25

7.6K 671 19
                                    

Teman-teman sebelumnya maaf kalau masih ada kesalahan penulisan atau typo dikarenakan aku tidak sempat membaca ulang dan mengedit seluruh part ini. Kalau kalian liat ada kesalahan dan ngerasa gak nyaman bisa kasih tau aku di comment yaa supaya bisa aku perbaiki, terimakasih.

Hope You Enjoy It!

~~

Pria dibalik selimut itu bergerak gelisah dalam tidurnya. Piyama satin berwarna biru muda yang ia kenakan terlihat sedikit basah di bagian baju. Bulir-bulir peluh turun dari dahi hingga ke leher. Naresha bangun dengan tidak tenang, menoleh ke sebelahnya di mana kekasihnya terlihat sedang lelap.

"Kak." Panggil Naresh. Nihil, tidak ada balasan dari orang yang ia panggil, apalagi tanda jika orang itu akan bangun. Naresh menyentuh lengan yang tengah memeluk guling sambil memunggunginya, menggoyangkannya pelan. "Kak Jeno."

Karena kaget, Jeno sontak membuka paksa matanya. "Kenapa? Kamu butuh sesuatu?" Ia merubah posisinya menjadi duduk menyamai Naresh. Jeno meraih ponselnya, melihat jam yang ternyata masih menunjukkan pukul setengah dua dini hari.

"Pinggang aku sakit." Adu Naresh, Jeno sedikit khawatir. Dahi Naresh terlihat mengkerut, serta matanya yang terus bergerak gelisah. Hari adalah hari di mana pria itu akan menjalani operasi untuk melahirkan bayinya. Hal itu membuat Naresh terus-terusan merasa gugup sejak kemarin, pria itu terus melontarkan segala macam keluhan yang ia rasakan, mulai dari pinggangnya yang sakit, pegal di kakinya, sampai mual dan merasa ingin buang air, membuat lelaki itu beberapa kali bolak balik ke kamar mandi. Jeno mengerti kalau kekasihnya itu sedang gelisah menanti hari besarnya, ini pertama kalinya bagi Naresh, wajar jika pria itu merasa gugup dan ketakutan. Mami Ivani juga sudah memberitahu mereka kalau apa yang dirasakan Naresh adalah hal yang wajar, wanita itu sudah banyak membantu Naresh agar pria itu merasa lebih tenang sejak semalam.

"Sakit banget?" Tanya Jeno, ia mengelap keringat di dahi Naresh dengan tangannya. Naresh menggeleng lemah, "Enggak. Tapi gak bisa tidur."

"Kamu mau gimana posisinya yang nyaman? Aku pijetin punggungnya."

Naresh kembali merebahkan diri di tengah-tengah bantal hamilnya, memeluk bantal itu dalam posisi miring membelakangi Jeno.

"Mau pake minyak anget gak?" Tanya Jeno, Naresh menanggapi dengan bergumam. Jeno dengan mata merahnya bangkit dari kasur, mengambil minyak hangat yang tersimpan di dalam laci sebelah kasur. Laci itu berada di sisi kasur sebelah Naresh, namun tentu saja Jeno tidak tega menyuruh kekasihnya untuk bangun lagi dan mengambil yang mereka butuhkan.

Jeno kembali ke sisi kasur miliknya setelah mengambil minyak. Ia duduk menghadap ke arah Naresh, mengusap lengan pria itu pelan. "Sabar ya, sebentar lagi bisa ketemu adek." Jeno sedikit merunduk, mengecup bahu Naresh yang berbalut baju.

Tangan Jeno menyingkap bagian belakang baju Naresh, membukanya setengah hingga menampilkan punggung bersih milik pria itu. Dengan hati-hati ia balurkan sedikit minyak yang menciptakan sensasi hangat disana, memberikan pijatan pelan, berharap apa yang ia lakukan bisa membantu Naresh mengurangi sakitnya. Satu tangan Jeno yang tidak terkena minyak bergerak ke depan wajah Naresh, memberi usapan halus pada dahi pria itu. "Merem lagi sayang, masih jam dua. Bobo dulu biar nanti gak kurang tidur."

Dua puluh menit berlalu, tidak ada pergerakan lagi dari Naresh. Jeno memelankan tempo pijatannya sebelum benar-benar berhenti. Tangannya juga sudah pegal karena terus memijat tanpa henti. Karena rasa kantuknya yang sudah hilang, Jeno tidak melanjutkan tidurnya. Pria itu memilih berbaring di sebelah Naresh sambil memainkan ponselnya. Sesekali Jeno melirik ke arah Naresh yang terlihat sudah mulai terlelap, sembari memberi usapan pada kepala yang terbaring di sebelahnya.

Ain't Larch [NOMIN] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang