35. Janji Ayah

39 8 0
                                    

Selepas meninggalkan Langit dalam keadaan tak sadarkan diri, Viko berjalan tertatih menuju mobilnya. Tetapi dari kejauhan, ia dapat melihat seorang gadis yang sangat ia kenali seperti sedang kesakitan. Gadis itu terus memegangi kepalanya.

Viko yang melihat itu langsung bergegas sebisa mungkin menghampirinya. Begitu mendekat, dapat terdengar jelas rintih sakit dari gadis tersebut.

"Arghh .... "

"Mama, Acha belum mau mati,"

"Kepala Acha sakit."

Entah mendapat tenaga darimana, tubuh Viko yang sudah babak belur mendadak bugar kembali. Ia menyentuh bahu gadis itu yang tak lain adalah Arsha, sahabatnya.

Arsha menoleh dengan raut wajah menahan sakit dan airmata yang sudah membanjiri kedua pipinya.

"Viko, kepala Acha sakit," rintihnya.

"I-iya, Sha. Sekarang kita ke rumah sakit, ya." Viko merengkuh pinggang Arsha dan mencoba memapah tubuh gadis itu.

"Viko, tadi Acha lihat ada Mama. Mama manggil nama Acha," racau Arsha. Hati Viko terasa teriris mendengar itu. Namun ia berusaha untuk terlihat tegar di hadapan Arsha.

Saat sedang memapah tubuh Arsha, tiba-tiba saja gadis itu berhenti dan membuat Viko juga menghentikan langkahnya. Viko memperhatikan Arsha yang tengah mencari sesuatu dalam tasnya. Ternyata selembar kertas yang dilipat. Arsha memberikan itu kepada Viko.

"Tolong kasih ke Langit ya, Viko. Sampain juga, kalau Arsha sayang Langit."

Viko hanya mengangguk dan kembali membawa gadis itu menuju mobil. Ia membuka pintu mobil dan membantu Arsha untuk duduk di dalam, kemudian setelah itu ia beralih masuk ke kursi pengemudi. Tak lupa, ia memasangkan sabuk pengaman pada Arsha dan juga dirinya.

Selama melajukan mobilnya menuju rumah sakit, Viko tak bisa fokus karena terus mendengar racauan tak jelas dari Arsha.

"Viko, Acha punya janji sama Langit buat terus ada. Tapi, Tuhan kasih kesempatan buat Acha penuhin janji itu nggak, ya?"

"Langit baik banget sama Acha. Masa Langit bilang mau bahagiain Acha. Viko tau nggak? Langit itu baik .... banget sama Acha."

"Acha sayang sama Langit. Tapi, Acha juga sayang sama Mama, Viko. Acha harus pilih siapa? Langit sedih nggak, ya, kalau Acha tinggalin?"

"Kenapa Tuhan renggut waktu Acha di saat Acha udah nemuin kebahagiaan Acha?

Viko tak lagi meneruskan ceritanya kepada Langit karena tak kuasa untuk menyampaikan segala hal tersebut kepada laki-laki itu. Sementara Langit selama mendengarkan cerita dari Viko hanya bisa terdiam dengan kedua tangan yang mengepal kuat.

Ia menyadari bahwa ketika ia telah sadar saat berada di rumah sakit, dan menanyakan mengenai Arsha kepada Hana, ternyata gadis itu bicara bohong kepadanya. Arsha tak pernah mengunjungi rumah sakit. Yang menitipkan surat itu kepada Hana adalah Viko.

"Aku bohong soal Arsha nggak ke sini. Dia sempat datang pas kamu masih nggak sadarkan diri, dan dia nitipin ini ke aku. Dia minta aku ngasih ini ke kamu pas kamu udah siuman."

Hanya sebuah kebohongan yang bermaksud untuk menenangkan Langit saat itu.

"Lo lihat, Arsha tidur nyenyak banget, kan?" tanya Viko lirih menatap gadis yang tengah terbaring di dalam sebuah ruangan serba putih itu. Keduanya hanya bisa memperhatikan Arsha dari balik kaca di sebuah pintu, karena di dalam ruangan sana, Gutama tengah menemani Arsha yang terlelap. Langit dan Viko paham bahwa Gutama memerlukan waktu berdua dengan putrinya dan mengakui kesalahan-kesalahan yang telah laki-laki itu lakukan.

"Dokter bilang keadaan Arsha semakin memburuk. Udah nggak ada kesempatan buat dia sembuh." Ucapan Viko menusuk tepat di dada Langit. Terasa sesak dan menyakitkan.

"Arsha itu anak yang baik. Gue sahabatan sama dia dari masih Sekolah Dasar, dan selama itu juga gue selalu lihat Arsha yang ceria. Arsha yang kelihatan nggak punya beban. Tapi, kenapa justru ia harus dikasih hukuman seberat ini?"

"Justru karena Tuhan sayang sama dia," jawab Langit hampa. "Karena, Arsha nggak pernah dapat perlakuan baik dari manusia-manusia berengsek itu."

Viko mengangguk, "Lo benar. Cewek sebaik Arsha nggak pantas dapat tempat yang hina di dunia." Viko tersenyum tipis dan menoleh. Ia menepuk pundak Langit. "Jadi, gunain waktu lo dengan baik. Seperti yang gue bilang, gue yakin lo punya cara tersendiri buat bahagiain dia."

Selepas itu, Viko berlalu pergi meninggalkan Langit bersama kehampaan di hatinya. Langit merasa lemas dan mencoba duduk di sebuah kursi panjang. Tatapannya menyiratkan luka yang mendalam. Gemuruh hebat di dadanya belum juga hilang. Langit tak bisa menjelaskan apa yang sedang ia rasakan.

🌿🌿🌿

"Arsha, maafin ayah. Maafin ayah karena nggak becus buat jadi ayah yang baik untuk kamu. Maaf selama ini ayah nggak pernah ada waktu untuk sama kamu. Maaf kalau selama ini ayah selalu nyakitin kamu, nyalahin kamu, dan nggak pernah menanyakan kondisi kamu. Ayah bahkan nggak tahu apa yang selama ini kamu alami, gimana perasaan kamu setiap kali ayah pukulin kamu,"

"Kenapa kamu nggak pernah berontak, Sha? Kenapa kamu nggak pernah pukul balik ayah supaya ayah sadar? Kenapa kamu terlalu sabar menghadapi ayah kamu yang berengsek ini. Harusnya ayah yang sekarang ada di posisi kamu. Kamu nggak pantas mengalami ini semua, Arsha."

Gutama menggenggam erat tangan Arsha dengan tangis hebat yang tak lagi bisa dibendung. Penyesalan itu seperti sebuah batu besar yang menghantam keras dadanya. Sangat sesak, tetapi Gutama tak bisa menyingkirkan batu besar tersebut.

Melihat tubuh ringkih yang terbaring di hadapannya dengan wajah begitu tirus dan pucat, Gutama baru menyadari perubahan putrinya itu. Selama ini, Gutama hanya melihat Arsha yang selalu kuat, tubuh mungil yang tak pernah berontak setiap kali pecutan demi pecutan menyentuh tubuhnya. Gutama terlalu dibutakan oleh kebenciannya.

"Sayang, ayah mohon kasih kesempatan buat ayah perbaiki semuanya. Ayah janji akan jadi ayah yang baik buat kamu. Bangun ya, Arsha. Ayah nggak punya siapa-siapa lagi selain kamu, jangan tinggalin ayah ya, sayang."

Gutama menundukkan kepalanya menutupi tangisnya. Kedua bahunya gemetar. Tangan mungil itu tak lepas dari genggamannya.

"Ayah janji akan berubah, Sha. Ayah mau mulai semuanya dari awal lagi. Ayah mau perbaiki ini semua. Ayah mau sarapan bareng kamu, makan nasi goreng buatan kamu. Ayah mau dengerin kamu cerita tentang kehidupan kamu. Ayah mau lihat senyum kamu, mau lihat Arsha yang ceria lagi. Ayah yakin kamu bisa sembuh, Sha."

Bersamaan dengan kalimat terakhir Gutama, tangan mungil yang berada di dalam genggamannya bergerak. Gutama menyadari itu dan langsung mengangkat kepalanya. Di sana, ia melihat Arsha membuka mata. Sontak, Gutama langsung mengusap sisa-sisa air matanya dan seulas senyum tercetak di wajahnya.

"Ayah.... " suara lirih itu menyapa indera pendengaran Gutama. Tanpa membuang waktu, laki-laki paruh baya itu langsung merengkuh tubuh Arsha dalam pelukannya. Tubuh yang selama ini tak pernah ia perlakukan dengan baik.

Gutama bersyukur karena Tuhan mengabulkan doanya. Tuhan memberinya kesempatan untuk melihat kedua mata indah itu kembali terbuka. Gutama berjanji untuk memperbaiki segalanya. Ia akan menjadi ayah yang baik untuk Arsha.

Di satu sisi, Langit yang menyaksikan itu melalui kaca di pintu, diam-diam ikut memanjangkan syukur. Sedikit rasa tenang menghampirinya. Langit tersenyum tipis dan menyeka sisa air matanya.

🌿🌿🌿

TBC

Sandyakala [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang