3

844 268 8
                                    

Follow ig saya Aqiladyna.
Ikuti cerita saya di kbm app.

Lingkaran takdir sudah ada di Karyakarsa dan Kbm app Aqiladyna silakan baca di sana secara lengkap.
Pdf wa ‪+62 895‑2600‑4971‬ atau +62 822-1377-8824
Ebook bisa di dapatkan di google play store buku.

23.6.22

***

Setiap akhir pekan Mom Zerina selalu memberikan waktu satu hari pada Senja dan rekannya yang lain untuk jalan-jalan di luar. Waktu yang di manfaatkan mereka sebaik mungkin, setidaknya saat mereka di luar sana melepaskan segala penat dari status murahan melekat mati di diri mereka.

Namun hari ini Senja tidak pergi kemana-mana, ia hanya ingin beristirahat berada di kamarnya sebelum malam kembali menghampiri. Sedari tadi Senja hanya berbaring di ranjang, ia tidak tidur hanya sekedar memejamkan matanya, sedangkan pikirannya terus merekam pertemuan dan percintaannya dengan Tuan Awan Alfarezel.

Senja tidak tahu ada apa dengan dirinya, apakah ia mengagumi lelaki itu hingga pikirannya tidak bisa berhenti terus terbayang akan sosok dingin namun panas saat bercinta dengannya.

"Kamu tidak ikut pergi?" pertanyaan Cyra yang baru keluar dari kamar mandi menyentakan Senja dari lamunannya.

"Tidak."

"Tumben sekali, tidakkah kamu bosan terkurung di tempat ini? setidaknya sehari dalam seminggu kita di izinkan keluar untuk refreshing, sangat rugi tidak di manfaatkan."

Memang benar kata Cyra namun Senja sungguh tidak ingin pergi kemanapun.

"Apakah kamu pernah berpikir Senja kita bisa hidup normal di luar sana, tidak menjual diri lagi?"

Ucapan Cyra membuat Senja bergeming, ia sedikit bangkit menatap lekat pada Cyra yang duduk di depan meja rias.

"Ah sudahlah, untuk apa aku mempertanyakannya. Bukankah kita tak perlu memikirkan sejauh itu, jalani yang telah ada di depan mata walau itu sangat buruk." kata Cyra mengulas senyum getirnya lalu wanita itu sibuk merias wajahnya tanpa berkata lagi.

Senja kembali berbaring tenggelam dalam pikirannya atas ucapan Cyra. Senja pernah merasakan hidup seperti perempuan normal di luar sana sebelum ia terjerumus ke lembah nista ini. Bahkan ia pernah mempercayakan hidup dan hatinya untuk seseorang namun nyatanya semua sia-sia, pengorbanan dan harapannya hanya semu belaka. Sejak saat itu Senja tak percaya pada kehidupan yang baik-baik saja. Pasrah dan menyerah kini begitu erat melingkupi dirinya yang telah rapuh.

Kelopak mata Senja terpejam sekelumit ingatan masa lalu singgah di pikirannya. Air mata, tangisan serta permohonan tidak di dengar saat tubuhnya di seret ke hadapan Mom Zerina. Ia begitu ketakutan namun tak mampu melawan dan tak ada yang sudi melindunginya.

"Aku pergi dulu." kata Cyra yang telah selesai berpakaian membuka mata Senja.

"Selamat bersenang-senang."

"Nanti aku bawakan makanan untukmu." seru Cyara keluar dari kamar.

Senja kini sendirian, ia bangkit duduk di tepi ranjang, tangannya terulur membuka laci lemari mengambil sebuah kotak dari dalamnya.

Senja membuka kotak itu mengambil sebuah cincin yang seharusnya tiga tahun lalu di singkirkannya. Karena ia tidak pernah bisa dan memilih menyimpannya meski melihat cincin ini hanya menyisakan rasa sakit yang begitu erat mengenggamnya.

***

Seorang wanita cantik berambut hitam sebahu duduk di sofa ruangan, ia hanya sendiri sesekali menatap pada jam tangannya. Kakinya bergerak mengetukkan ujung sepatu heelsnya ke lantai, ini sudah lebih 3 jam ia menunggu yang membuatnya resah dan sangat membosankan.

Suara pintu terbuka membuat wanita itu menoleh, senyumnya melengkung dengan manik mata berbinar menatap ke arah lelaki yang telah memasuki ruangan.

Lantas wanita itu segera berdiri, menunggu lelaki itu menghampirinya. Sikap yang angkuh dari wajah tampannya yang dingin berhenti di depan wanita itu. Memasukan salah satu tangannya ke dalam saku celana.

"Apa yang kamu lakukan di sini Zoya?"

Wajah Zoya pias atas pertanyaan tidak senang lelaki di hadapannya ini. Padahal ia telah menunggu lama dan berharap sambutan yang lebih baik.

"Apakah kamu masih marah padamu Awan?" tanyanya dengan wajah memelas.

Sudut bibir Awan melengkung sinis, menatap tajam Zoya yang menyedihkan.

"Menurutmu?"

"Aku minta maaf."

"Kamu pikir sendiri."

"Ini hanya salah paham, aku ingin menjelaskannya tapi kamu tidak mau mendengarkanku."

"Bullshits dengan apa yang kamu katakan!" Awan mencengkram lengan Zoya kuat hingga wanita itu meringis kesakitan.

"Kamu menyakitiku." lirih Zoya. Tatapan keduanya beradu lekat menyimpan bara api dan kesedihan membara.

"Dan kamu bermain api denganku." geram Awan melepaskan Zoya kasar hingga wanita itu mundur dan terjatuh duduk di sofa.

Zoya terisak pilu, tak tahu lagi bagaimana harus menjelaskan pada Awan karena kesempatan bicarapun tak sudi Awan berikan. Tatapan Zoya mengawasi Awan yang berjalan ke meja kerjanya meraih tasnya lalu berlalu dari Zoya tanpa memperdulikannya. Kini Zoya kembali sendirian di rungan itu bersamaan rasa sesak bergumpal di dadanya.

Kenapa Awan mengabaikannya? Selama 5 tahun mereka bersama lalu memutuskan bertunangan tidak pernah Awan sedingin ini padanya.

Tidak mungkin kan Awan ingin mengakhiri hubungan ini? Lelaki itu hanya masih marah dan sebentar lagi hubungan mereka akan membaik.

Namun mengingat kemarahan Awan kali ini dan penyebab kesalahpahaman yang terjadi rasanya mustahil hubungan mereka akan seperti dulu. Zoya mengeleng, ia tidak akan membiarkan Awan meninggalkannya, ya ia harus meyakinkan Awan untuk mendengar penjelasannya.

Zoya menyambar tasnya melangkah keluar dari ruangan itu untuk mengejar Awan.

Menatap di kejauhan pada Awan yang telah memasuki lift lebih dulu. Zoya mengumpat dalam hatinya atas keterlambatannya.

Awan melangkah lebar di parkiran menuju mobilnya, saat ia telah sampai ingin membuka mobilnya, perhatiannya terhenti pada kehadiran seorang lelaki yang berdiri tidak jauh darinya.

"Mari kita bicara Awan."

Kedua tangan Awan mengepal saat lelaki itu lebih mendekat, tanpa basa basi ia melayangkan bogeman ke wajah lelaki itu hingga tersungkur jatuh.

Awan melangkah angkuh, merenggut kerah kemeja lelaki itu hingga mereka bersitatap sengit.

"Berani kamu tunjukan dirimu lagi, aku bersumpah akan melenyapkanmu."

"Sampai kapan kamu seperti ini, egois."

"Tutup mulutmu bangsat!"

Tangan Awan mengepal ke atas siap memberikan bogem untuk kedua kalinya.

"Awan, Kaif hentikan!" teriakan Zoya yang berlari menghampiri keduanya menghentikan perkelahian itu.

Rahang Awan mengeras melepaskan Kaif, menjauh darinya.

"Kenapa kalian berkelahi, kalian adalah sahabat." kata Zoya mengingatkan, manik matanya basah karena air mata, ia sungguh menyesal kehancuran ini karena dirinya.

"Kalian sama, ini rencana kalian kan datang ke sini bersamaan, dengan berdalih menjelaskan kesalahpahaman nyatanya memang kalian busuk." desis Awan.

"Hentikan Awan!" kemarahan Zoya mulai tersulut, sedari tadi ia sabar memelas memohon namun Awan tak berbelas kasih sama sekali padanya.

Awan tak memberi tanggapan, ia berbalik membuka pintu mobilnya lalu masuk melajukannya pergi.

Zoya terkulai layu hanya menatap mobil Awan yang semakin menjauh dan hilang dari pandangannya. Matanya melirik ke arah Kaif yang mengusap sudut bibirnya yang berdarah.

"Maafkan aku." kata Kaif namun Zoya tak menghiraukan, berlalu pergi dari lelaki itu.

Tbc

Lingkaran TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang