Lima.

5.1K 402 50
                                    

Haechan benar-benar harus menelan pil pahit yang benar-benar pahit saat Karin benar-benar tinggal di rumah ini. Menarik etensi Juno dan Jeno.

Bahkan ia ingin sekali tertawa saat Jeno pindah ke kamar tamu. Sepertinya ia harus benar-benar menyerah sekarang. Tetapi saat melihat tawa Juno saat bermain dengannya, celotehannya, tangisnya. Itu semua benar-benar membuat dirinya kuat.

"Sarapan pagi ini aku saja yang buat, kamu urus saja Juno!" Karin berucap, Haechan hanya mengangguk lalu melenggang pergi ke kamar anaknya.

Haechan pun membuka pintu, dan terlihat anaknya sudah bangun dan sedang mengucek matanya. "Jangan di kucek sayang, nanti merah."

"Ma, tadi Juno mimpi Tuhan bawa mama ke sulga." Deg! Jantung Haechan langsung berdegup dengan kencang.

"Sama Tuhan? Kenapa?"

"Gatau, tapi cahayanya bawa mama. Juno nggak mau mama pelgi, kalo mama pelgi Juno harus ikut."

"Dengar Juno, mama pergi kepada Tuhan berarti itu adalah takdir. Dan takdir tidak bisa kita rubah, mama janji mama akan selalu membawa Juno. Dan mama mohon, suatu saat nanti jangan benci papah ya sayang."

"Eung! Juno selalu sayang papa dan mama."



Pagi ini, sarapan yang Karin buat benar-benar berat. Seperti nasi dan juga protein yang tinggi. Jeno tidak terbiasa akan hal itu. Apalagi kopi yang dihidangkan tidak seperti biasanya, rasanya pahit sekali.

"Kamu kenapa Jen? Nggak suka?"

"Saya suka. Tapi untuk makanan berat, saya nggak bisa Karin. Saya suka sakit perut nanti."

"Terus kamu nggak akan makan masakan aku gitu?"

Jeno menggeleng. "Saya akan makan." Dengan terpaksa Jeno menyuapkan nasi, ia benar-benar tidak bisa sebenarnya. Tetapi mungkin sedikit suapan tidak akan membuatnya sakit perut.

Bertepatan pula dengan Haechan dan Juno yang turun, diiringi dengan pekikan juga tawa dari Juno. "Kok sarapannya nasi ma? Juno suka sakit perut." Sama seperti Jeno, Juno oun sering merasa sakit jika memakan nasi di pagi hari.

Karin melotot pada anak itu, lalu mencubit tangannya. Juno pun menangis. "Mbak karin!/Karin!" Teriak Jeno dan Haechan bersamaan.

"Apa? Anak ini nggak tau bersyukur banget, masih bagus aku mau masak."

"Tapi tidak dengan mencubit anak saya Karin! Kamu ini orang bodoh atau bagaimana! Kamu harus mengerti dia itu masih kecil!"

"Loh kok malah kamu ikutan marah Jen, sekarang kamu lebih milih Juno daripada aku?!"

"Ya! Saya lebih baik menjadi ayah dan suami yang baik sekarang daripada harus mengikuti kemauan kamu terus. Saya capek! Saya jadi ragu menikahi kamu kalau kamu saja bersikap kasar pada Juno."

Jeno meraih jasnya lalu pergi, Karin menatap nanar Jeno lalu menatap tajam Haechan yang sedang menenangkan Juno. "Dasar dua mahluk sialan! Kalian apa nggak bisa pergi dari kehidupan Jeno! Kalian itu beban."

Plak!

Karin menampar Haechan. Diiringi isak tangis Juno, Haechan menangis dalam diam, entahlah. Ia lemah dengan keadaannya sekarang.






"Loh tumben banget ke kantor pak bos. Biasanya mangkir ke rumah model dulu." Celetuk Eric, yang memiliki wajah mirip seperti Jeno walau hanya beberapa persen saja.

"Diam Eric saya lagi pusing."

"Aduh pak, kalo saya jadi bapak udah saya putusin model itu. Lagipula dia kan yang pertama tinggalin bapak, dan istri bapak hadir saat bapak patah hati. Masa bapak nggak mau berbalas budi pada istri bapak yang tidak pernah menorehkan luka sama sekali."

Eric ini benar-benar berani. Tentu saja Jeno ini tidak ada hak untuk memecat Eric karena kuasa itu hanya bisa dilakukan oleh sang ayah, Jaehyun.

"Tapi saya masih cinta Karin Eric."

"Beneran cinta? Buktiin dulu pak, yakinin dulu hati bapak. Jangan menyesal jika nanti istri bapak pergi."

Benar-benar memohok.















Tbc.

Lover (Nohyuck) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang