Jealousy

227 25 12
                                    








#####

Jessica pov

Aku sedang dalam perjalanan untuk menuju ke kantor Yuri. Ia yang sakit masih memaksakan diri untuk pergi kerja, padahal tadi pagi aku sudah berusaha melarangnya. Lihat hasilnya sekarang, ia jadi ambruk di kantor.

Kebetulan sekali saat jam istirahat aku mencoba menghubunginya, namun berkali-kali tidak ada jawaban. Dan untuk panggilanku yang terakhir Tiffany yang mengangkatnya dan mengatakan jika Yuri sedang tidur karena kepalanya pusing. Alhasil aku meminta ijin untuk pulang lebih awal.

Sebenarnya aku sangat ragu untuk menginjakkan kakiku di kantor Yuri. Apa yang lebih buruk dari yang ingin disembunyikan oleh Yuri? Itu adalah aku. Namun rasa khawatirku tidak bisa menahan kakiku. Padahal aku sangat tahu Yuri tidak membutuhkanku. Ada Tiffany disana yang siap mengurusnya. Aku sangat yakin tentang hal ini. Tiffany adalah wanita yang baik.

Namun tetap saja, aku merasa harus memastikan keadaannya. Jadi aku telah membeli bubur dan beberapa obat. Mungkin jika Yuri tidak menginginkanku masuk ke ruangannya, aku bisa menitipkannya pada Tiffany.

Aku menghubungi Tiffany saat setelah aku berada di depan gedung kantor. Dan gadis itu memintaku untuk masuk, lantai 12 adalah tujuanku dan benar saja Tiffany menyambutku disana. Aku tidak akan bisa masuk tanpa kartu akses jadi Tiffany menungguku atau..

Karena ia tidak ingin aku masuk?

"Woah.. Sudah ku tebak kau akan membawa hal-hal seperti ini" katanya sambil melirik bawaanku.

"Ah!" ku sodorkan paper bag yang kubawa padanya. "Ini bubur dan beberapa obat. Tolong pastikan Yuri memakannya"

"Aku?" Tiffany menunjuk dirinya sendiri dengan bingung, tentu saja itu juga membuatku bingung. "Kau sudah berada disini, jadi masuk saja. Ku kira kau ingin melihat Yuri"

"Apa boleh?"

"Apa aku terlihat seperti melarangmu?"

Benar saja Tiffany tidak melarangku, toh saat aku masuk Yuri tengah tertidur di sofa ruangannya. Jika Yuri dalam keadaan sadar, belum tentu juga ia mengizinkanku masuk. Bukankah seperti itu?

Aku memeriksa dahinya untuk memastikan keadaannya. Masih terasa hangat namun tidak panas seperti semalam. Jadi aku membuka dua kancing paling atas kemejanya. Aku juga membuka sepatunya agar ia lebih nyaman. Mengambil mesin pelembab udara karena kurasa Yuri mengalami masalah dengan pernafasannya.

Aku melihatnya yang tertidur pulas, apakah tindakanku saat ini benar? Seharusnya aku tidak berada disini meski dalam keadaan apapun. Itu yang tertulis di dalam kontrak. Tidak mencampuri segala urusan pribadinya juga sesuatu yang tertulis disana.

Aku hampir terjengkat saat pintu terbuka dan lebih terkejut lagi saat mengetahui jika itu bukanlah Tiffany.

Seorang pria dewasa Kisaran usia 40 tahunan atau lebih[?] dengan setelan jas rapi. Pria itu memasuki ruangan dan ia juga tak kalah terkejutnya saat melihatku.

"Annyeonghaseyo" aku langsung berdiri lalu membungkuk sopan.

Kepalaku masih saja menerka-nerka siapa gerangan yang tiba-tiba masuk tanpa mengetuk pintu atau permisi.

"Nugu?" pria itu menatapku tajam, menilaiku dari atas kebawah. Ia pasti bingung karena aku tidak memakai setelan rapi jika dikatakan salah satu pegawai yang bekerja disini.

"Saya teman Yuri, kebetulan saya sedang berkunjung" kataku berusaha tidak terdengar gugup.

"Teman Yuri?" kedua alis pria itu berkerut bingung kemudian tatapannya beralih pada Yuri yang tengah tertidur di sofa. "Kau datang kemari untuk merawatnya?"

STUPID ME!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang