Takdir mempertemukan Sooji dengan Kei makhluk penghisap darah, keduanya terikat akan sebuah perjanjian yang tidak bisa dibatalkan.
Sooji harus membantu Kei mencari sebuah batu yang tersimpan di dunia manusia untuk kelangsungan hidupnya.
Akan tetapi...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kalian baca cerita ini dimana? Mau up habis tarawih eh ketiduran, met sahur :)
"Apa dia sudah sadar?" Li melongok dari belakang bahu Axe yang tengah berdiri di bingkai pintu kamar Sooji.
"Seharusnya sudah tidak apa-apa." tangan Axe masih betah bersedekap sembari memperhatikan Kei yang tengah duduk di pinggiran ranjang dengan menatap gadis yang sedang tertidur.
"Untung saja kita datang tepat waktu. Aku tidak bisa membayangkan apa yang terjadi jika siput kecil kita benar-benar terjun dari atap gedung kampus." Li meremas ujung kaos milik Axe memikirkan bagaimana jika Sooji benar-benar tewas.
Sebelumnya saat Kei bertarung dengan seorang vampir, Li dan Axe mencium bau darah yang menguar dari luka Sooji. Dan beberapa vampir lainnya pun tengah mencari hal yang sama, mangsa mereka. Oleh karena itu, Li dan Axe berusaha menghentikan semakin banyaknya vampir yang mengepung atap gedung. Untung saja saat itu hujan turun dan menyamarkan bau darah Sooji.
Axe berbalik secara tiba-tiba hingga tubuh Li yang tadinya bersender pada punggung pemuda itu sedikit limbung hampir terjungkal ke depan.
"Sepertinya kita lebih baik tidak berurusan lagi dengan gadis itu." Axe berjalan ke arah sofa yang terletak disana. Matanya memindai setiap isi flat mini yang di tinggali Sooji.
"Namanya Sooji, Axe! Kau tidak pernah menyebutkan nama siput kecil?!" Li bergabung duduk di sebelah Axe.
"Aku tidak menyukai ketika Kei membuat perjanjian dengan manusia. Benar-benar sangat merepotkan."
"Kenapa kau terdengar sangat tidak menyukai Sooji?" Li menyampingkan duduknya dengan sorot mata menyipit, memperhatikan ekspresi dari wajah Axe.
"Sudah ku bilang. Manusia itu merepotkan."
***
Sooji membuka lamat-lamat matanya, mengernyitkan kening saat matanya bertemu dengan cahaya matahari yang masuk ke dalam sela-sela kamar dan saat itu pula genggaman pada tangannya kian mengerat. Tunggu, genggaman? Sooji kembali lagi berusaha membuka mata, melirik sisi sebelah kirinya dan menemukan Kei disana sedang menatap datar ke arah Sooji.
"Kei?" Sooji berusaha bangun tapi seketika ia memekik kesakitan saat merasakan perih dari telapak tangan kanannya. Balutan perban melilit disana, menutupi goresan luka yang ia dapatkan semalam.
Kei beranjak membantu tubuh Sooji agar bersender pada kepala ranjang.
Sooji memandang tangannya yang terluka, rupanya kejadian semalam bukanlah mimpi. Menelan salivanya pelan, ia bergidik ngeri ketika mengingatnya dan tanpa sengaja terus menggelengkan kepala---menolak memori mengerikan itu hadir.
"Hei.." Kei menangkup wajah Sooji, memaksa kedua bola mata gadis itu menatapnya, "semua akan baik-baik saja."