Am I too Late?

439 71 3
                                    

-Love is a battle, love is a war, love is a growing up-

Wina
-------

Seperti yang aku janjikan pada Satya tempo lalu, aku datang. Sedari pagi aku sudah sibuk memilih baju, berdandan, dan keribetan perempuan pada umumnya saat akan pergi kencan.

Padahal ini bukan kencan, dan tampaknya Satya juga tak akan mengajakku kencan.

Baru kemarin aku begitu yakin akan jadian dalam waktu dekat dengan Satya. Mungkin hari ini setelah pertandingannya kita akan pergi kencan. Atau mungkin saja, aku yang terlalu percaya diri hanya karena sikap baik Satya tempo lalu. Ahh, apa aku terlalu banyak berharap? Padahal Satya juga tidak memberi harapan apa-apa.

Oh ya, ngomong-ngomong soal insiden kissing dengan Krisan, aku ingat kok. Ingatan itu menyeruak serupa mimpi buruk yang membuatku ingin melepaskan jerit frustasi untuk merutuki kebodohan diri sendiri. Pantas saja pagi itu Krisan tiba-tiba nampak gusar dan bertingkah aneh. Kenapa juga otakku yang lemot ini tidak memutar memori ciuman itu lebih cepat? Setidaknya, agar aku tidak mempermalukan diri sendiri di depan Krisan.

Dia tampak begitu tersinggung saat aku bilang dia mencium sepatu Hael malam itu.

Ahh, Harga dirinya pasti terluka, 'kan? Tapi aku enggan membahas kejadian sialan itu dan selalu mengalihkan topik tiap kali Krisan akan mengungkitnya lagi. Lagi pula, kenapa juga Krisan butuh sekali pengakuanku bahwa malam itu aku menciumnya? Sungguh, ini menyebalkan untukku. Aku malu tahu!

"Hai, makasih udah datang ya, mau langsung pulang?" Sapaan Satya membuyarkan seluruh bayangan sialan tentang Krisan. Bagaimana bisa dia masih begitu wangi saat sedang berkeringat begini?

"Iya nih, kenapa?" Pertandingan itu sudah selesai sekitar lima belas menit yang lalu, dan Satya baru menghampiriku sekarang.

Ayo tahan aku pulang Satya. Jangan buat effort-ku untuk tampil cantik hari ini jadi useless ya. Setidaknya, ajak aku untuk makan siang bersama. Just like an ordinary date, or sebagai ucapan terimakasih saja cukup untukku.

"Pulang sama siapa? Maaf ya aku gak bisa antar, habis ini kita ada eval soalnya."

"Oh." jelas aku kecewa.

"Gapapa kali. Wina ada janji makan siang sama gue soalnya." Krisan muncul entah dari mana. Nimbrung begitu saja pada obrolan kami.

"Kamu lupa?" Lengannya bertengger manis di pundak ku.

Kamu? Apa-apaan ini?

"Oh bagus deh, nitip Wina ya."

"Lo siapa nitipin Wina ke gue? Dia emang dari dulu aman sama gue."

"Krisan?!" Aku menyikut tubuhnya, dan cowok itu menolak untuk ku ganggu.

"Oke." Satya mengabaikan ucapan Krisan begitu saja, dan kembali berkata lembut padaku untuk berhati-hati saat pulang dan menghubunginya nanti, sebelum tubuh jangkung itu berbalik pergi.

Harusnya aku berhenti menghubungi Satya, kan? Entahlah, aku merasa seperti sudah tertolak secara tidak langsung.

"Lo kenapa sih? Najis tahu."

Aku berkelit, membuat lengan Krisan yang tadinya bertengger pada pundakku jatuh begitu saja.

"Sikap lo yang najis! Bagus gitu habis cium-cium gue terus jalan sama cowok lain?"

Otomatis aku membungkam mulut sialan Krisan. Astaga, sudah berapa kali dalam sehari ini aku mengumpat pada semua hal tentang Krisan ya? Cowok yang satu ini memang perlu sekali ditabok pakai sepatunya Hael.

LANDING✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang