9. ARAYA

25.6K 1.3K 78
                                    

Mata Araya menyipit. Ia berusaha mengingat, menggali dari memorinya. Wajah di hadapannya ini sangat familiar, tapi ia lupa di mana pernah bertemu.

Laki-laki itu tersenyum lebar. Pancaran matanya mengandung sorot geli yang kentara.

"Melupakanku?" tanya pria itu terkekeh.

Araya mengerjap. Kenapa ia susah sekali mengingat wajah seseorang. Apalagi yang baru sekali atau dua kali bertemu, mana dia ingat? Tapi malu juga mengetahui orang yang  dilupakan justru sangat mengingatnya.

"Aku Jared. Anando Jared. Ingat?" mata pria itu mengerling, lalu menggeleng geli menyadari gadis dihadapannya ini masih belum mengingatnya.

"Maaf," Araya merasa tak enak hati. Tapi bagaimana lagi, ini kelemahannya. Ia harus bertemu dan berinteraksi beberapa kali sebelum mengingat orang itu.

"Spotlight Cafe? Croissant basah rasa hazelnut choco?"

Perlahan mata Araya membelalak. Tentu saja kejadian itu ia ingat. Saat itu ia sedang bersama Lenka. Mereka biasa mengerjakan tugas di Spotlight Cafe. Selain tempatnya tenang dan suasananya nyaman, cafe itu juga tidak begitu jauh dari kampus.

Entah saat itu Araya sedang sial atau memang ia ceroboh, tanpa sengaja Araya menumpahkan hazelnut choco-nya mengenai croissant dan kemeja putih milik seorang pria yang sepertinya sedang berbincang dengan dua orang temannya. Tentu saja croissant pesanan pria itu terguyur minumannya. Dan jangan lupakan kemeja putih yang ternodai warna coklat hazelnut choco-nya.

Dengan panik Araya meminta maaf dan berusaha mengganti rugi akibat dari kecerobohannya. Untung pria itu tidak marah dan mengatakan bahwa ia membawa pakaian cadangan di mobilnya. Dari kejadian itu, mereka berkenalan. Laki-laki itu menyebutkan namanya 'Anando Jared'.

Namun, setelah kejadian itu, Araya kembali disibukkan dengan tugas-tugas kampus yang menumpuk. Para dosen itu dengan seenaknya memberi tugas dan tugas, seolah tidak membiarkan mahasiswanya bersantai sejenak.

"Ah ya, kamu laki-laki itu? Sekali lagi aku minta maaf," Araya membungkukkan tubuhnya sebagai tanda ia menyesali kecerobohannya.

"Never mind," tawa Anando Jared terdengar empuk bak roti bolu hangat.

Araya menunduk, memungut buku-bukunya yang berserakan di atas meja dan menumpuknya menjadi satu.

"Kamu pasti juga lupa kalau kita pernah bertemu lagi sesudahnya," kata laki-laki itu membuat Araya mengangkat wajahnya dengan tatapan bertanya.

"Oh ya? Kapan?"

"Hari Selasa. Perencanaan SDM. Pengganti Pak Riza," senyum Anando Jared kembali melebar.

Mata Araya lagi-lagi membelalak.

"Kamu- eh... Bapak- dosen pengganti Pak Riza dua minggu yang lalu?" nyaris Araya memekik. Ia benar-benar lupa. Sebenarnya waktu itu ia sedang tidak terlalu memperhatikan mata kuliah itu. Pikirannya sedang penuh oleh tugas makalah yang harus segera ia selesaikan. Kadang ia sedang jengkel pada dosen-dosen yang seenak jidat memberikan setumpuk tugas dan memberi deadline dengan waktu mepet. Jika ada sepuluh dosen melakukan hal yang sama, para mahasiswa bahkan tidak akan punya waktu untuk dirinya sendiri.

"Santai saja, Araya. Panggil Jared saja. Bukankah dalam hitungan bulan kamu sudah tidak menjadi mahasiswa di sini lagi? Dan aku bukan dosen kamu juga," senyum manis itu membuat pipi Araya bersemburat merona.

Araya menunduk dan menutup laptopnya, memasukkan ke dalam tas besarnya.

"Mmm.... maaf, aku buru-buru. Ada beberapa hal yang harus kuselesaikan. Aku permisi, senang bertemu denganmu mmm.... Jared," pamit Araya mendekap buku-bukunya. Terlihat repot dan sangat tidak anggun.

The 'A' One Shoot StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang