24 Second Band

1.8K 112 1
                                    

-An ordinary days, and there you are-

Krisan
--------------

Sejak masih kecil, gue bukan tipikal orang yang suka berteman. Nyokap bahkan sering khawatir kalau-kalau putra semata wayangnya ini punya semacam sikap anti sosial. Wanita itu sering membelai rambut gue pelan sambil bilang 'Krisan, kita itu hidup berdampingan dengan orang lain. Jadi kita harus baik dan ramah sama mereka ya.' Kurang lebih begitulah kalimat beliau. Dan gue hanya berakhir mengangguk pasrah tanpa pernah benar-benar menjadi baik dan ramah.

Gue sendiri sempat berpikir akan berakhir hidup kesepian dan tidak punya satupun teman selama hidup.

Suatu hari, rumah sebelah yang sudah bertahun-tahun kosong itu kedatangan penghuni baru. Mereka membawa serta gadis cilik seumuran gue. Dan Mama dengan semangat meminta gue untuk berkenalan dan berteman dengan anak tetangga baru itu. Seperti sikap gue yang sudah-sudah, awalnya gue tidak terlalu suka dia. Usianya sebenarnya satu tahun lebih muda, tapi singkat cerita dia berakhir duduk di bangku sekolah yang sama dengan gue. Sebenarnya gue lupa sejak kapan bisa menerima bocah ricuh itu dalam hidup gue yang datar ini.

"BESTIEEEEE"

Itu dia. Gadis yang berlari dari ujung koridor itulah orangnya. Suaranya lantang menggema sepanjang langkahnya terayun, terlihat semangat untuk merecoki hidup gue.

"Sssttt."

Gue mengangkat telunjuk ke depan mulut, gesture yang membuat gadis itu ikut melakukan hal yang sama.

"Apa? Ada apa?"

Dia berbisik, khawatir membuat bising lebih banyak lagi. Gue memberikan isyarat agar dia mendekatkan telinga, dan gue balik berbisik.

"Gak ada apa-apa, lo berisik aja Wina."

Kalimat itu membuatnya memukul bahu gue dengan kencang.

"Elo mah!"

Dan kami tergelak setelahnya. Gadis itu kembali terlihat antusias, ia sedikit melompat-lompat kecil dengan raut wajah riang.

"Lo tahu gak sih? Band yang sering gue omongin sama lo?"

Kalimat itu membuat gue berpikir keras. Karena gadis bawel ini punya banyak hal yang pernah dia bicarakan bareng gue, dan gue gak inget segala detailnya.

"Mm ... yang mana, nih?"

Gadis itu berakhir berdecak. "24 Second. Tahu, 'kan?"

Lagi-lagi gue menyeret bola mata ke atas, gesture gue saat berpikir. Dan sikap itu tidak bisa tidak membuat Wina jengkel.

"Ihh!"

Sedetik kemudian ia kembali antusias, melupakan delay-nya otak gue.

"Mereka lagi buka audisi buat cari vokalis baru."

Jerit senang terdengar, Wina tampak begitu bahagia seolah membawa kabar bahwa salah satu dosen killer-nya sedang absen. Biasanya sih itu saja yang bisa bikin Wina jejeritan kayak sekarang. Oh iya ada satu lagi, saat band kesayangannya rilis lagu baru.

"Ohhh... Twenty four second band?! Tahu lah."

Iyaa telat. Gue juga tahu.

Lagi-lagi Wina mengabaikan delay-nya respon gue. Gadis itu terlihat berbinar, sorot matanya seolah menjelaskan rasa tidak percaya akan kabar yang dia bawa sekaligus teramat bahagia karenanya.

"Kalau gue ikut, gue pasti lolos, 'kan?"

Jangan salah paham, Wina adalah spesies paling percaya diri sealam semesta yang pernah gue kenal. Pertanyaan barusan hanya clue agar gue menjawabnya sesuai dengan apa yang ia harapkan. Namun alih-alih segera menjawabnya, gue justru mulai menimbang pertanyaan itu. Pasalnya, serius deh, suara Wina adalah suara paling unik yang pernah gue dengar, at least selama dia niat nyanyi. Misal gue diharuskan merekrut seorang calon musisi, gue pasti akan merekrut seseorang dengan karakter suara unik seperti milik Wina.

LANDING✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang