26

7.3K 662 55
                                    

Teman-teman sebelumnya maaf kalau masih ada kesalahan penulisan atau typo dikarenakan aku tidak sempat membaca ulang dan mengedit seluruh part ini. Kalau kalian liat ada kesalahan dan ngerasa gak nyaman bisa kasih tau aku di comment yaa supaya bisa aku perbaiki, terimakasih.

Hope You Enjoy It!

~~

Udara dingin menyelimuti seisi ruangan, lengkap dengan wangi khas rumah sakit. Naresh menelan salivanya, merasa gugup. Jari-jari tangannya yang tidak tertutup selimut sedikit terasa kaku terkena angin dari pendingin ruangan. Naresh terbaring dengan sandaran kepala yang sedikit lebih tinggi, matanya menatap lurus ke depan meskipun yang bisa ia lihat hanya kain biru yang menutupi lebih dari setengah badannya. Ia berusaha menelisik apa yang sedang dilakukan para dokter dan tim medis pada tubuhnya di bawah sana.

"Semangat ya, hari ini kita bakal jadi orang tua." Jeno mengecup pelipis Naresh. Dirinya setia berdiri di sebelah pria itu, sejak tadi ia terus memberi banyak afeksi pada seseorang yang tengah berjuang melahirkan darah dagingnya.

Naresh mengangguk kecil, "Aku deg-degan banget."

"Iya aku juga. Gapapa kita deg-degan bareng." Jeno mengusap pipi Naresh dengan punggu tangannya. Ia memperhatikan wajah Naresh yang sedikit pias, bibirnya kering akibat suhu ruang yang terlalu dingin. "Aman kan sejauh ini?" Tanya Jeno memastikan keadaan Naresh.

"Aman kok." Naresh menyungingkan senyum kecil, membuat Jeno merasa lebih tenang.

"I love you." Bisik Jeno pelan di telinga Naresha. Naresh memiringkan kepalanya, "Love you too." Bibirnya maju beberapa centi, Jeno yang mengerti segera mempertemukan bibirnya dengan bibir Naresh, memberi kacupan sekilas sebagai energi tambahan lelaki itu.

Proses pembedahan terus berjalan. Para dokter dan perawat masih melakukan pekerjaannya. Sementara Jeno dan Naresh, masing-masing berdoa dalam hati, meminta kelancaran pada proses persalinan pertama ini. Meski Jeno terlihat lebih santai daripada Naresh, pria itu tidak diam barang sedetikpun memberi semangat pada kekasihnya, entah lewat bisikan maupun sentuhan. Namun tidak ada yang tahu jika pria itu sedang menahan gugup setengah mati. Jeno sesekali meringis ngilu mendengar suara alat yang saling bertabrakan dengan benda lain. Beberapa kali melihat para perawat mengambil dan menaruh alat medis dengan banyak noda darah disana, membuat Jeno mau tidak mau jadi membayangkan seperti apa bentuk perut Naresh saat ini.

"Ini kapan selesainya?" Kepala Naresh mengadah ke atas, menghadap Jeno yang berdiri di sebelahnya, tangannya masih mengusap lengan Naresh sejak 30 menit yang lalu. Wajahnya menampakkan ekspresi cemas sekaligus tidak sabar.

Jeno mengecup dahi Naresh, mengusap kepala pria yang beberapa saat lagi resmi menjadi ibu dari anaknya. "Mungkin 30 menit lagi, sabar ya."

"Gak lama lagi kok, bentar lagi bisa denger suara nangis baby nya." Sahut salah satu dokter yang sedang membedah perut Naresh. "Cepet kok prosesnya, abis ini udah bisa ketemu baby, enak ini ibunya masih muda ya, katanya kalo ibunya muda bisa lebih akrab sama anaknya." Timpal suara yang berbeda dari sebelumnya, kemungkinan dokter lainnya yang juga ingin membuat pasiennya rileks.

"Amiin, semoga bisa deket dan jadi orang tua yang baik nanti." Balas Jeno.

Naresh mengangguk ikut menyetujui ucapan Jeno, lupa kalau para dokter disana tidak bisa melihat gestur tubuhnya. "Kakak." Panggil Naresh lagi.

Ain't Larch [NOMIN] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang