Tanggal 1, bulan April.
Seli tertawa sendiri setelah bangun dari tidurnya. Ini adalah hari yang baik. Dia punya rencana sempurna.
Sebenarnya hari ini tidak begitu spesial. Seli berangkat sekolah seperti biasanya, diantar oleh Papanya. Sampai di kelas, dia melihat Raib dan Ali berbincang di belakang kelas berdua.
Seli nyengir lebar, menghampiri dua sahabatnya. "Ciye... Pagi-pagi sudah berduaan--"
"Diam Seli! Kamu tidak tahu masalah apa yang ditimbulkan Ali pagi ini!" Raib melotot.
Astaga. Ternyata mereka berdua tidak sedang berbincang, melainkan sedang bertengkar.
"Eh, memangnya masalah apa, Ra?" Seli ikut duduk, kepo.
"Dia bilang pada April bahwa aku dan dia dekat karena dijodohkan! Ya ampun! Siapa sih yang nggak marah?!" Raib melotot. Wajahnya merah.
"Kalau aku tidak bilang begitu kamu akan terus-terusan cemburu tidak jelas, Ra," Ali nyengir.
"AKU TIDAK CEMBURU!" Raib marah, memukul lengan Ali berkali-kali.
Seli menatap ngeri. Itu pasti sakit.
"Ra.... Nanti lenganku patah kalau terus-terusan kamu pukul seperti itu!" Ali berusaha menghindar.
Raib menarik tangannya kembali, sudah puas memukuli si biang kerok itu.
"Masalahnya bukan hanya itu. April itu--dia membicarakannya pada semua anak yang dia kenal! Sekarang mau ditaruh mana wajahku?!" Raib menyembunyikan wajahnya di tangan.
"Kamu maunya ditaruh mana? Di samping fotoku di buku nikah?"
Seli hampir tersedak ludahnya sendiri. Astaga, dia begitu paham kenapa Raib sering kesal pada Ali. Siapa yang tidak kesal kalau sering digoda padahal mereka hanya berstatus sebahai sahabat?
"ALI!" Raib memukul lengan Ali sekali lagi.
"Aduh!" Ali mengusap lengannya, menyingkap lengan seragamnya dan melotot. "Sampai merah begini! Pantas saja sakit sekali!"
"Maaf, tapi kamu menyebalkan sekali, Ali. Aku tidak tahan."
"Kamu jahat sekali sih, Ra. Ali sampai kesakitan begitu. Padahal Ali kan selalu perhatian padamu," Seli menatap Raib. Pura-pura memasang wajah sedih.
Aduh, Raib jadi merasa bersalah. Dia mendekat ke Ali, melakukan teknik penyembuhan. Untung saja mereka duduk di pojok kelas, tidak ada yang melihat. Raib menutupi sinar yang keluar dari tangannya dengan tubuhnya.
Perdebatan sengit itu selesai ketika bel berbunyi. Semua siswa duduk kembali ke tempat masing-masing.
Tiga jam mereka belajar di kelas. Mr. Theo menyuruh Raib membawakan buku ke ruang guru.
Kesempatan bagus. Seli menyeringai, menemui Ali.
"Hei, Ali!" Seli berbisik.
"Apa? Mana Raib?" tanya Ali sambil menguap. Dia baru saja bangun tidur.
"Sedang ke ruang guru. Eh, apa kamu mau nanti sore nonton bertiga? Ini tiketnya," Seli meletakkan tiket nonton di meja Ali.
"Kenapa dikasih sekarang?" Ali mengangkat alisnya.
"Supaya tidak lupa. Datang, ya, Ali! Raib nanti juga datang, ingin menonton bertiga." Seli tersenyum lebar sambil melambaikan tangan, berlari keluar kelas.
Tepat sekali. Dia melihat Raib sedang berjalan kembali ke kelas.
"Raib! Mau ke kantin?"
Raib mengangguk. "Aku lapar."
"Sama!" Seli menggamit tangan Raib, berjalan berdua menuju kantin. "Apa sore nanti kamu ada acara, Ra? Mau nonton denganku, tidak?"
"Nonton apa?"
"Film terbaru itu. Kamu mau kan?"
Raib mengangguk. "Tentu saja mau. Aku ingin mengajakmu, tapi lupa terus."
"Nah! Ini tiket buatmu, kutraktir nonton!" Seli nyengir, memasukkan tiket bioskop ke saku Raib.
"Eh? Kenapa tiba-tiba sekali?"
Seli mengangkat bahunya sambil tertawa lebar, "Sebagai gantinya kamu harus mentraktir aku bakso. Mau kan?"
Raib mengangguk.
✦
Sore hari.
Raib sudah masuk ke dalam teater sendirian. Seli bilang dia akan menyusul.
Puh, Raib menghela nafas pelan. Semuanya bawa pasangan, dia saja yang sendirian. Seli kapan datangnya sih?
Tiga menit kemudian, seseorang juga masuk ke dalam teater. Tampak menarik, baju dan rambutnya rapi. Beberapa cewek berbisik saat dia lewat. Raib ikut memuji cowok itu dalam hati. Dia tetap terlihat keren meski di dalam teater sedikit gelap.
"Kamu masih sendirian saja, Raib?"
Aduh, jantung Raib hampir lepas.
Cowok itu adalah Ali. Dia menarik semua pujiannya terkait cowok ini. Dengan wajah tenang, Ali duduk di sebelah Raib.
"Itu tempat Seli!" Raib melotot.
Bioskop sore itu penuh. Di sebelahnya sudah terisi seseorang. Ali pasti salah tempat duduk, seharusnya Seli yang duduk di situ.
"Tidak, ini betul tempat dudukku, Ra," Ali menyodorkan tiketnya.
Raib memeriksanya. Benar. Itu tempat duduk Ali.
Film dimulai. Raib duduk dengan tidak nyaman. Apalagi saat Ali memesan satu popcorn besar, juga dua minuman. Dia membelikannya untuk Raib.
"Popcornnya dimakan berdua ya, Ra. Paket yang ini lebih murah," Ali nyengir. "Kalau kamu tidak makan popcornnya, setelah nonton kamu harus menemaniku makan di restoran."
Wajah Raib merah. Untung saja bioskop ini gelap. Ali tidak bisa melihat wajah merahnya.
Ponsel Raib sedikit bergetar, tanda pesan masuk. Itu dari Seli, begini isinya :
RAIB DAN ALI, SELAMAT KALIAN TELAH TERMAKAN PRANK APRIL MOP DARIKU HEHE. Jangan marahi aku, ya. Sekarang aku sedang jalan-jalan dengan Johan--JANGAN KOMENTAR DULU, CUMA JALAN-JALAN BIASA!!
Sudah ya, selamat kencan. Peace ✌️
Aduh, wajah Raib semakin memerah. Tampaknya Ali juga telah menerima pesan itu dari Seli. Ali tersedak popcorn.
Sial! Awas saja Seli, besok saat bertemu, Raib akan menjambak rambut gadis itu sampai botak!
━━━━━━━━━━━━━━━
KAMU SEDANG MEMBACA
bumi series | oneshot [2]
Fanfiction꒰ oneshot tentang kehidupan raib ali seli kalau lagi ga ada misi <3 ꒱ - sebagian besar karakter milik Tere Liye ©alisseuuu