#####
Jessica Pov
Rasanya waktu seperti bermain-main denganku, kurasa baru kemarin aku menandatangani perpanjangan kontrak dengan Yuri namun kini sudah empat bulan berlalu. Aku dengan kesibukanku, Yuri dengan kesibukannya. Tidak banyak yang berubah, tentu saja aku tetaplah aku. Maksudku, aku bersama Yuri memang tetap berada di garis ini namun belakangan ada hal-hal kecil yang mulai berubah. Seperti terkadang ia yang mengantar atau menjemputku kerja. Menikmati waktu senggang bersama entah itu di dalam rumah atau di luar rumah. Tentu saja jika ia memiliki waktu senggang bukan menyempatkan waktunya yang sibuk untukku. Ku rasa begitu.
Dan satu hal lagi yang berubah darinya, ia tidak lagi membawa wanita-wanita asing ke apartemen. Aku tidak yakin apa ia berhenti dengan hal itu atau ia tetap melakukannya diluaran sana atau dirumahnya sendiri. Apapun itu aku tidak ingin memikirkannya. Sekali lagi aku selalu menegaskan pada diriku sendiri bahwa itu bukanlah urusanku. Itu hidup Yuri dan aku tidak berhak merasa ingin tahu.
Saat ini Yuri memiliki perjalanan bisnis ke luar negeri lebih tepatnya ke Singapura. Ini hari keempatnya dan selama ia meninggalkanku ia jadi sangat sering menghubungiku. Aku tidak tahu mengapa ia seperti ini, itu bukanlah sesuatu yang penting untuk dibicarakan. Ia hanya menanyakan bagaimana pekerjaanku atau apakah aku sudah pulang, makan dan sejenisnya. Aku tidak merasa ini adalah hal aneh malah sebaliknya aku merasa sangat senang. Meski hubungan kami tidak terhormat, aku tetap berharap diluar semua ini kami bisa menjadi seorang teman.
Seperti tahu bahwa aku memikirkannya, ia mengirimiku pesan menanyakan apakah aku bisa dihubungi sekarang. Melihat aku telah membaca pesannya ia meneleponku tanpa menunggu balasan pesanku.
"Yeoboseyo" sapaku.
"Eoh Sica-yaa.. Sudah waktunya makan siang 'kan?"
"Seperti yang kau tahu" jawabku enggan.
Ia tidak harus menghubungiku jika ia lagi dan lagi membicarakan hal yang tidak penting. Bukannya aku tidak senang, tapi disana ia juga harus mengurusi bisnisnya dan harus cukup istirahat.
"Bukankah kau sibuk kenapa repot-repot menghubungiku?"
"Geunyang, tidak ada hal yang aku lakukan saat ini" ia mengatakan alasan yang sama.
Aku berdecak. "Bukankah sudah ku bilang tidak perlu menghubungiku jika tidak ada hal yang penting?"
"Apa menurutmu seperti itu?"
kemudian aku mendengar ia batuk berkali-kali. Apa ia sakit? Memang suaranya terdengar serak daripada biasanya.
"Are you okay?" tanyaku khawatir karena ia masih bertahan dengan batuknya itu.
Ia berdehem beberapa kali untuk menormalkan suaranya. "Eoh.. Eoh! Aku hanya tersedak"
"Aniyo suaramu terdengar serak Yul" aku meninggikan suaraku tentu saja bukan untuk memarahinya tapi karena rasa khawatirku. "Sudah ku katakan 'kan.. Tidak perlu menghubungiku jika itu bukanlah berkaitan dengan sesuatu yang penting. Lihat! Sekarang kau sakit karena tidak bisa mengatur waktu istirahat. Lebih baik kau tidur--"
"Sica-yaa" panggilnya dengan suara lembut untuk menghentikan omelanku.
Sejak kapan aku berani mengomelinya? Tidak seperti itu, aku tidak biasa mengomel padanya seperti ini. Namun ia yang membuatku memilih untuk mengomelinya, seandainya ia tidak menghubungiku. Seandainya aku tidak mengetahui suaranya yang terdengar lelah dan sakit, tentu saja aku tidak akan mengomelinya. Dan seandainya ia tidak bersikap seperti ini terus-menerus dan membuat kepalaku berpikiran macam-macam. Ia semakin membuatku bingung jika bersikap seperti ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
STUPID ME!
FanfictionPada akhirnya aku tidak tahu kemana ini akan berakhir? Ataukah aku memang perlu mengepakkan sayapku dan pergi? Ini adalah sesuatu hal yang tidak pernah bisa ku jawab. Selama ini aku terus dipermainkan oleh takdir, jadi harapanku hanya sebatas 'menga...