Part - 02

396 34 0
                                    

Saga dengan tidak sabaran menunggu Andra di kamarnya. Dia ingin penjelasan yang sejelas-jelasnya penjelasan! Kurang ajar sekali temannya itu menyembunyikan semuanya darinya.

Kamarnya diketuk dua kali, Andra membuka pintu yang ternyata tidak dikunci, langsung menyelonong masuk.

Direbahkannya tubuhnya di atas ranjang yang empuk milik temannya. Ini sudah malam, seharian tadi ia menemani Jan keluar main. Ayah Jan lagi mengijinkannya, dan tentunya dirinya tidak menyia-nyiakan kesempatan yang tidak datang dengan sering.

"Dari mana aja lo?"

Andra menerima minuman kaleng yang disodorkan oleh Saga, dan langsung meminumnya dengan rakus, masih dengan posisi rebahan.

"Hah! Leganya."

"Lo dari mana aja? Gue dari tadi nungguin, Njing."

Andra berdecih lelah, "gue mau tidur dulu. Capek gue nih."

Mau saja Andra menutup sudah lebih dulu Saga menyiram wajahnya dengan air. Andra langsung terduduk, menatap kesal pada Saga.

"Gue mau tidur bentar."

"Nggak ada, enak aja lo main tidur. Jelasin ke gue, udah berapa lama lo nyembunyiin ini dari gue ha?"

Andra masih menatap kesal pada Saga, "mandi dulu deh gue. Gerah."

"Sialan!"

Andra tertawa iseng. Lagi pula dia perlu menjernihkan pikirannya dulu. Pikirannya masih dipenuhi dengan tingkah keimutan Jan seharian tadi. Dirinya dibuat tegang.

"Ayo, Andra, Jan ingin memainkan itu!" Tunjuknya pada mobil yang dikendarai di lorong mall. Andra meringis. Itu untuk anak kecil.

"Ayo, Jan ingin menaikinya!"

"Iya-iya."

Setelah berbincang dengan penuh penawaran, Jan diizinkan naik, berhubung tubuhnya yang kecil jadi bisa dipertimbangkan.

Jan tertawa bahagia, menjulurkan lidahnya kepada Andra yang mengejarnya dengan berlari. "Hahaha ... Andra, cepat! Nanti ketinggalan loh!"

Andra tertawa mengejek untuk dirinya sendiri yang sekarang terlihat seperti orang gila. Tapi demi Jan tidak apa. Andra rela kok. Melihat tawa penuh rasa senang milik Jan sudah lebih dari cukup untuk membayar lelahnya.

"Andra kalah! Andra kalah! Jan menang! Andra harus diberi hukuman!"

Andra memasang raut memelas, memohon belas kasihan pada Jan. Tapi sayangnya Jan malah menertawainya. Mengejeknya kalau dirinya bukan lelaki sejati. Andra jadi sedikit tertantang. Dia ingin terlihat gagah di depan Jan.

Lantas Andra harus dengan ikhlas jadi bahan tontonan orang-orang, karena menggendong sesosok manusia kecil diatas bahunya.

Andra mendongak melihat Jan yang ternyata menunduk juga, wajah Jan memerah. Ia ketahuan memperhatikan Andra sedari tadi.

"Hayo ngeliatin apa?" Andra bertanya iseng, membuat semburat merah di pipi Jan semakin terlihat.

"Ihh, Andra! Jangan melihat Jan seperti itu. Jan malu!"

Jan menyembunyikan wajahnya di diatas kepala Andra, harum rambut Andra menyapa penciumannya. Menyenangkan. Jan suka.

Andra tertawa keras melihat Jan yang malu-malu. Kadar keimutannya bertambah. Jan menyentil telinganya dengan kesal. Yang justru membuat tawanya semakin keras. Semoga dirinya tidak diusir sekurity.

"Jan ingin makan sesuatu?"

Tangan kanan memeluk leher Andra, tangan kirinya ditaruh di dagunya. Jan sedang berpikir keras. Andra tersenyum geli melihat tingkah Jan.

"Jan ingin makan burger? Boleh, Andra?"

Andra mengikuti tingkah Jan, tangan kanannya memegang paha Jan yang tersampir di bahunya, sedangkan tangan kirinya ditaruh di dagunya. Seolah-olah sedang berpikir.

Jan yang tahu kalau Andra mencoba mengejeknya, langsung menarik hidung Andra dengan kuat. Andra mengaduh kesakitan.

"Jangan mengejek, Jan! Ih Andra bandel!"

Andra tertawa pelan, "iya, maaf ya? Jan bersedia memaafkan Andra?"

Jan memeluk leher Andra, lalu berbisik pelan, "kalau Andra membelikan Jan tiga burger, akan Jan maafkan." Lalu Dikecupnya lembut belakang telinga Andra. Andra menahan sesuatu. Tahan, tahan.

"Baiklah, asal Jan memaafkan Andra, Andra akan membelikan apapun yang mau Jan inginkan."

"Yey! Jan sayang Andra!"

"Cium dong pipi Andra," ucapnya penuh modus. Sekali-kali boleh lah ya!

"Andra modus!" Tapi satu kecupan manis mendarat sempurna di pipi kanan Andra. Andra tersenyum bersamaan dengan jantungnya yang berdegup kencang. Dan semakin kencang saat mengetahui bahwa dada Jan juga berdegup.

"Arkhh, sialan! Kenapa dia bisa seimut itu sih?" Andra mengacak rambutnya kasar begitu tanpa bisa dicegah sekilas ingatannya tadi bersama Jan terus memasuki kepalanya.

"Siapa yang imut?" Saga berteriak dari luar, ia tadi mendengar Andra berteriak.

"Nyokap lo!" Saga berdecih sinis.

Tidak lama Andra sudah menyelesaikan mandinya. Dirinya kembali segar bugar. Ya meskipun bahunya masih sedikit pegal.

Dengan asal Andra mengambil baju dari lemari Saga. Dan langsung memakainya. Tidak ada rasa malu, mereka sudah terbiasa dari kecil. Bahkan sampai sekarang mereka masih saling membandingkan panjang penis mereka.

"Lo bisa jelasin sekarang!"

"Sekepo itu lo?"

Andra meringis begitu Saga menampol kepalanya. "Cepat jelasin. Gue nggak terima lo nyembunyiin hal kayak gini dari gue."

"Lo kayak istri gue yang nggak terima gue selingkuh." Lagi dirinya meringis karena tampolan maut Saga.

Andra menatap serius Saga, Saga jadi ikutan serius. Jarang-jarang temannya ini memasang raut serius.

"Gue tadi di sekolah udah ngasih tau lo singkatnya."

"Iya gue tau. Yang pengen gua lo jelasin, kenapa bisa-bisa lo yang jadi siswa itu ha? Beraninya lo ngelakuin sex. Udah dari kapan, Njing?"

Andra menghela napas pelan, "gue juga baru sekali itu ngesex seumur hidup gue ya Nyet, jangan seolah-olah lo bilang gue pecinta hubungan badan."

"Kirain lo maniak gitu, tampang lo kan macam om pedo."

Andra tertawa pelan mendengar ucapan Saga. "Udah berapa lama lo jadi ama tuh anak?"

"Dari awal mpls. Di hari ke dua, gue satu kelompok sama Jan. Awalnya itu dari yang disuruh ambil tali di gudang. Karena orang di kelompok gue malas berhubungan sama Jan ya jadi gue yang nemenin."

Saga dengan sabar mendengarkan cerita Andra.

-
TBC

Pertemuan itu misterius.

Angel's like You [end] [republish]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang