32. Cara Bahagia

41 9 3
                                    

Pagi ini, Langit sudah kembali mengunjungi Arsha. Kini, keduanya tengah berada di supermarket untuk berbelanja. Langit mendorong troli dengan perasaan hampa. Kejadian kemarin masih terekam jelas diingatannya. Bahkan hampir semalam suntuk, Langit kembali tak bisa tidur.

Namun Langit heran mengapa Arsha bersikap seolah tak ada yang terjadi. Gadis itu bersikap ceria hari ini dan sangat antusias memasukkan banyak belanjaan ke troli. Sebenarnya Arsha sedang benar-benar bahagia atau hanya menutupi kesedihannya agar Langit tak khawatir?

"Lo kenapa tiba-tiba kayak gini?" tanya Langit yang berada di belakang Arsha sembari masih mendorong troli yang hampir penuh dengan belanjaan. Ia mendorongnya dengan tubuh yang sedikit bungkuk karena merasa lelah berjalan mengitari tempat perbelanjaan itu.

"Aku baru ingat belum stok makanan sama perlengkapan dapur di rumah, soalnya takut Ayah butuh kalau aku nggak ada."

"Emang lo mau kemana?"

"Buat sekarang nggak kemana-mana," jawab Arsha seraya menghentikan langkahnya dan menoleh.

Arsha berjalan mendekat ke arah Langit dan menatap dalam laki-laki itu. Sementara Langit yang ditatap begitu, langsung mengerutkan kening dan merasa sedikit salah tingkah. Ia langsung menegakkan tubuhnya dan menoleh ke kanan kiri untuk memperhatikan sekeliling. Kemudian, ia kembali menoleh ke depan dan ternyata Arsha masih menatapnya.

"Apaan sih lo!" gerutu Langit yang sudah tidak sanggup ditatap lama-lama oleh Arsha.

"Lang, aku baru sadar kalau warna bibir kamu bagus juga, ya," celetuk Arsha.

"Hah?"

"Tuh, kan!" Arsha semakin mendekat dan sedikit mendongak. Ia merauk wajah Langit tiba-tiba membuat laki-laki itu sempat tersentak kaget. Langit mencekal tangan Arsha dan menjauhkan dari wajahnya.

"Lo kenapa sih?" Sudah, Langit merasakan perasaannya kini sangat campur aduk. Bahkan detak jantungnya pun sangat kencang.

"Coba senyum!"

Meskipun terkesan permintaan yang random, Langit tetap melakukannya. Ia tersenyum, tetapi justru malah terlihat seperti orang yang sangat tertekan.

"Senyum yang bener, Lang," pinta Arsha geregetan.

Langit menghela napas dan mencoba merilekskan tubuhnya. Arsha tidak tahu saja Langit sedang susah payah mengontrol debar di dadanya.

Langit kembali tersenyum. Kali ini lebih lepas dari sebelumnya. Melihat itu, Arsha pun ikut tersenyum. Menjadikan debar jantung Langit tambah parah.

"Manis banget, kamu harus lebih serring senyum, Lang!" puji Arsha seraya berjinjit dan mengacak rambut Langit sebentar. Lalu ia kembali melanjutkan langkahnya pada tujuan awal ia datang kemari.

"Boleh pingsan nggak, sih?" gumam Langit pelan sambil memegang dadanya. Namun tatapannya seperti kosong melihat Arsha yang sudah berjalan cukup jauh darinya.

Langit mengerjapkan kedua matanya ketika tersadar bahwa seseorang menghampiri Arsha. Tanpa buang-buang waktu, Langit bergegas mendorong trolinya menyusul ke gadis itu.

"Anjing, nggak jadi pingsan." celetuk Langit begitu tahu siapa seseorang yang menghampiri gadisnya. Ternyata sahabat Arsha.

Mendengar celetukan Langit, baik Arsha maupun Viko langsung menoleh.

"Aku kira kamu sendiri, Sha," ucap Viko yang memperhatikan Langit dari atas sampai bawah.

"Semenjak punya pacar, jadi nggak ada waktu buat sama sahabat, ya." Viko berdecih seraya menoleh kembali pada Arsha.

"Nggak, Vik. Emang niatnya aku mau quality time sama Langit." jawab Arsha meluruskan.

Viko hanya manggut-manggut sebagai jawaban.

Sandyakala [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang