“Kita cepetan pulang. Kamu naik mobil carteran bersama Pak Sobir dan istri. Sampe ke rumah sopir taksi. Setelah itu, kalian pulang naik taksi.”
“Emang kalo dia langsung pulang sendiri?”
“Gak bisa! Pengen salah satu dari kalian gantiin jadi tumbal?”
“Enggak, Im. Baik! Kita siap-siap pulang.”
Akhirnya, Kesi menghampiri mobil dan memberitahu kedua pria yang ada di sana untuk bersiap pulang. Tak lupa Kesi mengajak Pak Sobir menjauh sebentar lalu memberitahu tentang resiko ritual yang harus ditanggung bersama.
“Sopir taksi jadi korban?”
“Aku yang kasih minuman ke dia. Padahal aku yang beli sesajen. Aku baru tau setelah Imah ngomong. Harus kita jalani, udah terlanjur.”
“Istriku perlu dikasih tau?”
“Gak usah! Bisa berabe.”
“Baiklah, Sayang!”
“Gak usah genit, Pak. Mau kena tuah lagi?”
“Galak amat!”
Kesi tersenyum lalu menghampiri mobil untuk bertanya kepada sang sopir, apakah ia masih kuat mengemudikan mobil. Ternyata sopir tersebut sudah bisa duduk dan tampak raut wajahnya berseri kembali.
“Nanti kita langsung ke rumah Bapak. Untuk mastiin saja, biar sama-sama tenang.”
“Saya gak antar pulang?”
“Gak usah, Pak. Kami bisa pulang naik taksi. Yang penting Bapak selamat sampe rumah.”
“Terima kasih banyak sebelumnya.”
Wanita berkulit hitam manis ini meninggalkan tempat parkir lalu melangkah masuk warung. Saat masuk warung, rombongan Saimah sudah bersiap akan keluar.
“Aku belum bayar minuman.”
“Sudah kubayar semua,”ucap Saimah sembari mengajak Kesi menghampiri Bu Sobir.
Wanita bertubuh subur ini sedang celingukan mencari suaminya saat Saimah dan Kesi mendekatinya.
“Pak Sobir udah di mobil, Bu,” ucap Kesi.
“Pantaslah, aku tungguin gak ada datang.”
“Bu, nanti kita langsung antar Pak Sopir pulang. Demi memastikan dia selamat sampe rumah,” ucap Kesi sambil menyamai langkah Bu Sobir yang lamban.
Sedangkan, Saimah sudah berjalan lebih dulu ke tempat parkir bersama suami dan Sarto. Wanita berkulit bersih ini menunggu di samping mobil. Sementara dua wanita yang ditunggu berjalan layaknya keong. Setelah mereka sampai, Saimah segera mengajak mereka ngobrol.
“Nanti antar sampe rumah dia. Aku udah bayar lunas. Tolong kasih uang bonus ke dia, Kes.”
“Kok kita yang antar dia pulang?” tanya Bu Sobir keheranan.
“Ya, Bu. Pak Sopir barusan masuk angin kasian kalo ada apa-apa di jalan. Kita antar buat mastiin, dia selamat sampe rumah,” jelas Kesi.
“Kasian juga dia. Setuju kalo gitu. Aku aja yang kasih bonus ke dia,” ucap Bu Sobir sembari melirik ke arah Pak Sopir yang sedang duduk di balik kemudi.
“Gak usah, Bu. Kesi yang mau kasih, “ucap Saimah
Bu Sobir segera menyalami Saimah lalu Kesi. Wanita berambut ikal sebahu mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua tetangga ini. Bertiga berpelukan bergantian lalu bersiap masuk mobil.
Perjalanan pulang yang menyisakan sesak penyesalan di hati Kesi, Saimah dan Pak Sobir. Mereka merasa bersalah harus mengorbankan orang baik untuk sebuah kesembuhan. Saimah yang tahu syarat ini sejak awal sudah kecolongan karena Kesi yang bungkam.
Pak Sobir yang bahagia karena telah sembuh dari tuah merasa egois, tak menanyakan semua syarat secara detail hingga sekarang mengorbankan orang yang tak dikenal. Kesi yang paling merasa bersalah karena ulah cerobohnya harus mengorbankan nyawa orang lain.
Wanita berwajah manis ini tanpa sadar meneteskan air mata. Hal tersebut dilihat oleh sang sopir. Pria tersebut dari awal jumpa telah menaruh hati kepada Kesi dan kejadian barusan di dalam mobil membuatnya semakin mabuk kepayang.
“Kenapa menangis? Cerita ke aku aja,” ucap sang pria sembari mengusap genangan bening di kedua mata Kesi.
Sang wanita yang mendapat perlakuan manis ikut larut dalam romantisme. Tangan Kesi menggenggam erat tangan sang pria lalu mengecupnya lembut. Keduanya saling berpandangan dan tersenyum manis.
“Terima kasih, Sayang,” ucap sang sopir yang justru semakin membuat Kesi merasa bersalah.
Namun, di balik perasaan bersalah justru tersimpan rasa yang lain dalam hati Kesi. Apa salahnya di detik terakhir hidupnya kubuat bahagia, batin Kesi dan sekilas ia mendaratkan ciuman di pipi pria sebelahnya ini. Tindakan kedua orang di depan membuahkan sesungging senyuman di bibir Bu Sobir dan desiran panas di aliran darah Pak Sobir.
Pria bertubuh tambun ini meremas kedua tangan menahan amarah. Sementara sepasang manusia di depan asik membangun romantisme di antara keduanya. Perjalanan telah sampai di persimpangan jalan kota tujuan mereka.
Mobil kepunyaan Sarto memberi klakson karena harus berbelok ke menuju perumahan. Kini mobil carteran meneruskan perjalanan sandiri menuju rumah sang sopir. Akhirnya beberapa menit berjalan, mobil telah sampai di depan gerbang sebuah rumah yang sepi.
“Ini rumah Bapak? Kok sepi?” tanya Kesi kepada sang pengemudi.
“Iya. Saya tinggal sendiri sejak istri saya meninggal setahun lalu,” balas pria berkumis tipis tersebut sembari memegang tangan kanan Kesi.
Pria ini menghidupkan lampu lalu menoleh ke kursi penumpang dan melihat pasangan suami istri bertubuh subur.
“Bapak dan Ibu, silakan mampir sebentar ke rumah saya. Nanti saya yang memesankan taksi. Malam larut seperti ini agak sulit mendapatkan taksi online.”
Bu Sobir segera merangsek mendekat ke kursi Kesi.
“Gimana Kesi?” tanya wanita tambun ini.
“Kita mampir sebentar, Bu. Menghargai tawaran tuan rumah dan memang kalo malam, sulit nyari taksi online.”
Sementara kedua wanita berbicara, mata Pak Sobir menatap tajam genggaman tangan dua sejoli di depan dari celah kursi. Beberapa kali terdengar desah kesal dari mulut pria berkepala botak ini.
“Ayo, buruan turun! Mau ngapain di dalam mobil?”
Terdengar jelas ada nada kesal dalam ucapan Pak Sobir. Hal ini disadari oleh istrinya karena efek rasa jenuh sang suami yang baru sembuh ingin menghirup udara segar. Namun, sedikit membuat ganjalan di hati Kesi. Wanita ini tahu betul rasa cemburu yang dirasakan oleh Pak Sobir.
“Kok ikutan turun?” tanya Kesi saat melihat sang sopir membuka pintu.
“Pintu gerbang jadi satu di sini, ”jawab pria berkumis tipis ini sambil mengambil kumpulan kunci dari saku jaket.
Sang sopir segera beranjak menuju gerbang lalu membukanya. Yang lain berdiri menunggu di pinggir jalan saat pria tersebut memasukkan mobil ke garasi.
Tampak Kesi sibuk mengetik sebuah pesan di aplikasi layanan taksi online. Beberapa saat menunggu, ada nomor kontak yang menghubunginya.
“Selamat malam. Lokasi sesuai dengan peta, Pak. Saya tunggu,” ucap Kesi dengan wajah lega.
“Udah dapat taksi?” tanya Bu Sobir.
Kesi mengangguk dan tersenyum kepada wanita bertubuh subur di setelahnya. Tak lama terdengar langkah kaki mendekati mereka dan masih dalam tatapan tajam Pak Sobir.
“Maunya aku pesan taksi teman,” ucap sang sopir carteran.
“Gak papa. Nih kuliat barusan ada posisi taksi online dekat sini. Terima kasih atas tawarannya.
Tak lama kemudian sebuah taksi telah mendekat ke arah mereka. Rupanya mobil taksi pesanan Kesi. Mereka segera berpamitan kepada tuan rumah. Lega sudah hati Kesi, jika ada hal yang terjadi dengan sopir carteran tak ada yang bisa ditanya soal kehadiran mereka.
![](https://img.wattpad.com/cover/306431806-288-k394596.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
RITUAL lain GUNUNG KEMUKUS
МистикаGunung Kemukus sendiri berada di wilayah sabuk hijau Waduk Kedungombo. Gunung tersebut masuk ke wilayah Desa Pendem, Kecamatan Sumberlawang, Sragen-Jawa Tengah. Ritual seks bebas untuk mencari kekayaan di Gunung Kemukus sudah menjadi rahasia umum. K...