurkan Abraham. Ia akan berikan yang terbaik demi membalas rasa sakit hati Aina.
Memukul, menendang, melempar, semua hal ia lakukan. Ia keluarkan segala resah dan marah yang ada dalam dada. Sampai akhirnya tangan kekar menarik tubuhnya. Seorang security melepaskan adu tinjunya bersama Abraham.
“Lepaskan saya, Pak! Saya harus memberinya pelajaran! Si Brengsek ini telah menyakiti sahabat saya sampai hamil!”
“Maaf, Pak. Ini rumah sakit. Jangan ribut di sini, kalau kalian berdua masih tetap kukuh terpaksa saya akan memanggil polisi.”
“Arrgh!” Dafa berontak, kemudian berlalu meninggalkan Abraham dan security yang membuatnya semakin kesal.
***
“Aina hamil?” Abraham mengusap wajahnya kasar. Pening di kepalanya terasa bertambah. Baru saja ia membawa Elea ke rumah sakit ini. Istrinya itu bahkan masih tidak sadarkan diri setelah bertengkar dengan Arinda. Sekarang ia harus mendengar bahwa Aina hamil?
“Aku tidak salah dengar. Dafa dengan jelas mengatakan bahwa aku menyakiti Aina sampai dia hamil. Oh, sial. Kenapa pernikahanku harus sekacau saat ini.” Pria itu terus bergumam. Tangannya mengusap darah yang masih keluar di keningnya. Pukulan tangan Dafa memang sangat keras, ia bisa melihat pria itu sangat marah padanya.
“Mas ....” Ia menoleh dan mendapati istrinya sudah sadar.
“Dokter!”
Elea mengerjap pelan. Ia menatap suaminya yang sejak tadi duduk dengan pandangan kosong sekalipun ia telah memanggilnya berulang.
“Dokter!” pekik Abraham.
“Tidak perlu memanggil dokter,” cegahnya. “Kamu kenapa, Mas? Keningmu berdarah,” tanyanya cemas. Ia masih belum bisa mengingat apa yang terjadi hingga ia harus ada di rumah sakit. Tapi melihat wajah suaminya, itu membuat hatinya khawatir.
“Aku baik-baik saja Elea.” Abraham meremas kedua tangannya.
“Jangan berbohong. Kamu meremas kedua tanganmu, aku sangat tahu itu adalah kebiasaanmu saat berbohong.”
“Gawat Elea. Aina hamil.” Kini dirinya pun ikut panik. Yang ada dipikirannya bukan bagaimana nasib Aina setelah ini. Tapi bagaimana jika Abraham kembali pada Aina karena merasa bersalah.
Sama seperti Aina, ia juga tidak mengharapkan hadirnya bayi itu. Hanya saja alasannya berbeda.
“Aina hamil?” tanyanya masih tidak percaya.
“Iya, Elea. Aku harus bagaimana? Janin dalam kandungannya bukan milikku. Itu akan sangat membuatnya hancur.”
“Janin itu bukan milikmu, jadi kamu tidak perlu merasa bertanggung jawab, kan?” Elea mengubah rasa takutnya menjadi kesempatan untuk mengikat Abraham lebih erat. Ia tidak akan rela jika suaminya kembali pada Aina.
“Tapi semua ini terjadi karena salahku, Elea. Jika saja aku tidak membayar pria itu,pasti semuanya akan baik-baik saja. Tidak akan serumit sekarang.”
“Mas, kamu sudah memutuskan untuk menceraikan Aina. Kamu sudah berjanji akan menceraikan dia saat perselingkuhan kita terbongkar. Itu bukan bayimu, jadi jangan merasa bertanggung jawab padanya. Sementara di sini, ia adalah darah dagingmu. Ia butuh kehadiranmu seutuhnya.” Tatapnya tajam. Meraih tangan Abraham untuk diletakkan di atas perutnya.
“Aku tahu Elea, tapi aku merasa bahwa aku sangat jahat jika tidak bertanggung jawab. Aku akan sangat menyakiti hatinya.”
“Cukup, Mas! Kamu sudah menyakiti Aina sejak pertama kali kamu memintaku menjadi istrimu. Kamu sudah sangat menyakitinya sejak bertahun lalu. Jadi tidak perlu sedramatis itu. Sudah terlambat untuk menyesali semuanya.” Ia marah. Ia kesal, tapi meski yang ia ucapkan itu menyakitkan itulah kebenarannya. Jika saja Abraham tidak terus-menerus menggodanya. Ia tidak akan terjerumus dalam ikatan rumit ini. Ia tidak akan larut dalam cinta segita yang menyakitkan. Sekarang yang ia lakukan semata-mata untuk mempertahankan suaminya.
‘Maaf, Mas. Itulah kebenarannya, aku tidak akan membiarkanmu pergi dan kembali dengan Mbak Aina. Aku juga membutuhkanmu, janin dalam kandunganku adalah milikmu.’
***
Tidak jauh berbeda dengan apa yang Abraham lakukan. Dafa duduk termenung di samping Aina yang terbaring lemah. Menatap wajah itu lamat-lamat, lingkaran hitam di sekitar matanya terlihat jelas. Kini baru ia sadari bahwa sahabatnya itu sering terjaga.
“Aina ....” Ia meraih tangan yang tidak berdaya. “Maafkan aku meninggalkanmu dan membiarkanmu hidup bersama laki-laki seperti Abraham. Mulai hari ini aku tidak akan pernah meninggalkan kamu lagi, aku akan terus menjagamu dengan segenap jiwa dan ragaku.” Dafa menciumi punggung tangan Aina. Air matanya mengalir membasahi punggung tangan Aina.
“Dafa ....”
“Aina. Kamu sudah sadar? Syukhurlah ... aku panggilkan Dokter ya?”
“Tidak, Dafa. Aku baik-baik saja,” jawab Aina lirih.
‘Hatiku sakit melihatmu seperti ini.’
“Bawa aku pergi,” tambahnya. “Dafa aku ingin pergi dari kota ini. Setiap tempat terasa seperti duri yang menusuk jantungku. Aku tidak akan sanggup bertahan jika terus ada ditempat ini. Hiks hiks.”
“Pergi? Iya Aina, aku akanmembawamu pergi dari sini.”
“Sungguh?”
“Aku janji. Bukan hanya janji, aku juga akan menepatinya. Demi Tuhan,” ucapnya sembari menyelipkan rambut Aina yang menjunjai ke belakang telinga.
“Terima kasih, Dafa. Terimakasih.” Wanita itu menghambur ke dalam peluknya, menangis terisak hingga bahunya terguncang.
“Jangan menangis, itu menyakitiku,” tuturnya saat mengusap punggung sahabatnya. Sahabat yang sangat ia cintai.
Cklek.
Pintu terbuka, keduanya langsung melepaskan diri untuk melihat siapa yang masuk ke dalam ruangan Aina.
“Siapa kamu?” tanya Dafa datar.
Pria asing yang baru saja masuk tidak menjawabnya, melainkan terus melangkah kemudian berhentidi jarak dua meter.
“Kamu siapa?” tanya Aina, ia juga tidak mengenali laki-laki itu.
“Arjune Singgih, ayah dari janin yang kamu kandung.”
Duarrr!
***
Di KBM App sudah tamat yaa
Judul : Nafkah Batin Sewaan
Penulis : Arza DeryaIni update bab terakhir di Wattpad yah temen-temen. Sisanya, cerita ini bisa dibaca dengan judul yang sama di aplikasi KBM App, Joylada, Karya Karsa. Atau bisa juga beli pdfnya hubungi 089524018935
Terima kasih ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Nafkah Batin Sewaan
RomanceCinta adalah anugerah terindah dari Tuhan. Maka layaknya anugerah, setiap cinta yang hadir adalah suci. Lalu kenapa dalam kisah ini kesuciannya harus ternoda? Tangisan Aina, ketika suami tercintanya tega menyewa pria asing, untuk memberinya nafkah b...