Langit dan kedua sahabatnya baru saja keluar kelas begitu bel istirahat berbunyi. Namun langkah ketiganya terhenti ketika seseorang menghampiri mereka.
"Eh, Neng Hana, mau ketemu Langit, ya?" tanya Mahesa yang diangguki oleh Hana. Kemudian pandangan perempuan itu beralih menatap Langit, tanpa menyadari laki-laki di sebelah Langit yang sedang menahan rasa cemburunya.
"Lang, pulang sekolah aku ke rumah kamu, ya." ucap Hana.
"Ngapain?"
"Latihan lagi, Lang. Soalnya kalau sekarang gak bakal sempet."
Langit tak langsung menjawab. Ia menoleh sekilas ke arah Pandu dan langsung menangkap raut kesal di wajah laki-laki itu. Langit pikir Pandu tak benar-benar serius menyukai Hana, namun saat melihat raut wajahnya sekarang, Langit menyadari bahwa Pandu tak main-main. Mungkin sahabatnya itu sudah telanjur dicap sebagai playboy, tapi pada kenyataannya seorang playboy sekalipun akan takluk hanya pada satu perempuan.
"Ndu, gimana?"
Pandu yang semula berusaha tak peduli, menoleh begitu Langit menyebut namanya.
"Gimana apanya?"
"Lo bakal cemburu gak?"
"Cemburu?" timpal Hana dengan kening berkerut. Tak paham dengan maksud ucapan Langit.
"Iya! Emang lo nggak tau, Han, kalau Pandu itu—"
"Sa, gue jahit ya mulut lo!" ancam Pandu memberikan tatapan nyalang kepada Mahesa yang bermulut lemes itu. Sedangkan Mahesa justru tertawa mendengarnya. Memang benar-benar sahabat tak ada akhlak.
"Terserah lo, Lang. Lo obrolin aja sama Hana. Gue sama Mahesa duluan ke kantin." ucap Pandu seraya berjalan dan langsung menyeret Mahesa untuk pergi dari sana. Dan kini tinggallah Langit dan Hana saja.
Langit menghela napas dan kembali menoleh kepada Hana.
"Pensinya hari sabtu, kan?"
Hana hanya mengangguk disertai seulas senyum yang meninggalkan kesan manis di wajahnya.
"Oke, kita latihan dua kali lagi. Pulang sekolah nanti sama hari jumat." putus Langit untuk mempercepat urusannya dengan Hana.
"Serius, Lang?" tanya Hana saking tak percayanya kalau Langit semudah itu menyetujui permintaannya. Hal itu justru membuat perasaan Hana kepada Langit kian membesar karena sedikit demi sedikit, ada kemajuan di antara keduanya. Dan, Hana tak akan membiarkan kesempatan itu hilang.
Langit mengangguk dengan wajah datarnya, "Nanti lo langsung ke rumah aja."
Setelah itu, Langit berlalu pergi melewati Hana untuk melanjuti niat awalnya pergi ke kantin. Sedangkan, Hana membalikkan tubuhnya untuk menatap punggung Langit yang semakin menjauh. Selalu saja ketika bersama dengan Langit, ada perasaan senang yang dirasakan olehnya yang membuat senyumnya rekah begitu saja.
🌿🌿🌿
"Sha, kamu kenapa? Aku ada salah, ya? Aku minta maaf kalau aku ada salah ke kamu. Tapi jangan cuekin aku kayak gini, Sha."
"Kamu yang kenapa, Vik? Sikap kamu itu bener-bener beda. Nggak kayak dulu lagi."
"Aku kayak gini karna nggak mau kehilangan kamu, Sha."
"Apa sih! Kamu terlalu berlebihan, Viko."
Langit yang hendak memakai helmnya, mengurungkan niatnya karena mendengar suara keributan. Ia mengedarkan pandangannya dan melihat Arsha dengan sahabatnya yang ternyata sedang beradu mulut itu. Langit berdecih pelan sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, tak habis pikir dengan tingkah keduanya yang begitu kekanak-kanakan. Lalu, ia memilih memakai helmnya dan naik ke atas motor. Langit menyalakan motornya dan mulai menancap gas untuk bergegas pergi. Namun tiba-tiba seseorang berdiri di depan motornya yang membuat Langit dengan cekatan langsung menekan remnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sandyakala [TAMAT]
Teen FictionIni hanya sebuah cerita tentang kedua orang dengan masing-masing luka yang dirahasiakan dari dunia. "Gue sayang sama lo selayaknya semesta yang mencintai senjanya." "Tapi, Lang, senja nggak pernah bertahan lama." Kini, bagi Langit, senja adalah luk...