2. ARUNA

47.9K 1.6K 26
                                    

Mata elang Damar menyambar area parkiran di bawah sana. Sosok gadis yang dicarinya masih belum menampakkan batang hidungnya.

Nama gadis itu Aruna Larasati. Gadis kutu buku dengan kacamata berbingkai hitam menghiasi mata coklatnya. Tidak ada akses masuk kecuali gerbang utama. Dan dari posisi Damar memantau sekarang, dijamin tidak ada satu orang pun lolos dari penglihatannya. Apalagi gadis yang memang tengah dicarinya itu.

Damar mendengus pelan. Sudah hampir dua jam ia duduk mengamati, tapi Aruna belum juga muncul, padahal ia hafal jadwal kuliah gadis itu.

Lalu matanya membelalak menyaksikan apa yang ia lihat di bawah sana. Gadis yang ditunggunya tengah turun dari mobil yang sangat dikenalinya.

"Shit!" Damar mengumpat. Gadis itu perlu diberikan hukuman karena sudah membuat Damar meradang.

Damar meraih dua buku tebal yang sudah ia siapkan, lalu melangkah keluar dari ruangannya. Ia bersumpah tidak akan mentolerir alasan apapun yang gadis itu buat.

Langkah cepat Damar memasuki ruang kelas.

"Selamat siang," suara berat penuh wibawa Damar menghentikan keriuhan ruang kuliah tempatnya mengajar.

"Siang Paaak," suara serempak membalas sapaannya. Beberapa mahasiswi mengambil tempat duduk di tempat strategis di mana mereka bisa menatap sang dosen tampan tanpa terganggu.

Damar menghitung dalam hati. Sampai hitungan ke delapan, pintu kelas diketuk. Damar tersenyum licik diam-diam.

"Masuk!"

Pintu terbuka. Wajah lugu Aruna muncul dari balik pintu sambil membetulkan kacamatanya yang melorot.

"Kenapa terlambat?" tanya Damar dingin.

"Maaf Pak, tadi kena macet," sahut Aruna menunduk gelisah.

Damar mendengus pelan.

"Selesai kuliah, kamu ke ruangan saya!" suara rendah penuh ancaman itu membuat merinding seluruh penjuru ruang tempat Damar mengajar.

Aruna mengangguk ragu, lalu buru-buru berjalan ke kursi kosong di dekat Rajasa, si ketua BEM.

Bukannya Damar merasa senang karena misinya memanggil Aruna ke ruangannya berhasil, ia justru semakin meradang. Alhasil, di sepanjang ia mengajar, banyak sekali makian yang harus ia tahan dan melampiaskan dengan kemarahannya setiap ada kesalahan sekecil apapun dari mahasiswanya.

***

Ketukan di pintu membuat Damar melirik jam tangannya. Sudah pukul empat sore.

"Masuk!" suara berat Damar menggema di ruangannya yang sepi.

Pintu terbuka dan seorang gadis masuk dan berdiri di dekat pintu tanpa mau bersusah payah mendekat.

"Duduk!" Damar menekan jauh-jauh kesenangannya, sehingga yang kini tampak di wajahnya adalah aura dingin yang mematikan.

Aruna berjalan pelan dan duduk di hadapan Damar. Mereka hanya terpisah oleh meja kerja Damar.

"Kenapa terlambat?"

"Tadi sudah saya jawab Pak. Macet."

Damar mendengus dan memicingkan matanya memandang gadis di hadapannya dengan tatapan tidak percaya.

"Macet atau karena di antar Arioyuda? Mampir kemana dulu?" cibir Damar dengan tatapan mencemooh.

Mata Aruna membola dari balik kaca matanya. Oke, jadi ini masalah pribadi. Ia tidak menyangka laki-laki di depannya ini melihatnya diantar Arioyuda.

The 'A' One Shoot StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang