3. Bersama Langit

374 44 6
                                    

"Berhubung lusa saya nggak bisa ngajar, tugas yang saya berikan sekarang nanti dikumpul di meja saya saja. Dan, saya akan tetap memberi kalian tugas lain." tandas Bu Yuni—guru matematika—lalu, beranjak keluar berbarengan dengan bel istirahat yang berbunyi.

Jessy menutup bukunya dan langsung menghadap ke arah Arsha.

"Sha, kamu kantin nggak?"

"Nggak deh, Jes. Aku mau ke perpus aja."

"Tumben, Sha. Kamu nggak lagi ada masalah, kan?"

Hidup sama masalah itu satu. Selama lo hidup, masalah bakal ada terus.

Arsha tersenyum mengingat ucapan Langit kala itu, "Hidup sama masalah itu satu. Selama kamu hidup, masalah bakal ada terus."

Jessy melongo di tempat ketika mendengarnya, "Kamu ngomong apa sih, Sha?"

"Bukan apa-apa. Udah ya, aku duluan, Jes." Arsha menutup bukunya dan melongos pergi begitu saja.

Arsha melangkahkan kakinya menuju perpustakaan. Ia sengaja memilih tempat yang satu itu dengan harapan agar tak bertemu dengan sosok Langit.

Sesampainya di perpustakaan, Arsha bergegas masuk dan berjalan menuju meja paling ujung yang jauh dari arah pintu masuk. Namun takdir sepertinya sedang tidak berpihak padanya, karena lagi-lagi ia harus bertemu dengan seseorang yang begitu ingin ia hindari.

Arsha menghentikan langkahnya tepat di sebelah laki-laki itu yang tak lain adalah Langit. Kepala Langit tertunduk dengan kedua tangan yang melipat di bawahnya sebagai bantalan. Hal itu membuat Arsha yakin bahwa Langit sedang tertidur. Laki-laki itu sama sekali tak mengetahui kehadirannya.

Niat awalnya untuk menghindar seolah lenyap begitu saja karena Arsha malah menarik kursi di sebelah Langit dan duduk di sana.

"Langit?"

Langit yang tak sepenuhnya terlelap, samar-samar mendengar namanya terpanggil. Dengan mata yang sedikit memerah, ia mengangkat kepalanya dan menoleh ke sumber suara.

"Ah, ternyata lo." ucap Langit dengan suara parau khas orang baru bangun tidur.

Mengetahui Arsha-lah yang memanggilnya, Langit kembali menenggelamkan kepalanya di antara kedua tangannya. Ia sama sekali tak berniat menanggapi perempuan di sebelahnya itu.

"Lang, kamu itu emang kayak gini, ya?"

"Sikap kamu beda, nggak kayak waktu yang pertama aku ketemu kamu. Kamu emang nggak suka bertemen sama perempuan, ya?"

"Aku mau daftar jadi temen kamu, boleh?"

"Nggak." jawab Langit singkat. Ia sebenarnya mendengarkan semua yang dikatakan oleh Arsha, namun dirinya begitu malas untuk menjawabnya. Langit yakin jika ia menanggapi, pasti Arsha akan terus bicara dan menganggu kegiatan tidurnya.

"Ya udah, kamu yang masuk ke dalam daftar teman aku. Jadi, sekarang kamu itu teman aku, Lang."

Mendengar itu, Langit mendengus kasar seraya kembali mengangkat kepalanya. Tatapan tajam itu langsung mengarah pada Arsha.

"Udah, kan? Mending sekarang lo pergi." ucapnya dingin.

Arsha sama sekali tak gentar diberi tatapan tajam itu, justru ia malah menarik kedua sudut bibirnya membentuk senyuman.

Sandyakala [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang