HARUS ADA YANG DIKORBANKAN

323 11 0
                                    

“Dek, mereka masih bingung. Pesanin wedang jahe aja!” pinta Parman kepada sang istri.

Sementara yang lain sudah memesan minum sendiri-sendiri.

“Oh, ya. Aku antarkan minuman suplemen dulu ke Pak Sopir. Kasian,” ucap Kesi sambil berlalu membawa sebotol minuman penambah stamina ke arah mobil carteran.

“Apa yang terjadi dengan kita, Pak?”

“Enggak tau. Bapak taunya kita bangun, udah di dalam mobil.”

Saimah membawa wedang jahe ke tempat pasutri tersebut. Keduanya menatap dengan tatapan bingung.

“Diminum dulu wedang jahenya, Pak, Bu. Nanti saya cerita,” ucap Saimah sembari duduk di dekat sang suami yang berseberangan dengan pasutri tersebut.

Pak Sobir segera meminum wedang diikuti sang istri. Sedangkan Parman memegang tangan Saimah lalu berbisik lirih, ”Ajaib, bisa langsung sembuh. Mas sempat liat penampakan, Dek.”

Saimah spontan kaget dengan omongan sang suami lalu menoleh dan segera berbisik ke telinga Parman.

“Penampakan apa, Mas?”

Ia benar-benar khawatir kalau penampakan tersebut adalah wujud Sang Ratu yang memang suka menampakkan diri kepada pria yang disenanginya. Bisa gawat, jika hal itu terjadi. Saimah tak ingin suaminya yang lugu dimiliki oleh sesembahannya.

“Ada sosok bayangan bersinar kuning kebiruan keluar dari tempat Pak Sobir berendam lalu ilang, “jawab Parman.

“Bisa jadi penunggu di sana, Mas.”

Parman seketika mengangguk lalu menoleh ke arah pasangan Sobir. Kedua orang bertubuh subur ini memanggil Saimah dan dirinya.

“Iya, ada apa?” tanya Parman gelagapan karena khawatir keduanya mendengar pembicaraan ia dengan sang istri.

“Kamu tau, kami kenapa tadi di sana?” tanya Pak Sobir terlihat cemas.

“Pak Sobir dan Ibu tiba-tiba pingsan dan sama kuncen disuruh angkat untuk langsung pulang. Katanya bentaran siuman. Itu aja,” jawab Parman masih dengan tangan digenggam oleh Saimah.

Pasutri yang sedang berpegangan tangan ini tak lepas dari pandangan mata Sarto. Pria yang telah terpaut hatinya oleh Saimah merasakan percikan cemburu di dalam dada. Sarto memang berniat memperistri Saimah, tapi berulang kali ditolak wanita tersebut dengan alasan telah bersuami.

Saimah terang-terangan berbicara sangat mencintai suaminya, meski tak kaya. Kini, Sarto dengan mata sendiri melihat kemesraan mereka. Hati pria yang kaya dengan cara ritual ini semakin sakit. Saat matanya melihat Saimah dengan mesra mencium pipi sang suami sekilas, tapi tampak olehnya.

“Bapak dan Ibu bisa jadi syok tadi. Maklum kok. Kami pun takjub, dalam hitungan menit Pak Sobir bisa sembuh. Banyak-banyak bersyukur,” ucap Sarto sembari melirik ke arah pasangan di seberang meja yang masih berpegangan tangan.

Saimah yang merasa dilirik oleh Sarto segera angkat bicara demi menutupi kecanggungan atas ulah Sarto.

“Benar kata Pak Sarto barusan. Kami pun kaget saat kalian tiba-tiba pingsan. Kami pikir, mungkin saking senangnya bisa sembuh hingga histeris.”

Bu Sobir segera beranjak menghampiri Saimah dan menyalami wanita berkulit bersih ini tak lupa menggenggam tangan Parman dan juga Sarto. Perbuatan sang istri diikuti juga oleh Pak Sobir.

“Oh, ya. Sesajennya masuk utang, aku cicil setelah Pak Sobir bisa bekerja lagi.”

“Sesajennya gak usah bayar, Bu. Itu Kesi yang bayarin.”

RITUAL lain GUNUNG KEMUKUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang