Siapa sangka bahwa laki-laki yang tak sengaja bertemu dengannya waktu sore itu, lalu begitu jutek dan dingin padanya, kini menyandang status sebagai pacarnya?
Rasanya seperti mimpi. Namun ini adalah mimpi yang berhasil ia bawa ke dalam kenyataan. Kini keduanya resmi berpacaran. Rasanya ketika mengingat kejadian saat Langit mengklaim keduanya berpacaran, Arsha ingin terus tersenyum. Namun karena tak ingin dianggap gila, dirinya berusaha untuk menahan senyuman itu. Terlebih di hadapan Jessy, hanya agar perempuan itu tak banyak bertanya padanya.
Karena Arsha sangat mengenal Jessy. Perempuan itu bermulut ember. Kadang sulit sekali untuk ia menjaga sebuah rahasia. Oleh karena itu Arsha tak memberitahu Jessy mengenai hubungannya dengan Langit.
"Sha, besok ada pensi. Aku denger besok Langit tampil sama Hana, ya?" tanya Jessy dengan begitu santai. Namun tidak tahu saja Arsha yang mendadak sedikit kesal saat mendengarnya.
"Iya," jawab Arsha singkat.
"Mereka berdua cocok nggak sih, Sha? Sama-sama populer dan disukain sama murid-murid di sini."
"Langit itu punya aku tau, Jes." ucapnya dengan menekuk wajahnya sebal.
"Ih, Sha, kamu aja kenal Langit cuma selewatan doang. Tapi emang banyak banget yang ngaku-ngaku pacarnya Langit. Soalnya ganteng sih. Mukanya sangar-sangar gemesin."
Arsha menusuk siomaynya dengan menahan kesal. Telinganya terasa panas mendengar semua celotehan Jessy yang memuji Langit. Memang laki-laki itu sangat tampan, Arsha akui itu. Namun, ia tetap kesal ketika ada yang memuji Langit selain dirinya.
"Beruntung banget nggak sih yang jadi pacarnya Langit, Sha?"
"Setau aku ya, Sha, kalau cowok yang jutek gitu pas pacaran jadi bucin banget. Pasti beruntung banget yang dibucinin sama Langit. Jadi pengen deh aku, Sha." ucapnya histeris membayangkan dirinya yang menjadi pacar Langit dan mendapat perlakuan manis dari laki-laki itu.
"Mimpi kamu ketinggian, Jes." sarkasnya.
"Gapapa, Sha. Mimpi aja dulu, siapa tau—"
"Nih buat lo."
Ucapan Jessy terhenti lantaran kehadiran seseorang di antara keduanya. Jessy menoleh dan seolah melihat malaikat yang turun di hadapannya, senyumnya rekah. Berbanding terbalik dengan Arsha yang justru mengerutkan keningnya ketika melihat bingkisan putih yang diberikannya untuk dirinya.
"Ini apa, Lang?" tanya Arsha pada Langit.
Langit mengambil tempat duduk tepat di depan Arsha. Laki-laki itu tak memperdulikan tatapan dari sahabat perempuan itu yang sedang menatap kagum ke arahnya.
"Cemilan buat lo kalau di rumah." ucapnya santai.
Arsha memeriksa isi bingkisan putih itu yang ternyata di dalamnya terdapat berbagai jenis camilan dan juga susu kotak.
"Ini banyak banget, Lang." keluhnya.
"Gue punya tanggung jawab bikin lo seneng. Katanya orang kalau seneng, makannya banyak. Jadi gue beliin stok ini buat lo kedepannya nanti." ucap Langit seraya menarik piring milik Arsha yang tersisa beberapa potong siomay saja. Kemudian, tanpa merasa jijik, Langit menyantapnya.
"Loh, itu, kan, punya Arsha?" ucap Jessy bingung.
"Sha, itu makanan kamu dimakan sama dia. Terus, ini kenapa dia ngasih banyak makanan? Sebenernya ada apa sih? Kalian itu lagi taruhan atau gimana?" Jessy menatap Arsha dan Langit secara bergantian. Berharap salah satu dari mereka mau menjawab kebingungannya itu.
"Lo mending diem." ucap Langit mendadak dingin kepada Jessy, bahkan ia sampai memberikan tatapan tajamnya. Seolah ucapan Jessy sangat mengusiknya.
"Aura sangarnya keluar." gerutu Jessy yang langsung membungkam mulutnya dengan melanjutkan kegiatan makannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sandyakala [TAMAT]
Fiksi RemajaIni hanya sebuah cerita tentang kedua orang dengan masing-masing luka yang dirahasiakan dari dunia. "Gue sayang sama lo selayaknya semesta yang mencintai senjanya." "Tapi, Lang, senja nggak pernah bertahan lama." Kini, bagi Langit, senja adalah luk...